Makalah: Hukum Adat Sumber Hukum Tanah Nasional

MAKALAH HUKUM AGRARIA
KELOMPOK 6 
HUKUM ADAT SUMBER HUKUM TANAH NASIONAL

Dosen: Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H 

Disusun Oleh: 

10. Imelia Damai Agusthin 8111422448
18. Ananda Nugroho Bimo Sembodo 8111422456
22. Bernadetta Putri Hapsari 8111422460
46. Sasqia Putri Ramadhani 8111422487 

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM 
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 
2023

KATA PENGANTAR 

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Kami haturkan, yang telah  memberikan rahmat dan inayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas  makalah yang berjudul “ Hukum Adat Sumber Hukum Tanah Nasional” 

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Hukum Agraria.  Kami sebagai penulis berharap bahwasanya makalah ini dapat menambah pengetahuan  dan pengalaman bagi pembaca mengenai Hukum Adat Sumber Hukum Tanah  Nasional. 

Penulis mengucapkan terimakasih kepada IBu Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Agraria. Ucapan terimakasih juga  disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. 

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih  terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan, tata bahasa, maupun penulisan dalam  penyampaian makalah ini. Oleh sebab itu, kami dengan rendah hati menerima saran  dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. 

Semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi  bagi para pembaca. 

Semarang, 27 Maret 2023 
Penulis

BAB 1 
Pendahuluan 

1.1 Latar Belakang 

Hukum adat merupakan sistem hukum yang ditetapkan dan diakui oleh  masyarakat adar di Indonesia.

Pendapat dari Prof. C. van Vollen Hoven yang  menyatakan bahwa keutuhan aturan tingkah laku bermasyarakat yang berlaku,  mempunyai sanksi hukum dan belum dikodifikasikan ialah definisi dari Hukum Adat.

Sistem hukum ini diterapkan berdasarkan norma adat yang turun-temurun dan menjadi  bagian dari budaya lokal.

Pada dasarnya sumber daya alam yaitu tanah adalah salah  satu yang terpenting bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, pemilik tanah di Indonesia  harus mengikuti peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

Namun, di beberapa daerah  di Indonesia, masyarakat adat masih menganut sistem hukum adat dalam pengelolaan  tanah mereka. 

Adanya sistem hukum pertanahan di masa penjajahan Belanda sebelum  kemerdekaan mengakibatkan terbentuknya hukum pertanahan ganda atau dualistik.

Pada saat itu untuk golongan Eropa dan Timur Asing berlaku Hukum Tanah Barat yang  mana ketentuannya bersumber dari Buku II KUHPerdata, tetapi dilain hal, golongan  Pribumi berlaku Hukum Tanah Adat yang sumbernya berasal dari Hukum Adat.

Artinya Hukum Adat yang dijadikan sebagai sumber Hukum Tanah ialah Hukum Adat  tidak tertulis yang sudah disempurnakan atau disaring dari hal yang bertentangan  dengan kepentingan nasional.  

Sumber hukum mengenai Hukum Adat dan tanah nasional dalam UUPA  merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 UUPA, menyatakan hukum agraria yang berlaku  atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan  dengan kepentingan nasional dan negara. Pasal tersebut mencerminkan bahwa Hukum  Agraria Nasional terbentuk berdasarkan Hukum Adat. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang kepemilikan tanah, namun hukum adat tetap diakui dan dihormati di Indonesia

Hal ini terbukti dengan adanya Pasal 18B UUD 1945 yang  menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat  menurut hukum adat dan hak-haknya sesuai dengan perkembangan masyarakat dan  prinsip negara kesatuan republik Indonesia.

Oleh sebab itu, penting untuk kita dapat  memahami peran hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional di Indonesia.  Dengan demikian dapat terwujudnya Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Pokok Agraria  (UUPA) yang mewajibkan negara memimpin penguasaan dan penggunaan atas bumi,  air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya guna mencapai kesejahteraan  rakyat. 

1.2 Rumusan Masalah 

  1. Mengapa hukum adat dijadikan sebagai sumber hukum tanah nasional?
  2. 2. Apa peran hukum adat dalam pengelolaan tanah? 
  3. Apa saja tantangan dalam pengakuan dan penerapan hukum adat sebagai  sumber hukum tanah nasional? 
  4. Bagaimana perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah? 

1.3 Tujuan dan Manfaat 

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah

  1. Untuk mengetahui alasan hukum adat bisa dijadikan sebagai sumber hukum  tanah nasional.
  2. Untuk mengetahui peran hukum adat dalam pengelolaan tanah.
  3. 3. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pengakuan dan penerapan  hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional 

Kemudian dalam penulisan makalah ini diharapkan adanya manfaat antara lain:

  1. Memperoleh ilmu selama penyusuhan makalah ini perihal hukum adat, hukum  tanah nasional, dan kaitan antara keduanya.
  2. Diharapkan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi penulis dan para pembaca  untuk bisa digunakan ataupun diimplementasikan sebagaimana sebaiknya.

BAB 2
Pembahasan

2.1 Hukum Adat sebagai Sumber Hukum Tanah Nasional 

Hukum tanah adat menempati kedudukan khusus dalam UUPA, karena  mayoritas penduduk negeri ini mengakui adanya hukum adat, artinya hukum adat bisa  dijadikan sebgai dasar pembentukan hukum tanah nasional.

Aturan yang mengatur hak  penguasaan atas tanah menjadikan hukum adat suatu landasan pembentuk. Buku  berjudul Hukum Agraria dan Hak-hak Atas tanah karya dari Santoso, Urip mengatakan  bahwasanya hukum adat bisa dikatakan sebagai landasan primer dalam pembentukan  Hukum Tanah Nasional yang mana dapat disimpulkan dalam Undang-Undang Pokok  Agraria nomor 5 tahun 1960. Dalam ayat 5 disebutkan bahwa: 

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum  adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara,  yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta  dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang UUPA  dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan  mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan hukum agama”. 

Salah satu dari sumber utama dalam penyusunan hukum tanah nasional ialah  hukum adat yang menjadikan kerangka dasar dari hukum adat pun pula menjadi sumber  pertama dari hukum tanah nasional, hal ini ditegaskan oleh Budi Harsono dalam  Supriadi, bahwa ; 

“Hukum Tanah baru yang dibentuk dengan menggunakan bahan – bahan dari  hukum adat, berupa norma – norma hukum yang dituangkan dalam peraturan  perundang – undangan sebagai hukum yang tertulis, merupakan hukum tanah  nasional positif yang tertulis. UUPA merupakan hasilnya yang pertama.” 

Boedi Harsono mengatakan bahwa hukum adat yaitu hukum adat yang disaneer, makna  disaneer disini adalah disaring, artinya hukum-hukum adat yang digunakan dalam  hukum tanah nasional adalah yang dapat berlaku untuk masyarakat adat dari mulai  Sabang sampai Merauke.

Kaum-kaum adat ada yang bersifat Patrilineal adanya bersifat  matrilineal. maknanya ada yang mengikuti garis keturunan dari ibu sehingga Ibu  memiliki unsur dominan dalam hukum, ada yang memiliki unsur patrilineal atau  keturunan dari Ayah yang menentukan hukum kelanjutan dari masyarakat tersebut.

Nah beraneka ragam hukum adat ini digunakan dalam hukum tanah nasional tapi tidak serta  merta 100% langsung diberlakukan. yang diberlakukan adalah hukum adat yang  disaneer. 

Dalam kasus di mana komunalisme agama memungkinkan kepemilikan pribadi  atas tanah, dengan hak tanah pribadi, ada unsur kebersamaan merupakan contoh yang  diberikan Supriadi dalam penulisan.

Lebih lanjut diuraikan bahwa sifat komunalisme  agama dari konsepsi hukum tanah nasional diatur Pasal 1 ayat (2) UUPA yang berbunyi  sebagai berikut  

“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang  terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia  Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia  dan merupakan kekayaan nasional”. 

2.2 Asas-Asas Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional 

Hukum tanah nasional memiliki asas-asas yang berasal dari hukum adat yang  termuat dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu:  

“asas religius/religiusitas (Pasal 1 UUPA), asas kebangsaan (Pasal 1, 2, dan  9 UUPA), asas demokrasi (Pasal 9 UUPA), asas kemasyarakatan, pemerataan  dan keadilan sosial (Pasal 6, 7, 10, 11 dan 13 UUPA), asas penggunaan dan  pemeliharaan tanah secara berencana (Pasal 14 dan 15 UUPA), serta asas  pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan serta tumbuhan yang  berada di atasnya.” 

2.3 Lembaga-Lembaga Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional 

Dalam hukum adat dikenal lembaga hukum yang memiliki tugas untuk  melaksanakan kebuthuan dasar dari warga.

Maka dari itu, organisasi yang dilaksanakan di dalam perkembangan Hukum Pertanahan Nasional bilamana perlu untuk disesuaikan dan pula disempurnakan mengikuti dengan perkembangan zaman masyarakat yang akan dilayaninya.

Namun penyesuaian tersebut tidak seharusnya mengubah ataupun menghilangkan sifat dan ciri identitas Indonesia dengan lembaga hukum yang relevan. 

Contoh dari lembaga hukum adat yang dimaksud salah satunya adalah lembaga  jual beli tanah. Hingga saat ini, kelembagaan jual beli tanah selalu mengikuti  perkembangan jaman serta mengalami modernisasi yang diselaraskan tetapi tidak mengubah sifatnya yaitu perbuatan hukum pengalihan hak guna tanah dengan  pembayaran cash, serta sifat dan sifatnya sebagai suatu akta yang nyata dan pasti.

Penjualan tersebut harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Notaris (PPAT). 

Perubahan untuk meningkatkan kualitas pembuktian dari tindak hukum yang digarap,  yang menurut hukum adat masyarakat terbatas pada ruang lingkup individu dan  wilayahnya, hanya mempersyaratkan penjual untuk melakukan perbuatan itu sendiri  dan diketahui oleh Kepala Desa/Adat.  

Meskipun hukum adat merupakan sumber utama, dalam penjelasannya Supriadi menjelaskan bahwa bisa kemungkinan adanya peluang untuk mengadopsi lembaga baru non-adat untuk memperkaya dan mengembangkan hukum pertanahan nasional, dengan syarat selalu linear dengan Pancasila dan UUD 1945, salah satunya salah satunya adalah pendaftaran tanah.

Supriadi menjelaskan, lembaga ini diperlukan dalam proses penyusunan undang-undang pertanahan nasional lantaran seluruh prosedur yang memiliki kaitan dengan hak guna tanah dicatat, dicatat di dalam buku tanah yang selanjutnya diterbitkan sertipikat sebagai bukti kepemilikan tanah.

Hal ini penting untuk menghindari perseteruan, seperti yang disebutkan di awal. Meski terkadang banyak kasus dimana dua pihak mempersengketakan kepemilikan atas sebidang tanah (tanah) yang sama.  

2.4 Peran / Implementasi Hukum Adat dalam Pengelolaan Tanah 

Negara-negara Asia layaknya Jepang, India, dan Cina menggunakan dan  mengenal sistem hukum dalam kehidupan mereka, seperti halnya Indonesia.

Regulasi  berkembang hukum tidak tertulis dan mengembangkan dan berpartisipasi keadilan  laki-laki menjadi sumbernya.

Hukum adat memiliki kemampuan yang adaptif serta  fleksibel sebab aturan ini tidak tertulis dan tumbuh. 2 hak atas tanah yakni hak  persekutuan dan hak perseorangan yang terdapat dalam hukum tanah.

Hak Persekutuan  Atas Tanah ialah kekuasaan kelompok hukum adat yang mendasari atas sekecil apapun tanah yang ada dalam teritorial persekutuan seperti:  

  1. Keperluan persekutuan, kantor lembaga adat, tempat ibadah, jalan, saluran  irigasi, dsb dapat memanfaatkan bidang tanah tertentu oleh kekuasaan  persekutuan. 
  2. Mengatur pemberian cadangan dan peemberian manfaat seluruh bidang tanah  dalam teritorial kelompok dengan kekuasaan persekutuan. 
  3. Memberikan ijin kepada warga keompok melakukan pembukaan, pengolahan,  pemanfaatan terhadap sebidang tanah tertentu, yang mana memberikan warga  tersebut kewenangan hak perorangan dengan kekuasaan persekutuan. 

Sedangkan untuk Hak Perseorangan Atas Tanah adalah kekuasaan atas bidang tanah  tertentu oleh anggota persekutuan dari teritorial persekutuan dengan mencomot hasil  seperti: sumber daya kehutanan, sumber daya kelautan, sumber daya kehewanan,  dalam teritorial persekutuannya. 

Hukum adat ini memiliki beberapa peran dalam pengelolaan tanah diantaranya:

  1. Sumber daya alam milik masyarakat dijaga, dan dilindungi karena milik atau  hak mereka yang ada dalam memanfaatkan tanah untuk kepentingan  masyarakat. 
  2. Melaksanakan adat daerah dengan sesuai, misalnya menolong masyarakat  dalam proses perdagangan tanah. 
  3. Agar sumber daya alam tidak dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab,  maka hukum adat ini berperan sebagai alat untuk menjaga sumber daya alam. 4. Memberikan batasan kepada pemilik hak ulayat dalam memanfaatkan tanah  yang dimilikinya. 

2.5 Tantangan dalam Penegakan dan Penerapan Hukum Adat sebagai  Sumber Hukum Tanah Nasional 

Cara untuk mengukuhkan dan menerapkan common law sebagai sumber hukum pertanahan nasional menimbulkan masalah yang kompleks. Didapati bahwa hukum agraria yang terjadi atas tanah, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat di Indonesia, sesuai dengan interpretasi Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria.  

Pemegang peranan penting sebagai landasan aturan dan sebagai pendetail aturan dalam  UUPA adalah keberadaan hukum adat. Hak masyarakat adat atas tanah dan segala  isinya memiliki rintangan menyangkut masalah pengakuan, penghormatan, dan  perlindungan.  

Problema sengketa didambakan berkurang dengan dilaksanakannya UU No. 5  Tahun 1960 mengenai UUPA dengan negara sebagai pemberi sebuah jaminan bagi  masyarakat hukum adat.

Pasal 3 UUPA menyatakan sesungguhnya hukum tanah  nasional bersumber pada hukum adat yang mana sebaiknya hak-hak ulayat ditanggapi,  tetapi prakteknya tidak sedemikian rupa. Apakah peraturannya perundang 

undangannya dapat dibuat secara terperinci dalam bentuk tertulis tentang hak atas tanah  dan pelaksanaannya.

Jangan sampai terjadi tumpang tindih yang berdampak pada tatanan hukum Indonesia oleh masyarakat adat menghilang kepemilikannya,  kepenguasaannya, dan kepengelolaannya.  

Penerapan hukum adat dalam perkembangan hukum pertanahan semakin  membingungkan kelebihannya ketika dihadapkan pada masa era industri 4.0. Hukum adat dapat menghindari hadirnya modernisasi dan teknologi, sebagai landasan hukum  agraria nasional.

Bagi hukum adat yang memiliki prinsip memfokuskan kepada rasa  keadilan bersama-sama tentu sulit, sehingga terkadang berkontra dengan tujuan  penerapan teknologi. Dengan tujuan utama tidak berkeadilan dalam pemanfaatan  teknologi, maka akan menimbulkan ketimpangan dan masalah.

Misalnya, dokumen  elektronik yang berisi data-data terkait pertanahan milik masyarakat menjadi sarana  bagi segelintir pihak untuk disalahgunakan dan memperoleh keuntungan pribadi.  Hukum adat bertindak sebagai penyelaras, sehingga jika eksternal dapat 

mengakibatkan sesuatu maka hukum adat dapat menawarkan upaya-upaya yang adil  terhadap suatu sengketa atau konflik dengan tidak melupakan prinsip keselarasannya untuk menjangkau nilai-nilai yang dianggap terpuji dalam masyarakat. 

2.6 Perlindungan Terhadap Hak-hak Masyarakat Adat atas Tanah 

Hak atas tanah ulayat dimiliki oleh masyarakat adat. Tanah ulayat sendiri  bermakna tanah yang secara turun temurun atau secara generasi ke generasi diberikan,  diwariskan, maupun dihibahkan oleh suatu kelompok masyarakat di Indonesia.

Tidak  jarang bahwasannya tanah ulayat memiliki nilai sejarah serta budaya yang tinggi bagi  masyarakat adat setempat karena mereka memercayai tanah ulayat sebagai anugerah  dan berkat dari nenek moyang pendahulu mereka, yang diharapkan dapat bermanfaat  untuk kelangsungan hidup.

Tameng terhadap hak-hak atas tanah berhak didapatkan  masyarakat adat karena mereka mempunyai hak atas tanah yang dimufakati secara  hukum dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bervariasi. 

Perlindungan yang dihaturkan kepada masyarakat adat atas hak atas tanah nasional  adalah sebagai berikut: 

  1. Pengakuan atas hak atas tanah masyarakat adat oleh negara dan masyarakat  lainnya, salah satu hal ini merupakan bentuk perlindungan yang krusial bagi  masyarakat adat. Pengakuan ini meliputi pengakuan terhadap hak kepemilikan,  hak penggunaan, dan hak kontrol atas tanah oleh masyarakat adat. Pengakuan tersebut juga menjamin bahwa masyarakat adat memiliki akses, kontrol,  peluang atas sumber daya alam yang ada di teritorial mereka. 
    Pada tingkat dalam negeri, pengakuan atas hak atas tanah masyarakat adat  disusun dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 5  Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PPA), UU No. 39  Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No. 23 Tahun 2014  tentang Pemerintahan Daerah. 
    Bentuk pertahanan ini dapat mengikutsertakan pihak lain, yaitu pihak eksternal masyarakat adat. Tidak melakukan perbuatan yang membebani masyarakat adat adalah harapan pihak-pihak yang dimaksudkan, seperti pengambilalihan tanah  secara paksa dan satu arah atau merusak lingkungan teritorial adat. Pengukuhan  hak atas tanah masyarakat adat merupakan salah satu bentuk pertahanan yang  mendasar, tujuannya untuk mencapai keadilan sosial bagi masyarakat adat dan mendukung kelestarian lingkungan. Namun, pengakuan ini membutuhkan  usaha lebih lanjut agar implementasinya meningkat dan pemahaman dan  kesadaran yang lebih baik antara masyarakat dan pemerintah juga meningkat.
  2. Hak atas tanah masyarakat adat diberi perlindungan dari pengambilalihan tanah secara satu arah oleh pihak-pihak yang tidak berhak, contohnya perusahaan perusahaan besar dan pemerintah. Pengambilalihan tanah yang secara satu arah  tersebut dapat membebani masyarakat adat, termasuk hak-hak mereka atas  akses, kontrol, peluang terhadap tanah serta dapat mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat. Upaya yang dapat dilakukan untuk  menerapkan bentuk perlindungan ini adalah dengan menegakkan hukum yang  adil dan tegas, memberdayakan masyarakat adat dengan memberikan akses  informasi yang lebih baik, dan mengikutsertakan secara aktif masyarakat adat  dalam pengambilan keputusan. 
  3. Penegakan hukum bagi penyimpangan atau penyelewengan terhadap  hak atas tanah masyarakat berkebudayaan merupakan hambatan, tantangan, rintangan yang megah, namun hal ini sangat krusial untuk  mengukuhkan perlindungan hak-hak warga berkebudayaan dan meyakinkan bahwa mereka memiliki akses yang tak ada bedanya ke  tanah dan sumber daya alam di teritorial mereka. 
  4. Pengembangan ekonomi masyarakat adat melalui pemberdayaan  ekonomi lokal dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari.  Melalui upaya ini, Masyarakat adat dapat meningkatkan kelestarian  lingkungan dan juga meningkatkan kesejahteraan mereka. Supaya mendukung pembangunan ekonomi masyarakat adat yang  berkelanjutan serta lestari, pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan  sebagainya wajib untuk bersinergi. 

Berbagai pihak juga terlibat dalam melindungi hak tanah nasional masyarakat  adat, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Kerjasama dan  sinergi antara para pihak diperlukan untuk mencapai perlindungan yang optimal  terhadap masyarakat warga berkebudayaan dari hak atas tanah nasional.  

BAB 3
Penutup 

3.1 Kesimpulan 

Ketika kita melihat pembahasan hukum agraria mengenai hukum adat sebagai  sumber hukum tanah nasional, dapat disimpulkan bahwa hukum adat memiliki  kedudukan krusial dalam pengelolaan dan pembangunan sumber daya alam di 

Indonesia. Hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional ialah diakuinya hak-hak  adat atas tanah yang telah ada sejak lawas dan terus dianggap eksistensinya dalam  sistem hukum nasional.  

Namun, meskipun hukum adat diakui secara sah oleh nasional, dalam  implementasinya, hak-hak adat atas tanah masih sering dilanggar oleh pihak-pihak  yang lebih dominan, seperti perusahaan-perusahaan besar dan pemerintah.

Hal ini  melihatkan bahwa dibutuhkannya pertahanan akan perlindungan yang lebih kokoh terhadap hak-hak adat atas tanah. 

3.2 Saran 

Dalam hal ini, dibutuhkan penerapan kebijakan yang mendukung pengakuan  hak-hak masyarakat adat atas tanah, perlindungan hak tersebut, penyelesaian sengketa  tanah dengan proses yang terbuka, adil, dan efisien, serta pemberdayaan ekonomi  masyarakat adat secara lestari.

Semua pihak dapat turut ikut serta dalam hal ini, baik  dari sisi masyarakat adat itu sendiri, pihak diluar masyarakat adat, pihak pemerintah,  maupun pihak sektor swasta. 

Daftar Pustaka

Arba, Haji. Hukum Agrari Indonesia. 2019. Jakarta: Sinar Grafika 

Lastuti Abubakar (2013) . REVITALISASI HUKUM ADAT SEBAGAI  SUMBER HUKUM DALAM MEMBANGUN SISTEM HUKUM INDONESIA.  Vol 13. No.12 

Sutadi (2018) PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG  PERTANAHAN DI KABUPATEN BANTUL MENURUT UNDANG-UNDANG  NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13448 

Fathoni, M. (2021). PERAN HUKUM ADAT SEBAGAI PONDASI  HUKUM PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENGHADAPI REVOLUSI  INDUSTRI 4.0. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 219-236.  https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p219-236 

Ismail, Mahli. (2016). Harmonisasi Hukum Adat dengan hukum pertanahan  nasional (tinjauan pemanfaatan dan pelestarian aset tanah negara). https://repo.iainlhokseumawe.ac.id/?p=show_detail&id=2639 

Azami, Takwim. (2022). Dinamika Perkembangan dan tantangan  implementasi hukum adat di indonesia. https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/QISTIE/article/download/6487/4001

Comments

Tinggalkan Balasan