PENYEBAB DAN UPAYA PENYELESAIAN MASALAH PENYEROBOTAN TANAH MILIK WARGA DI KABUPATEN TANGERANG
(Paper ini disusun untuk menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Hukum Agraria dengan dosen pengampu : Drs. Suhadi, S. H., M. Si.)
Disusun Oleh :
FAJAR FEBRIANTO 8111420033
KOTA TANGERANG
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang serta upaya penyelesaian yang dapat dilakukan dalam mengatasi penyerobotan tanah milik warga. Jenis penelitian yang digunakan bersifat empiris. Cara memperoleh data dengan penelitian kepustakaan dan data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab terjadinya penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang yaitu faktor kurangnya masyarakat dalam memahami aspek hukum pertanahan sehingga tidak mendaftarkan tanahnya, faktor ketidak telitian pejabat BPN dalam menerbitkan sertifikat tanah, faktor adanya mafia tanah baik dari pihak pejabat BPN maupun dari luar BPN, faktor kurangnya pengawasan sehingga terjadi penyelewengan kekuasaan. (2) Penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan cara: penyelesaian masalah melalui jalur hukum/pengadilan dan penyelesaian masalah melalui jalur di luar pengadilan.
Kata Kunci : Penyerobotan Tanah, Sertifikat Tanah, Tanah
PENDAHULUAN
Tanah merupakan salah satu kebutuhan hidup terpenting dalam kehidupan manusia, selain sandang dan pangan. Sejak lahir manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Tanah merupakan bagian dari bumi yang diatur pada Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.1
Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya melakukan pendaftaran tanah bagi rakyat Indonesia agar mereka memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 diberikan rumusan mengenai pengertian pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang
bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Penjaminan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Secara khusus pengaturan mengenai bukti atas kepemilikan tanah telah diatur dalam pasal 19 ayat 2 UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 pasal 1, bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Penyerahan sertipikat hanya boleh diberikan kepada orang yang namanya terdapat dalam buku tanah. Sehingga bila yang
1 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 9.
memegang sertipikat itu belum atas namanya maka perlu dilakukan balik nama kepada yang memegangnya sehingga terhindar dari gangguan pihak lain.2
Laju pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan, sementara tuntutan akan lahan merupakan konsekwensi dari kegiatan pembangunan fisik yang memerlukan tanah sebagai sarananya.3 Keperluan manusia akan lahan yang semakin tinggi memicu para oknum mafia tanah yang berupaya dengan segala cara untuk menguasai tanah milik orang lain dengan cara menyerobot atau menduduki tanah kepemilikan orang lain. Meskipun telah dilakukan penerbitan sertipikat guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum terkait kepemilikan tanah, namun tanah sebagai hak ekonomi setiap orang tetap rawan memunculkan konflik atau sengketa.4
Salah satu sengketa pertanahan yang terjadi di masyarakat adalah masalah penyerobotan ratusan hektare tanah milik warga di Desa Babakan Asem, Kabupaten Tangerang. Salah satunya milik Heri Hermawan, dimana proses pendaftaran tanahnya tidak dapat dilanjutkan karena Nomor Identifikasi Bidang (NIB) yang sudah berganti nama ke pihak lain tanpa sepengetahuannya. Warga di Kabupaten Tangerang merasa tidak pernah merasa menjual tanah milik mereka, tetapi ketika mereka ingin menjual tanah mereka ternyata status kepemilikan tanah tersebut telah berubah atas nama orang lain. Untuk mengetahui apa penyebab dari munculnya masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini.
Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab terjadinya masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang?
2. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang?
2 Darwis Anatami, “Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang Tanah”, Samudra Keadilan. Vol. 12 No. 1, Januari-Juli 2017, hal. 4.
3 Estevina Pangemanan, “Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah”, Lex Privatum. Vol. 1 No. 4, Oktober 2013, hal. 57.
4 Sonny Kurniawan, Tesis: “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang Tumpang Tindih (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah” (Sumatera Utara: USU, 2019), hal. 6.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang.
2. Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini memakai penelitian kepustakaan. Pada penelitian kepustakaan yang dikaji berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dimaksud mencakup peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel serta jurnal-jurnal. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Secara sistematik
langkah-langkah analisis diawali dengan pereduksian data yaitu memilih hal-hal relevan dan sahih, kemudian diikuti pemaknaan data, dan selanjutnya hasil analisis disajikan dalam uraian deskriptif-analitis, sesuai dengan urutan permasalahan. Pada bagian akhir disampaikan kesimpulan.
PEMBAHASAN
1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Permasalahan Penyerobotan di Kabupaten Tangerang
1) Faktor Kurangnya Pemahaman Masyarakat
Faktor kurangnya pemahaman yang dimaksud adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang undang-undang dan peraturan tentang pertanahan khususnya yang mengatur tentang pendaftaran tanah. Sehingga mengakibatkan masyarakat tidak memahami dengan baik tentang perbedaan tanah yang sudah didaftarkan dan yang belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Hal ini karena kurangnya sosialisasi dan informasi terhadap pentingnya pendaftaran tanah kepada masyarakat terlebih yang berada di desa. Sehingga masyarakat menjadi tidak terlalu memperdulikan pendaftaran tanah dan hanya mendaftarkan tanahnya ketika mereka ingin menjual tanah tersebut.
Mahalnya pendaftaran tanah juga menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak mendaftarkan tanahnya. Padahal dalam pasal 19 ayat 4 UUPA ditegaskan bahwa pembebasan biaya dalam pendaftaran tanah untuk rakyat yang tidak mampu. Tetapi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah, maka dalam pelaksanaannya tidak semua dibebas biayakan. Masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya ternyata masih cukup yakin dengan dasar kepemilikan tanahnya berdasarkan AJB ataupun Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR).5 Padahal dengan tidak didaftarkannya tanah mereka, maka akan menimbulkan celah bagi oknum-oknum yang tidak beritikad baik untuk menguasai tanah tersebut.
2) Faktor Ketidak Telitian
Faktor ketidak telitian yang dimaksud adalah ketidak telitian pejabat Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang dalam menerbitkan sertifikat hak atas tanah. Pejabat BPN Kabupaten Tangerang yang bersangkutan tidak memeriksa ada atau tidaknya sertipikat hak milik atas tanah yang diterbitkan
5 Sonny Kurniawan, Tesis: “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang Tumpang Tindih (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah” (Sumatera Utara: USU, 2019), hal. 46.
sebelumnya di atas objek tanah tersebut. Selain itu, pejabat BPN Kabupaten Tangerang juga kurang teliti dalam memeriksa data fisik dan data yuridis atas sebidang tanah tersebut. Kurang telitinya dalam memeriksa data-data tersebut dalam pendaftaran tanah akan mengakibatkan kerugian kepada orang yang berhak atas tanah tersebut karena hilangnya unsur kepastian hukum.
3) Faktor Adanya Mafia Tanah
Faktor adanya oknum mafia tanah dalam masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang merupakan faktor yang terbesar. Oknum mafia tanah bisa berasal dari Badan Pertanahan Nasional sendiri ataupun oknum dari luar yang sengaja melakukan tindakan pendaftaran tanah atas objek yang juga sedang didaftarkan demi keuntungan pribadi. Para mafia tanah akan selalu melakukan cara apapun demi menguasai sebidang lahan tanah meskipun tanah tersebut sudah milik dan dikuasai masyarakat.
Terdapat banyak kejanggalan dalam kasus penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang yang dilakukan oleh mafia tanah yaitu adanya penerbitan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) atas nama Vreddy dan Hendry diatas lahan tanah milik warga. Faktanya warga tidak pernah menjual tanah mereka tetapi NIB dan SHM sudah berubah atas nama orang lain tanpa sepengetahuan mereka. Padahal menurut peraturan perundang-undangan dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) memerlukan tanda tangan dari kedua belah pihak, antara penjual dan pembeli. Sementara warga tidak pernah melakukan penandatanganan jual beli tanah.
Penerbitan Nomor Identifikasi Bidang dan atau Sertifikat Hak Milik atas nama Vreddy dan Hendry dengan total luas lahan tanah masing-masing sebesar 500 dan 200 hektare. Hal ini melanggar ketentuan pasal 3 ayat 3 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian yang membatasi kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan sebesar 20 hektare. Menurut Haris Azhar Direktur Eksekutif
Lokataru, praktik penyerobotan lahan ini bisa mulus karena para mafia tanah berkolaborasi dengan BPN.6
Adanya celah dalam peraturan dimanfaatkan oleh oknum-oknum mafia tanah dengan memanfaatkan asas publikasi negatif pada tanah. Jika seseorang memiliki tanah tetapi tidak dikerjakan dalam waktu yang lama maka para mafia akan masuk untuk mengerjakan tanah tersebut dan mengajukan perolehan hak atas tanah tersebut, sehingga seseorang yang sebenarnya memiliki tanah tersebut kehilangan hak untuk menuntut kembali tanahnya.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengerjakan tanah yang kita miliki agar terhindar dari penyerobotan tanah oleh oknum-oknum mafia tanah.
4) Faktor Kurangnya Pengawasan
Kurang berfungsinya aparat pengawas sehingga memberikan peluang kepada aparat bawahannya untuk bertindak menyeleweng dalam arti tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai sumpah jabatannya. Untuk itu wacana pembentukan satuan tugas mafia tanah merupakan salah satu cara untuk mengawasi kinerja para pejabat pertanahan.
2. Upaya yang Dapat Dilakukan dalam Menyelesaikan Masalah Penerobosan Tanah Milik Warga di Kabupaten Tangerang
1) Upaya Penyelesaian Masalah Penerobosan Tanah Melalui Jalur di Luar Pengadilan (non litigasi)
Cara penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi merupakan cara alternatif paling popular di masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan atas tanah atau dalam istilah Bahasa Inggris yaitu Alternative Disputes Resolution (ADR). Pemilihan cara penyelesaian ini dipilih oleh masyarakat karena tidak perlu mengeluarkan uang yang cukup dalam dan tidak terlalu membuang-buang waktu dalam proses penyelesaiannya.
Upaya penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan pada umumnya dilakukan melalui cara-cara berikut ini :
6 Warta ekonomi, Selasa 2 Maret 2021, “Dugaan Mafia Tanah Serobot Ratusan Ha Lahan Warga Tangerang”, diakses dari www.wartaekonomi.co.id, diakses tanggal 7 Mei 2021.
a. Negosiasi
Negosiasi adalah proses untuk mewujudkan kesepakatan dalam menyelesaikan persengketaan antara para pihak.7 Di dalam prosesnya, mediasi melibatkan dua atau lebih pihak yang memiliki kepentingan sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak bisa ikut campur dalam penyelesaian masalah ini. Dengan mediasi diharapkan akan tercapai suatu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak yang berseteru. Terdapat dua pendekatan mendasar dalam proses negosiasi yaitu positional bergainer dan interest-based negotiation.
b. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian masalah antara para pihak yang berseteru dengan bantuan mediator yang bersifat tidak memihak salah satu pihak atau netral. Di dalam mediasi, suatu keputusan untuk mencapai keputusan tetap diambil oleh para pihak yang berseteru, bukan oleh mediator. Keberhasilan proses mediasi ini sangat tergantung pada keinginan para pihak untuk berbicara satu sama lain dan menetapkan sasaran pembahasan untuk menemukan solusi yang dapat diterima masing-masing pihak.8
c. Arbitrase
Arbitrase menurut pasal 1 ayat 1 UU No. 30 Tahun adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Mereka menyerahkan sengketa kepada pihak ketiga netral (hakim) yang mempunyai wewenang untuk memutuskan sebagai arbitrator atau dengan kata lain bahwa para pihak yang bersengketa memberikan kewenangan kepada arbiter guna menyelesaikan sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibagi menjadi dua jenis yaitu Arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase Institusional.
7 Marwah M. Diah, “Prinsip dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan”, HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT. Vol. 5 No. 2, April 2008, hal. 117. 8 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2012, hal. 249.
d. Konsiliasi
Konsiliasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Kesepakatan yang terjadi dalam suatu konsiliasi bersifat tidak mengikat.
Tetapi dalam kenyataan praktek tersebut di lapangan bahwa warga di Kabupaten Tangerang merasa tidak puas dengan keputusan yang timbul dari proses penyelesaian di luar pengadilan. Hal ini dikarenakan putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum atas hak tanah mereka. Inilah yang membuat masyarakat masih merasa tidak tenang akan legalitas kepemilikan tanah mereka. Warga Kabupaten Tangerang juga sudah merasa bosan dengan mediasi dan negosiasi yang sudah sering dilakukan karena tidak ada bukti nyata dalam penyelesaiannya.
2) Upaya Penyelesaian Masalah Penerobosan Tanah Melalui Jalur Pengadilan (Litigasi)
Penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilan merupakan cara terakhir, sekiranya alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non pengadilan (non litigasi) tidak mencapai suatu kesepakatan penyelesaian masalah. Menurut pasal 2 UU No. 2 Tahun 1986 pengadilan umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di Indonesia pada lingkungan peradilan umum dijalankan oleh :
1. Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di Kabupaten/Kota.
2. Pengadilan Tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di Ibukota Provinsi.
3. Mahkamah Agung RI sebagai pengadilan negara tertinggi di Indonesia.
Ketentuan-ketentuan Perdata seperti KUHPerdata dan Hukum Acara perdata digunakan dalam penyelesaian masalah sengketa tanah di Pengadilan Umum. Dalam penyelesaian masalah sengketa tanah melalui jalur pengadilan, warga Kabupaten Tangerang yang merasa dirugikan
dapat mengajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Tangerang apabila masalah yang dihadapi berkaitan dengan pelanggaran hukum. Sedangkan, apabila sengketa yang dihadapi berasal dari masalah administratif atas objek tanah tersebut, maka warga Kabupaten Tangerang dapat menuntut kejelasan dengan mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Warga di Kabupaten Tangerang yang ingin mencari keadilan atas hak atas tanah bisa menggugat Vreddy dan Hendry karena melakukan penyerobotan tanah milik warga dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Tangerang. Jika dalam Pengadilan Negeri Tangerang dan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Banten dimenangkan oleh warga, maka warga dapat mengusai kembali tanahnya itu. Tetapi jika warga mengalami kekalahan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Banten dikarenakan tergugat Vreddy dan Hendry memiliki tanah tersebut berdasarkan Akta Jual Beli.
Dengan keyakinan bahwa warga lebih berhak atas lahan tanah yang telah dimilikinya sejak dahulu tersebut, mereka dapat kembali mencoba mencari keadilan dengan mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Jika dalam permohonan Kasasi diputuskan bahwa Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi dari warga. Maka warga Kabupaten Tangerang dapat kembali memperoleh keadilan atas haknya. Majelis Hakim Mahkamah Agung lalu akan memerintahkan kepada BPN Kabupaten Tangerang untuk membatalkan segala surat-surat alas hak lain yang berkaitan dengan kepemilikan lahan tanah milik warga, termasuk Sertipikat Hak Milik dan Akta Jual Beli milik Vreddy dan Hendry.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Faktor penyebab terjadinya masalah penerobosan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat tentang peraturan pendaftaran tanah sehingga mereka tidak mengetahui pentingnya melakukan pendaftaran tanah mereka di Badan Pertanahan Nasional. Kelalaian pejabat pertanahan dan adanya oknum mafia tanah juga merupakan faktor terbesar maraknya penerobosan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang. Hal ini karena kurang berfungsinya aparat pengawas dalam upaya pengawasan proses pendaftaran tanah.
2. Upaya yang dapat dilakukan oleh warga di Kabupaten Tangerang untuk menyelesaikan masalah penyerobotan tanah dengan cara penyelesaian masalah melalui jalur di luar peradilan (non litigasi) dan penyelesaian masalah melalui jalur peradilan (litigasi).
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Harsono, B. (2008). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria. Jakarta: Djambatan.
Muwahid. (2016). Pokok-Pokok Hukum Agraria . Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Santoso, U. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syarief, E. (2012). Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Jurnal
Anatami, D. (2017). Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang Tanah. Jurnal Hukum Samudra Keadilan , 1-17.
Anggiat Perdamean Parsaulian, S. (2019). Masalah Tumpah Tindih Sertipikat Hak Milik Atas Tanah di Kota Banjarbaru. Bhumi, Jurnal Agraria dan Pertanahan, 129-135.
Anom, I. G. (2015). Addendum Kontrak Pemborongan Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia. Jurnal Advokasi, 183-198.
Diah, M. M. (2008). Prinsip dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Hukum dan Dinamika Masyarakat, 111-122.
Kuswanto. (2017). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah dalam Kasus Tumpang Tindih Kepemilikan Atas Sebidang Tanah di Badan Pertanahan Nasional/ATR Kabupaten Kudus. Jurnal Akta, 71-74.
Mintaraningrum, Y. ( 2015). Aspek Kepastian Hukum dalam Penerbitan Sertifikat Hak Tanah. Jurnal Repertorium, 105-116.
Naufal Muhammad, R. A. (2018). Kepastian Hukum Bagi Para Pihak Pemegang Surat Tanda Bukti Atas Tanah Berupa Sertifikat Hak Milik Ditinjau Dari Hukum Agraria. Jurnal Hukum Progresif, 2028-2047.
Pangemanan, E. (2013). Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah. Lex Privatum, 57-66.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang PendaftaranTanah.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.
Internet
Redaksi WE Online. 2021. Dugaan Mafia Tanah Serobot Ratusan Ha Lahan Warga Tangerang. https://www.wartaekonomi.co.id/read330167/dugaan mafia-tanah-serobot-ratusan-ha-lahan-warga-tangerang. Diakses 9 Mei 2021 pukul 10.00 WIB.
Tesis
Sonny Kurniawan, 2019. “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang Tumpang Tindih (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 652 K/PDT/2016).” Program Studi Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.