Makalah: Penyebab Dan Upaya Penyelesaian Masalah Penyerobotan  Tanah Milik Warga Di Kabupaten Tangerang

PENYEBAB DAN UPAYA PENYELESAIAN MASALAH PENYEROBOTAN  TANAH MILIK WARGA DI KABUPATEN TANGERANG 

(Paper ini disusun untuk menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Hukum Agraria dengan dosen pengampu : Drs. Suhadi, S. H., M. Si.) 

Disusun Oleh : 

FAJAR FEBRIANTO 8111420033 

KOTA TANGERANG 

FAKULTAS HUKUM 

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 

2021

ABSTRAK 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang menjadi  penyebab terjadinya penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang serta upaya penyelesaian yang dapat dilakukan dalam mengatasi penyerobotan tanah milik warga.  Jenis penelitian yang digunakan bersifat empiris. Cara memperoleh data dengan penelitian  kepustakaan dan data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa: (1) Faktor penyebab terjadinya penyerobotan tanah milik warga di  Kabupaten Tangerang yaitu faktor kurangnya masyarakat dalam memahami aspek hukum  pertanahan sehingga tidak mendaftarkan tanahnya, faktor ketidak telitian pejabat BPN  dalam menerbitkan sertifikat tanah, faktor adanya mafia tanah baik dari pihak pejabat BPN  maupun dari luar BPN, faktor kurangnya pengawasan sehingga terjadi penyelewengan  kekuasaan. (2) Penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan cara: penyelesaian  masalah melalui jalur hukum/pengadilan dan penyelesaian masalah melalui jalur di luar  pengadilan. 

Kata Kunci : Penyerobotan Tanah, Sertifikat Tanah, Tanah

PENDAHULUAN 

Tanah merupakan salah satu kebutuhan hidup terpenting dalam kehidupan  manusia, selain sandang dan pangan. Sejak lahir manusia membutuhkan tanah  sebagai tempat tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Tanah merupakan bagian dari bumi yang diatur pada Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Republik  Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu  atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal  2 ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang  dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun  bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.1 

Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya melakukan pendaftaran  tanah bagi rakyat Indonesia agar mereka memperoleh kepastian hukum dan  kepastian hak atas tanah. Pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24  Tahun 1997 diberikan rumusan mengenai pengertian pendaftaran tanah.  Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah  secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,  pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data  yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang 

bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta  hak-hak tertentu yang membebaninya. 

Penjaminan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah  diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Secara khusus pengaturan  mengenai bukti atas kepemilikan tanah telah diatur dalam pasal 19 ayat 2 UUPA  dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 pasal 1, bahwa  sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang  kuat mengenai data fisik dan yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data  fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan  buku tanah hak yang bersangkutan. Penyerahan sertipikat hanya boleh diberikan  kepada orang yang namanya terdapat dalam buku tanah. Sehingga bila yang  

1 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 9.

memegang sertipikat itu belum atas namanya maka perlu dilakukan balik nama  kepada yang memegangnya sehingga terhindar dari gangguan pihak lain.2 

Laju pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, berbanding terbalik  dengan ketersediaan lahan, sementara tuntutan akan lahan merupakan  konsekwensi dari kegiatan pembangunan fisik yang memerlukan tanah sebagai  sarananya.3 Keperluan manusia akan lahan yang semakin tinggi memicu para  oknum mafia tanah yang berupaya dengan segala cara untuk menguasai tanah  milik orang lain dengan cara menyerobot atau menduduki tanah kepemilikan orang  lain. Meskipun telah dilakukan penerbitan sertipikat guna memberikan kepastian  dan perlindungan hukum terkait kepemilikan tanah, namun tanah sebagai hak  ekonomi setiap orang tetap rawan memunculkan konflik atau sengketa.4 

Salah satu sengketa pertanahan yang terjadi di masyarakat adalah  masalah penyerobotan ratusan hektare tanah milik warga di Desa Babakan Asem,  Kabupaten Tangerang. Salah satunya milik Heri Hermawan, dimana proses  pendaftaran tanahnya tidak dapat dilanjutkan karena Nomor Identifikasi Bidang  (NIB) yang sudah berganti nama ke pihak lain tanpa sepengetahuannya. Warga di  Kabupaten Tangerang merasa tidak pernah merasa menjual tanah milik mereka,  tetapi ketika mereka ingin menjual tanah mereka ternyata status kepemilikan tanah  tersebut telah berubah atas nama orang lain. Untuk mengetahui apa penyebab  dari munculnya masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. 

Rumusan Masalah 

1. Apa faktor penyebab terjadinya masalah penyerobotan tanah milik warga  di Kabupaten Tangerang? 

2. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan masalah  penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang? 

2 Darwis Anatami, “Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang Tanah”,  Samudra Keadilan. Vol. 12 No. 1, Januari-Juli 2017, hal. 4. 

3 Estevina Pangemanan, “Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah”, Lex  Privatum. Vol. 1 No. 4, Oktober 2013, hal. 57. 

4 Sonny Kurniawan, Tesis: “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang Tumpang Tindih  (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah” (Sumatera Utara: USU, 2019), hal. 6.

Tujuan Penelitian 

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya masalah  penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang. 

2. Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalah penyerobotan tanah milik warga di Kabupaten Tangerang. 

Metode Penelitian 

Jenis penelitian ini memakai penelitian kepustakaan. Pada penelitian  kepustakaan yang dikaji berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum  sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier  yang dimaksud mencakup peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel  serta jurnal-jurnal. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Secara sistematik 

langkah-langkah analisis diawali dengan pereduksian data yaitu memilih hal-hal  relevan dan sahih, kemudian diikuti pemaknaan data, dan selanjutnya hasil  analisis disajikan dalam uraian deskriptif-analitis, sesuai dengan urutan  permasalahan. Pada bagian akhir disampaikan kesimpulan.

PEMBAHASAN 

1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Permasalahan Penyerobotan di  Kabupaten Tangerang 

1) Faktor Kurangnya Pemahaman Masyarakat 

Faktor kurangnya pemahaman yang dimaksud adalah kurangnya  pemahaman masyarakat tentang undang-undang dan peraturan tentang  pertanahan khususnya yang mengatur tentang pendaftaran tanah. Sehingga  mengakibatkan masyarakat tidak memahami dengan baik tentang perbedaan  tanah yang sudah didaftarkan dan yang belum didaftarkan di Badan  Pertanahan Nasional. Hal ini karena kurangnya sosialisasi dan informasi  terhadap pentingnya pendaftaran tanah kepada masyarakat terlebih yang  berada di desa. Sehingga masyarakat menjadi tidak terlalu memperdulikan  pendaftaran tanah dan hanya mendaftarkan tanahnya ketika mereka ingin  menjual tanah tersebut.  

Mahalnya pendaftaran tanah juga menjadi salah satu penyebab  masyarakat tidak mendaftarkan tanahnya. Padahal dalam pasal 19 ayat 4  UUPA ditegaskan bahwa pembebasan biaya dalam pendaftaran tanah untuk  rakyat yang tidak mampu. Tetapi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki  pemerintah, maka dalam pelaksanaannya tidak semua dibebas biayakan.  Masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya ternyata masih cukup yakin  dengan dasar kepemilikan tanahnya berdasarkan AJB ataupun Surat  Keterangan Ganti Rugi (SKGR).5 Padahal dengan tidak didaftarkannya tanah  mereka, maka akan menimbulkan celah bagi oknum-oknum yang tidak  beritikad baik untuk menguasai tanah tersebut. 

2) Faktor Ketidak Telitian 

Faktor ketidak telitian yang dimaksud adalah ketidak telitian pejabat Badan  Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang dalam menerbitkan sertifikat hak  atas tanah. Pejabat BPN Kabupaten Tangerang yang bersangkutan tidak  memeriksa ada atau tidaknya sertipikat hak milik atas tanah yang diterbitkan  

5 Sonny Kurniawan, Tesis: “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang Tumpang Tindih  (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah” (Sumatera Utara: USU, 2019), hal. 46.

sebelumnya di atas objek tanah tersebut. Selain itu, pejabat BPN Kabupaten  Tangerang juga kurang teliti dalam memeriksa data fisik dan data yuridis atas  sebidang tanah tersebut. Kurang telitinya dalam memeriksa data-data tersebut  dalam pendaftaran tanah akan mengakibatkan kerugian kepada orang yang  berhak atas tanah tersebut karena hilangnya unsur kepastian hukum. 

3) Faktor Adanya Mafia Tanah 

Faktor adanya oknum mafia tanah dalam masalah penyerobotan tanah  milik warga di Kabupaten Tangerang merupakan faktor yang terbesar. Oknum  mafia tanah bisa berasal dari Badan Pertanahan Nasional sendiri ataupun  oknum dari luar yang sengaja melakukan tindakan pendaftaran tanah atas  objek yang juga sedang didaftarkan demi keuntungan pribadi. Para mafia  tanah akan selalu melakukan cara apapun demi menguasai sebidang lahan  tanah meskipun tanah tersebut sudah milik dan dikuasai masyarakat. 

Terdapat banyak kejanggalan dalam kasus penyerobotan tanah milik  warga di Kabupaten Tangerang yang dilakukan oleh mafia tanah yaitu adanya  penerbitan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) atas nama Vreddy dan Hendry  diatas lahan tanah milik warga. Faktanya warga tidak pernah menjual tanah  mereka tetapi NIB dan SHM sudah berubah atas nama orang lain tanpa  sepengetahuan mereka. Padahal menurut peraturan perundang-undangan  dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) memerlukan tanda tangan  dari kedua belah pihak, antara penjual dan pembeli. Sementara warga tidak  pernah melakukan penandatanganan jual beli tanah. 

Penerbitan Nomor Identifikasi Bidang dan atau Sertifikat Hak Milik atas  nama Vreddy dan Hendry dengan total luas lahan tanah masing-masing  sebesar 500 dan 200 hektare. Hal ini melanggar ketentuan pasal 3 ayat 3  Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian  Penguasaan Tanah Pertanian yang membatasi kepemilikan tanah pertanian  untuk perorangan sebesar 20 hektare. Menurut Haris Azhar Direktur Eksekutif

Lokataru, praktik penyerobotan lahan ini bisa mulus karena para mafia tanah  berkolaborasi dengan BPN.6 

Adanya celah dalam peraturan dimanfaatkan oleh oknum-oknum mafia  tanah dengan memanfaatkan asas publikasi negatif pada tanah. Jika  seseorang memiliki tanah tetapi tidak dikerjakan dalam waktu yang lama maka  para mafia akan masuk untuk mengerjakan tanah tersebut dan mengajukan  perolehan hak atas tanah tersebut, sehingga seseorang yang sebenarnya  memiliki tanah tersebut kehilangan hak untuk menuntut kembali tanahnya. 

Oleh karena itu sangat penting untuk mengerjakan tanah yang kita miliki agar  terhindar dari penyerobotan tanah oleh oknum-oknum mafia tanah. 

4) Faktor Kurangnya Pengawasan 

Kurang berfungsinya aparat pengawas sehingga memberikan peluang  kepada aparat bawahannya untuk bertindak menyeleweng dalam arti tidak  melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai sumpah jabatannya. Untuk  itu wacana pembentukan satuan tugas mafia tanah merupakan salah satu cara  untuk mengawasi kinerja para pejabat pertanahan. 

2. Upaya yang Dapat Dilakukan dalam Menyelesaikan Masalah Penerobosan  Tanah Milik Warga di Kabupaten Tangerang 

1) Upaya Penyelesaian Masalah Penerobosan Tanah Melalui Jalur di Luar  Pengadilan (non litigasi) 

Cara penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi merupakan cara  alternatif paling popular di masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan  atas tanah atau dalam istilah Bahasa Inggris yaitu Alternative Disputes  Resolution (ADR). Pemilihan cara penyelesaian ini dipilih oleh masyarakat  karena tidak perlu mengeluarkan uang yang cukup dalam dan tidak terlalu  membuang-buang waktu dalam proses penyelesaiannya. 

Upaya penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan pada umumnya  dilakukan melalui cara-cara berikut ini : 

6 Warta ekonomi, Selasa 2 Maret 2021, “Dugaan Mafia Tanah Serobot Ratusan Ha Lahan Warga  Tangerang”, diakses dari www.wartaekonomi.co.id, diakses tanggal 7 Mei 2021.

a. Negosiasi 

Negosiasi adalah proses untuk mewujudkan kesepakatan dalam menyelesaikan persengketaan antara para pihak.7 Di dalam prosesnya,  mediasi melibatkan dua atau lebih pihak yang memiliki kepentingan  sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak bisa ikut campur  dalam penyelesaian masalah ini. Dengan mediasi diharapkan akan  tercapai suatu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak  yang berseteru. Terdapat dua pendekatan mendasar dalam proses  negosiasi yaitu positional bergainer dan interest-based negotiation. 

b. Mediasi 

Mediasi adalah proses penyelesaian masalah antara para pihak yang  berseteru dengan bantuan mediator yang bersifat tidak memihak salah  satu pihak atau netral. Di dalam mediasi, suatu keputusan untuk  mencapai keputusan tetap diambil oleh para pihak yang berseteru,  bukan oleh mediator. Keberhasilan proses mediasi ini sangat  tergantung pada keinginan para pihak untuk berbicara satu sama lain  dan menetapkan sasaran pembahasan untuk menemukan solusi yang  dapat diterima masing-masing pihak.8 

c. Arbitrase 

Arbitrase menurut pasal 1 ayat 1 UU No. 30 Tahun adalah cara  penyelesaian satu perkara perdata di luar pengadilan umum yang  didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh  para pihak yang bersengketa. Mereka menyerahkan sengketa kepada  pihak ketiga netral (hakim) yang mempunyai wewenang untuk  memutuskan sebagai arbitrator atau dengan kata lain bahwa para  pihak yang bersengketa memberikan kewenangan kepada arbiter guna  menyelesaikan sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase  dibagi menjadi dua jenis yaitu Arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase  Institusional. 

7 Marwah M. Diah, “Prinsip dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar  Pengadilan”, HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT. Vol. 5 No. 2, April 2008, hal. 117.  8 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Jakarta :  Kepustakaan Populer Gramedia, 2012, hal. 249.

d. Konsiliasi 

Konsiliasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan usaha  mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai  persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Kesepakatan yang  terjadi dalam suatu konsiliasi bersifat tidak mengikat. 

Tetapi dalam kenyataan praktek tersebut di lapangan bahwa warga di Kabupaten Tangerang merasa tidak puas dengan keputusan yang timbul dari  proses penyelesaian di luar pengadilan. Hal ini dikarenakan putusan tersebut  tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga menimbulkan  ketidakpastian hukum atas hak tanah mereka. Inilah yang membuat  masyarakat masih merasa tidak tenang akan legalitas kepemilikan tanah  mereka. Warga Kabupaten Tangerang juga sudah merasa bosan dengan  mediasi dan negosiasi yang sudah sering dilakukan karena tidak ada bukti  nyata dalam penyelesaiannya. 

2) Upaya Penyelesaian Masalah Penerobosan Tanah Melalui Jalur  Pengadilan (Litigasi) 

Penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilan merupakan cara terakhir, sekiranya alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non  pengadilan (non litigasi) tidak mencapai suatu kesepakatan penyelesaian  masalah. Menurut pasal 2 UU No. 2 Tahun 1986 pengadilan umum adalah  salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada  umumnya. Kekuasaan kehakiman di Indonesia pada lingkungan peradilan  umum dijalankan oleh : 

1. Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama yang  berkedudukan di Kabupaten/Kota. 

2. Pengadilan Tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding yang  berkedudukan di Ibukota Provinsi. 

3. Mahkamah Agung RI sebagai pengadilan negara tertinggi di Indonesia. 

Ketentuan-ketentuan Perdata seperti KUHPerdata dan Hukum Acara  perdata digunakan dalam penyelesaian masalah sengketa tanah di  Pengadilan Umum. Dalam penyelesaian masalah sengketa tanah melalui  jalur pengadilan, warga Kabupaten Tangerang yang merasa dirugikan 

dapat mengajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Tangerang apabila  masalah yang dihadapi berkaitan dengan pelanggaran hukum. Sedangkan, apabila sengketa yang dihadapi berasal dari masalah  administratif atas objek tanah tersebut, maka warga Kabupaten Tangerang  dapat menuntut kejelasan dengan mengajukan gugatan tertulis kepada  Pengadilan Tata Usaha Negara Serang. 

Warga di Kabupaten Tangerang yang ingin mencari keadilan atas hak atas tanah bisa menggugat Vreddy dan Hendry karena melakukan  penyerobotan tanah milik warga dengan mengajukan gugatan kepada  Pengadilan Negeri Tangerang. Jika dalam Pengadilan Negeri Tangerang  dan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Banten dimenangkan oleh  warga, maka warga dapat mengusai kembali tanahnya itu. Tetapi jika  warga mengalami kekalahan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri  Tangerang dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Banten dikarenakan  tergugat Vreddy dan Hendry memiliki tanah tersebut berdasarkan Akta Jual  Beli. 

Dengan keyakinan bahwa warga lebih berhak atas lahan tanah  yang telah dimilikinya sejak dahulu tersebut, mereka dapat kembali  mencoba mencari keadilan dengan mengajukan permohonan Kasasi ke  Mahkamah Agung. Jika dalam permohonan Kasasi diputuskan bahwa  Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi dari  warga. Maka warga Kabupaten Tangerang dapat kembali memperoleh  keadilan atas haknya. Majelis Hakim Mahkamah Agung lalu akan  memerintahkan kepada BPN Kabupaten Tangerang untuk membatalkan  segala surat-surat alas hak lain yang berkaitan dengan kepemilikan lahan  tanah milik warga, termasuk Sertipikat Hak Milik dan Akta Jual Beli milik  Vreddy dan Hendry.

PENUTUP 

Kesimpulan 

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 

1. Faktor penyebab terjadinya masalah penerobosan tanah milik warga di  Kabupaten Tangerang dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat  tentang peraturan pendaftaran tanah sehingga mereka tidak mengetahui  pentingnya melakukan pendaftaran tanah mereka di Badan Pertanahan  Nasional. Kelalaian pejabat pertanahan dan adanya oknum mafia tanah  juga merupakan faktor terbesar maraknya penerobosan tanah milik warga  di Kabupaten Tangerang. Hal ini karena kurang berfungsinya aparat  pengawas dalam upaya pengawasan proses pendaftaran tanah. 

2. Upaya yang dapat dilakukan oleh warga di Kabupaten Tangerang untuk  menyelesaikan masalah penyerobotan tanah dengan cara penyelesaian  masalah melalui jalur di luar peradilan (non litigasi) dan penyelesaian  masalah melalui jalur peradilan (litigasi).

DAFTAR PUSTAKA 

Buku 

Harsono, B. (2008). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria. Jakarta: Djambatan. 

Muwahid. (2016). Pokok-Pokok Hukum Agraria . Surabaya: UIN Sunan Ampel  Press. 

Santoso, U. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 

Syarief, E. (2012). Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus  Pertanahan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 

Jurnal 

Anatami, D. (2017). Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas  Sebidang Tanah. Jurnal Hukum Samudra Keadilan , 1-17. 

Anggiat Perdamean Parsaulian, S. (2019). Masalah Tumpah Tindih Sertipikat Hak  Milik Atas Tanah di Kota Banjarbaru. Bhumi, Jurnal Agraria dan  Pertanahan, 129-135. 

Anom, I. G. (2015). Addendum Kontrak Pemborongan Perspektif Hukum  Perjanjian di Indonesia. Jurnal Advokasi, 183-198. 

Diah, M. M. (2008). Prinsip dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa  di Luar Pengadilan. Hukum dan Dinamika Masyarakat, 111-122. 

Kuswanto. (2017). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah dalam  Kasus Tumpang Tindih Kepemilikan Atas Sebidang Tanah di Badan  Pertanahan Nasional/ATR Kabupaten Kudus. Jurnal Akta, 71-74. 

Mintaraningrum, Y. ( 2015). Aspek Kepastian Hukum dalam Penerbitan Sertifikat  Hak Tanah. Jurnal Repertorium, 105-116. 

Naufal Muhammad, R. A. (2018). Kepastian Hukum Bagi Para Pihak Pemegang  Surat Tanda Bukti Atas Tanah Berupa Sertifikat Hak Milik Ditinjau Dari  Hukum Agraria. Jurnal Hukum Progresif, 2028-2047. 

Pangemanan, E. (2013). Upaya Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Hak Atas  Tanah. Lex Privatum, 57-66.

Peraturan Perundang-Undangan 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok  Agraria. 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang PendaftaranTanah. 

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional  Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah  Pertanian. 

Internet 

Redaksi WE Online. 2021. Dugaan Mafia Tanah Serobot Ratusan Ha Lahan  Warga Tangerang. https://www.wartaekonomi.co.id/read330167/dugaan mafia-tanah-serobot-ratusan-ha-lahan-warga-tangerang. Diakses 9 Mei 2021 pukul 10.00 WIB. 

Tesis 

Sonny Kurniawan, 2019. “Analisis Yuridis Pembatalan Alas Hak Atas Tanah yang  Tumpang Tindih (Overlapping) di Kabupaten Tapanuli Tengah (Studi  Putusan Mahkamah Agung Nomor 652 K/PDT/2016).” Program Studi  Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas  Sumatera Utara.

Comments

Tinggalkan Balasan