Makalah: Problematika Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik

MATA KULIAH HUKUM AGRARIA: “Problematika Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Milik”

DISUSUN OLEH:

IKA AMALIA SETYARINI (21110121140113)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Ana Silviana, S.H., M.Hum.

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang Telp. (024) 76480785,76480788

e-mail: [email protected]

2022

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I 2

PENDAHULUAN 2

1.1. Latar Belakang 2

1.1. Rumusan Masalah 5

1.2. Tujuan 5

BAB II 6

PEMBAHASAN 6

2.1 Hak Guna Bangunan (HGB) 6

a. Pengertian HGB 6

b. Sifat dan ciri HGB 6

c. Terjadinya HGB 6

d. Subjek HGB 7

e. Jangka Waktu dan Kewajiban HGB 7

f. Beralihnya HGB 8

g. Hapusnya HGB 9

2.2. Hak Milik 10

a. Pengertian Hak Milik 10

b. Terjadinya Hak Milik 10

c. Subjek Hak Milik 10

d. Hapusnya Hak Milik 11

2.3. Status Hukum Hak Guna Bangunan (HGB) Terhadap Hak Milik 11

2.4. Perlindungan Hukum Pemilik Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Milik Perseorangan Dan Upaya Penyelesaian Sengketa Hak Guna Bangunan Atas Hak Milik 12

BAB III 13

PENUTUP 13

DAFTAR PUSTAKA 14

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang dikenal dengan mata pencahariannya sebagai seorang petani. Negara Agraris erat hubungannya dengan tanah dengan berbaga kekayaan alam yang begitu melimpah. Berdasarkan dalam pasal 33 Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, sehingga semua tanah yang ada di dalam wilayah negara kita adalah tanah milik bersama seluruh rakyat Indonesia yang bersatu menjadi bangsa Indonesia.

Tanah memiliki arti penting bagi masyarakat karena berhubungan saagt erat dengankeberadaan suatu individu dalam lingkungannya. Indonesia sebagai negara hukum maka kewenangan dalam memilki tanah juga diatur secara hukum oleh pemerintah. Negara sebagai sebuah badan tertinggi berkewenangan untuk mengatur dan memanfaatkan tanah demi kemakmuran rakyat Indonesia sesuai amanat dalam pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia 1945. 

Sebagai bentuk pengaturan langsung dari pemerintah,  maka pemerintah mengesahkan Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau biasa dikenal dengan UUPA yang bertujuan mengatur tentang pertanahan di Indonesia. Adapun tujuan hadirnya UUPA yaitu :

  1. Unruk meletakkab dasar dasar dalam menyusun Hukum Agararia Nasional
  2. Untuk meletakkan dasar dasar dan pengadaan kesatuan serta kesederhanaan dalam hukum pertanahan. Dan,
  3. Untuk meletakkan dasar dasar dalam memberikan kepastian hukum terkait hak hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Tanah di Indonesia bersifat tetap dan tidak bertambah, untuk dapat memnuhi kebutuhan masyarakat indonesia pada tanah yang bersifat tetap, maka pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan pertanahan untuk memnuhi kepentingan orang maupun badan hukum atas tanah negara maupun atas tanah Hak Milik. Dalam obyek hukum tanah adalah hak hak penguasaan atas tanah. Hak-hak penguasaan tersebut dibagi atas dua macam yaitu sebagai lembaga hukum dan sebagai hubungan konkret.

Hak penguasaan tanah adalah suatu lembaga hukum yang belum menghubungkan antara tanah dengan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya seperti Hak Milik, hak guna usaha, Hak Guna Bangunan, hak pakai, dan hak sewa yang dijelaskan dalam pasal 20 hingga pasal 45 UUPA dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.  Kebijakan tentang hak penguasaan tanah sebagai lembaga hukum diatur dalam UUPA yang menyebutkan macam dari Hak atas Tanah Pasal 4 ayat 1 dan 2.

Pasal 4(1) dan (2) UUPA berbunyi :

  1. “Atas dasar hak menguasai dari Negara, ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan- badan hukum
  2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan
    wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian
    pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk keputusan yang langsung berhubungan dengan
    penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini
    dan peraturan yang lebih tinggi”

Pada Pasal 35 ayat (1) hingga ayat (3) UUPA mendefinisikan Hak Guna Bangunan adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan diberikan kepada warga negara indonesia dan badan hukum indonesia. Kekuatan hukum Hak Guna Bangunan lebih rendah ibandingkan dengan Hak Milik jika melihat pada jangka waktu kepemilikannya. Sedangkan Hak Milik dalam Pasal 20 UUPA dijelaskan bahwa Hak Milik merupakan hak yang memiliki sifat turun temurun, terkuat dan terpenuh serta memiliki kekuatan hukum lebih tinggi dibanding dengan Hak Guna Bangunan, sehingga sebagai pemegang Hak Milik tidak perlu lagi memperpanjang jangka waktu hak atas tanah miliknya.

Dalam realitasnya ternyata banyak dijumpai sengketa terkait Hak Guna Bangunan terhadap Hak Milik. Hal ini cukup sering terjadi akibat tidakpahamnya pihak yang terlibat terhadap konsep Hak Guna Bangunan. Misalnya saja dalam kasus Pasar Wahana Karya Rancaekek Kabupaten Bandung. Dimana pada tahun 1992 terdapat perjanjian kerjasama antara pihak KUD Wahana Karya dengan PT.ED sebagai pemilik tanah untuk mendirikan pasar yang nantinya akan dibuka kios kios untuk disewakan. Ketika tahun 1993 pasar tersebut jadi dan PT. ED memnyewakan kios tersebut kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang membeli sewa kios tersebut akan medapatkan Hak Guna Bangunan selama maksimal 20 tahun dalam kontrak.

Namun pada tahun 2015 ketika PT.ED ingin menjual tanah tersebut. Namun para pemilik kios tidak setuju dan melarang penjualan tanah tersebut. Padahal apabila dilihat kembali maka sebenarnya Hak Guna Bangunan yang dimiliki oleh para pemilik kios seharusnya sudah selesai semenjak 2013 lalu. Oleh karena itu pemilik tanah merasa bahwa para pemilik kios telah melakukan wanprestasi terhadap kontrak jual beli yang telah disepakati sebelumnya. 

Dengan melihat kasus yang ada maka penulis tertarik untuk menulis sebuah penulisan dengan perspektif hukum dengan judul :

“PROBLEMATIKA HUKUM SENGKETA HAK GUNA BANGUNAN ATAS HAK MILIK DAN UPAYA PENYELESAIANNYA”

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana status hukum Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap Hak Milik?
  2. Bagaimana perlindungan hukum pemilik Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik perseorangan dan upaya penyelesaian sengketa Hak Guna Bangunan atas Hak Milik?
  3. Tujuan
  1. Untuk Mengetahui status hukum Hak Guna Bangunan terhadao Hak Milik
  2. Untuk mengetahui perlindunga hukum pemilik Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik perseorangan
  3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa Hak Guna Bangunan atas Hak Milik

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Hak Guna Bangunan (HGB)
  2. Pengertian HGB

Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UUPA pengertian mengenai Hak Guna Bangunan dijelaskan bahwa 

“ Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”

Hak Guna Bangunan merupakan hak atas pendirian dan kepemilikan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sedniri dalam jangka waktu tertentu atau dibatasi. Sehingga baik tanah negara maupun tanah milik seseorang atau badan hukum dapat dikenai Hak Guna Bangunan.

  1. Sifat dan ciri HGB

Beberapa mengenai sifat dan ciri ciri dari Hak Guna Bangunan ialah :

  1. Kekuatan hukumnya tidak sekuat Hak Milik, namun sama halnya hak guna usaha, Hak Guna Bangunan tergolong sebagai hak yang kuat karena juga tidak mudah dihapuskan dan dapat dipertahankan dari gangguan pihak lain
  2. Hak Guna Bangunan dapat dialihkan atau dapat diwariskan oleh ahli waris yang mempunya hak. Sebagaiman diaur dalam Pasal 15 ayat 3 UUPA 
  3. Dapat beralih pihak melaui jual beli, ditukarkan, ataupun dihibahkan dan lain lain
  4. Dapat dilepaskan oleh pemiliknya menjadi tanah milik negara sebagaimana dalam pasal 40 huruf c UUPA
  5. Terjadinya HGB

Pengaturan mengenai terjadinya HGB dapat dilihat dalam Pasal 37 UUPA yaitu:

Hak Guna Bangunan dapat terjadi jika:

  1. Mengenai tanah yang langsung dikuasai oleh negara karena penetapan pemerintah
  2. Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang terbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
  3. Subjek HGB

Dalam Pasal 19 dan Pasal 20 PP Nomor 40 tahun 1996 menjelaskan bahwa subjek yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 20 mengatur mengenai pengaturan bagu pemilik Hak Guna Bangunan:

  1. Pemegang Hak Guna Bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebgaimana dimaksud dalam Pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat
  2. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum
  3. Jangka Waktu dan Kewajiban HGB

Berdasarkan Pasak 25 PP Nomor 40 Tahun 1996 menjelaskan bahwa:

  1. Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun
  2. Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.

Pemegang HGB berkewajiban sebagaimana dalam Pasal 30 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:

Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban:

  1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
  2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratannya sebagaiamana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya
  3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup
  4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus
  5. Menyerahkan sartipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
  6. Beralihnya HGB

Hak Guna Bangunan dapat dialihkan dan diatur dalam Pasal 34 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:

  1. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
  2. Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena :
  1. Jual Beli
  2. Tukar menukar
  3. Penyertaan dalam modal
  4. Hubah
  5. pewarisan
  1. Peralihan Hak Guna Bangunan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan kepada kantor pertanahan
  2. Peralihan Hak Guna Bagunan karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  3. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang
  4. Peralihan Hak Guna Bangunan karean pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang
  5. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak Pengelolaan
  6. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.
  7. Hapusnya HGB

Dihapusnya Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:

  1. Hak Guna Bangunan hapus, karena:
  1. Berakhirnya jangka waktu sebagaiman ditetaplan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya
  2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir karena
  3. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban memegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. Pasal 31 dan Pasal 32
  4. Tidak dipenuhinya syarat-syarat kewajiban- kewajiban yang terutang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan: atau
  5. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
  6. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
  7. Dicabut berdasarkan Undang-undang nomor 20 Tahun 1961
  8. Ditelantarkan
  9. Tanahnyamusnah
  10. Karena ketentuan Pasal 20 ayat (2)
  11. Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Kepunman Presiden.
  12. Hak Milik
  13. Pengertian Hak Milik

Definisi Hak Milik atas tanah terdapat pada pasal 20 UUPA sebagai berikut:

“Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”

Hak Milik merupakan hak penguasaan tanah paling kuat dan penuh diantara hak-hak tanah lainnya, sehingga pemilik dapatmenuntuk kembali ditangan siapapun benda itu berada. Hak Milik melekat pada pemiliknya selama tidak terjadi peralihan Hak Milik. 

Orang yang memegang Hak Milik bebas melakukan apapun terhaap benda yang dimiliknya selagi masih sesuai dengan peraturan perundang udnagan yang berlaku. Indonesia menganut bahwa Hak Milik mempunyai fungsi sosial sehingga penggunaannya tidak hanya untuk kepentingan pribadi namun juga melihak kepentingan masyarakat banyak.

  1. Terjadinya Hak Milik

Terjadinya Hak Milik atas tanah diatur dalam Pasal 2 UUPA yaitu nerdarakan hukum adat, adanya penetapan pemerintah, dan juga bearasal dari undang undang. Selain itu Hak Milik dapat diperoleh secara derivatin yaitu suatu subjek memperoleh tanah dari subjek hukum lainnya dengan jual beli, tukar menukar, hibah, dan juga pemberian warisan dengan wasiat.

  1. Subjek Hak Milik

Subjek Hak Milik atas tanah terdapat dalam Pasal 22 UUPA dimana yang dapat memegang Hak Milik adalah Warga NegaraIndonesia, Badan hukum tertentu, dan juga Badan Badang hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu.

  1. Hapusnya Hak Milik

Pengaturan dihapusnya Hak Milik menurut pasal 27 UUPA yaitu karena :

  1. Tanahnya jatuh kepada Negara
  2. Pencabutanhak berdasarkan pasal 18
  3. Penyerahan dengan sukarela pemiliknya 
  4. Ditelantarkan
  5. Ketentuan pasal 21 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2)
  6. Status Hukum Hak Guna Bangunan (HGB) Terhadap Hak Milik

Terjadinya Hak Guna Bangunan atas Hak Milik dapat terjadi dengan adanya pemberian akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta oleh pemegang Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan atas Hak Milik wajib didaftarkan pada kantor pertanahan. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. 

Pembebanan Hak Guna Bangunan atas Hak Milik pada dasarnya merupakan pembebanan yang dilakukan oleh pemegang Hak Milik atas tanah miliknya melalui suatu perjanjian. Dengan mendapatkan bukti berupa akta tersebut maka akan mendapatkan pembebanan atas suatu hak atas tanah yang terdaftar. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik perlu didaftarkan dengan pembuatan buku tanahnya dan harus dicatatkan pula pada buku tanah dan sartipikat Hak Milik yang bersangkutan yang dilaporkan kepada Kantor Pertanahan setempat.

Walaupun Hak Guna Bangunan ini sudah terjadi pada waktu dibuatnya akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, namun pemberlakuannya harus tetap menunggu keputusan setelah di daftarkan kepada kantor Pertanahan setempat. Setelah itu baru dapat mengikat kepada pihak keng yaitu pemegang Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik dengan seluruh ketentuan yang telah dibuat dalam perjanjian tersebut.

Mengenai jangka waktu Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik yaitu diberikan selama jangka waktu tiga puluh tahun sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 PP Nomor 40 Tahun 1996. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat dihapus karena telah habis waktunya atau dihapus sebelum jangk waktunya berakhir dikarenakan pemegang Hak Guna Bangunan tidak memnuhi kewajiban seuai dengan perjanjian yang telah disepkati oleh para pihak.

Maka setelah dihapusnya dan kepemilikan Hak Guna Bangunan telah berakhir maka tanah letak bangunan dengan status Hak Guna Bangunan akan kembali penguasaannya terhadap Hak Milik. Dengan berakhirnya status HGB maka pemegang HGB juga berkewajiban menyerahkan seluruh tanahnya kepada pemegang Hak Milik. 

  1. Perlindungan Hukum Pemilik Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Milik Perseorangan Dan Upaya Penyelesaian Sengketa Hak Guna Bangunan Atas Hak Milik

Bentuk perlindungan hukum yang didapatkan dalam Hak Guna Bangunan terhadap Hak Milik adalah dengan adanya perjanjian yang dibuat secara sah di hadapan pejabat pembuat akta. Dengan adanya akta tersebut maka akan menjadi bukti otentik kepemilikan hak terhadap status Hak Guna Bangunan.

Antara pemilik Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan harus meyepakati apapun yang ada dalam kontrak perjanjian. Sehingga perjanjian yang dibuat oleh keduanya harus benar benar disepakati dan dicermati agar tidak terdapat celah yang dapat merugikan oleh kedua belah pihak. Perjanjian yang dibuat dalam hukum perdata harus sesuai sesuai dengan pasal 1320 BW yaitu sepakat, cakap, ada suatu hal, dan sebab sebab yang halal. Isi perjanjian yang dibuat didasarkan pada asas kebebasan berkontrak selama perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan perturan perundang undangan manapun. 

Sehingga klausul klausul dalam perjanjian atau kontrak terkait Hak Guna Bangunan mengikat bagi para pihak yang berkaitan dalam kontrak tersebut. Apabila terjadi sengketa akibat tidak terpenuhinya kewajiban salah satu pihak maka dikategorikan sebagai wanprestasi. Karena telah ingkar terhadap perjajian yang telah dibuat sebelumnya.

Sehingga ketika sengketa terjadi dan upaya penyelesaiannya di muka pengadilan maka bukti otentik yang akan dipakai bagi seorang hakim dalam memutuskan adalah Akta Otentik yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta dan surat perjanjian yang telah dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan diatas maka dengan adanya sengketa terkait Hak Guna Bangunan terhadap Hak Milik maka sudah seharusnya pemilik Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan harus memiliki sertiikat Hak Guna Bangunan sebagai bentuk perlindungan hukum dan memberikan kepastian hukum bagi masayarakat. 

Selain itu perjanjian perjanjian terhadap hak guna bangnan atas Hak Milik juga harus dibuat secara tertulis sebagai bentuk pembuktian ketika terjadi sengketa bagi para pihak. Karena surat surat yang telah ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang dan isinya diketahui serta disepakati dua belah pihak maka akan menjadi alat bukti utam atau sebagai barang pembuktian.

DAFTAR PUSTAKA

Febriany, R. (2019). Tinjauan Yuridis terhadap Peningkatan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Mulyawan, R. (2015). Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Milik Perseorangan Di Pasarwahana Karya Rancaekek Kelurahan Rancaekek, Kecamatan Rancaekek Wetan, Kabupaten Bandung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria.

Puspitoningrum, W. H. (2018). Peningkatan Hak Guna Bangunan yang Habis Masa Berlakunya Menjadi Hak Milik Atas Tanah. Jurnal Hukum dan Kenotariatan2(2), 276-287.

Ramadhani, R. (2018). Konstruksi Hukum Kepemilikan Bangunan Di Atas Tanah Hak Milik Orang Lain Berdasarkan Perjanjian Build Operate And Transfer (Bot). EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial4(1).

Sappe, S., Latturete, A. I., & Uktolseja, N. (2021). Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik dan Penyelesaian Sengketa. Batulis Civil Law Review2(1), 78-92.

Yasa, I. W. S. A., Suwitra, I. M., & Puspadma, I. N. A. (2017). HAK TANGGUNGAN ATAS HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH HAK MILIK. Jurnal Hukum Prasada4(2), 80-89.

Comments

Tinggalkan Balasan