Makalah Hukum Agraria: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai
Dosen: Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H.
Disusun oleh Kelompok 9
01. Yosua Maruli Cristian Tarigan 8111422437
08. Sabina Syaharani Nurseha 8111422445
25. Nursaemah 8111422463
26. Masriantono 8111422464
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas dan bertujuan untuk menambah wawasan tentang Mata Kuliah Hukum Agraria.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Agraria. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 23 Maret 2023
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
BAB III
3.1 Hak Milik
3.1.1 Ketentuan Umum
3.1.2 Pengertian Hak Milik
3.1.2 Peralihan Hak Milik
3.1.3 Subjek Hak Milik
3.1.4 Terjadinya Hak Milik
3.1.5 Kewajiban Pendaftaran Hak Milik
3.1.6 Penggunaan Hak Milik oleh Bukan Pemiliknya
3.1.7 Pembebanan Hak Milik dengan Hak Tanggungan
3.1.8 Hapusnya Hak Milik
3.2 Hak Guna Usaha
3.3 Hak Guna Bangunan
3.3.1 Pengertian
3.3.3 Subyek Hukum Pemegang Hak Guna Bangunan
3.3.4 Tanah Hak Guna Bangunan
3.3.4.1 Hak Guna Bangunan yang berasal dari Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan
3.3.4.2 Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Milik
3.3.4.3 Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Hak Milik
3.3.5 Jangka Waktu Pemberian Hak Guna Bangunan
3.3.5.1 Perpanjangan pemberian Hak Guna Bangunan
3.3.6 Pendaftaran Hak Guna Bangunan
3.3.7 Peralihan Hak Guna Bangunan
3.3.8 Hapusnya Hak Guna Bangunan
3.4 Hak Pakai
3.4.1 Pengertian
3.4.2 Subyek dalam Hukum Hak Pakai
3.4.3 Jangka Waktu Hak Pakai
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Properti, termasuk tanah dan bangunan, adalah salah satu kondisi paling dasar untuk kelangsungan hidup manusia. Namun, kepemilikan aset ini tidak selalu jelas. Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yang mengatur tentang aturan dasar Prinsip Pertanian (PDPAA) termasuk di dalamnya berisi aturan hak dan bangunan untuk mengatur hak atas tanah. Empat jenis hak atas tanah dan bangunan yang diatur dalam undang-undang adalah hak milik, hak guna komersial, hak mendirikan bangunan dan hak pengguna. Hak tertinggi maksimum atas suatu properti adalah kepemilikan penuh, yang memungkinkan pemilik untuk memiliki, menggunakan, mengendalikan, dan mentransfer properti tanpa melanggar hukum atau peraturan yang berlaku. Selain itu, hak milik dapat dijual kepada pihak ketiga atau diteruskan kepada ahli waris.
Meskipun mereka tidak memiliki hak atas tanah, pemegang hak pertanian dapat mengelola, menggunakan, dan menggunakan tanah tersebut. Hak untuk menggunakan bangunan adalah kemampuan untuk membangun, memiliki, dan menggunakan atau memanfaatkan apa yang diberikan atas tanah kuasa seseorang selama periode waktu tertentu. Siapapun pemilik hak untuk menggunakan struktur bebas untuk menggunakan, mengendalikan dan mendapat untung darinya, tetapi mereka tidak memiliki tanah tempat struktur itu dibangun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi hak milik, hak penggunaan komersial, hak guna bangunan gedung, dan hak pengguna?
2. Apa yang membedakan hak milik dengan hak lainnya seperti hak penggunaan komersial, hak guna bangunan gedung, dan hak pengguna?
3. Apa tugas dan hak istimewa pemilik hak milik, hak untuk guna usaha , hak untuk guna bangunan dan hak pakai?
1.3 Tujuan
3
1. Menjelaskan pengertian dan perbedaan antara empat kategori hak atas tanah di Indonesia. 2. Menyertakan kriteria dan metode untuk mendapatkan setiap jenis hak atas tanah.
3. Menilai sejauh mana hak oleh pemilik masing-masing jenis hak atas tanah, termasuk hak dan tanggung jawab yang terkait dengan kepemilikan tanah.
4. Hukum hak atas tanah diterapkan di Indonesia, termasuk setiap pembatasan yang mungkin ditempatkan pada penyalahgunaan hak atas tanah.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Rahmadi Osman (2011: 215), hak milik adalah hak milik konstan paling luas yang masyarakat dapat menguasai terhadap hak atas tanah. Hak fundamental untuk memiliki properti, yang dijamin oleh konstitusi harus dimiliki oleh tiap-tiap warga negara. Hak milik diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut Kartini Mulajadi dan Gunawan Wijaya (2002: 37), hak milik adalah hak yang memberikan hak penuh kepada pemilik tanah atas cara penggunaannya sepanjang tidak mengganggu hukum atau kepentingan masyarakat umum. Hak milik adalah hak paling absolut dan terkuat atas tanah yang dapat dimiliki seseorang. Hak milik diberikan hanya kepada warga negara Indonesia dan ini merupakan keistimewaan dari hak milik, yang kemudian dapat mentransfernya atau mengalihkannya kepada pihak ketiga. Properti dapat mencakup hak asuh, sewa, atau kewajiban. Properti ini diatur oleh pasal 20 hingga 27 Undang-Undang Dasar Pertanahan.
Hak untuk mengembangkan atau mengembangkan adalah kekuasaan untuk mengembangkan tanah yang bukan merupakan pemegang hak untuk periode waktu tertentu. Kemampuan berbisnis yang diberikan kepada warga negara Indonesia dan organisasi hukum dapat dibentuk sesuai dengan aturan hukum Indonesia. Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan pertambangan adalah contoh kegiatan Hak atas Pertanian. Hak atas penggunaan komersial diatur berdasarkan Pasal 28 hingga 35 dalam Undang-undang Pokok Agraria. Menurut Rahmadi Osman (2011: 227), Hak Guna Usaha (HGU) berarti “wewenang untuk mengembangkan wilayah negara untuk jangka waktu yang ditentukan dengan imbalan pembayaran kontribusi tahunan kepada negara”
5
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
3.1 Hak Milik
3.1.1 Ketentuan Umum
Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Properti adalah tentang Hak Milik yang lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 20 hingga Pasal 27 UUPA. Namun, Pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa undang-undang yang belum dibuat akan mengatur peraturan lebih lanjut tentang Hak Milik. Akibatnya, selama undang-undang yang mengatur hak milik belum ditetapkan, Pasal 56 Undang-undang Pokok Agraria masih berlaku dan memungkinkan penerapan standar hukum adat setempat dan undang-undang lainnya.
3.1.2 Pengertian Hak Milik
Sesuai dengan pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar No. 5 Tahun 1960 tentang Prinsip Pertanahan, kepemilikan tanah adalah hak rakyat yang paling kuat dan sepenuhnya atas tanah, baik itu WNI maupun badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah berdomisili di Indonesia. Kepemilikan properti tanah bersifat turun temurun, artinya berlangsung selama pemiliknya masih hidup dan diwarisi oleh penerusnya, selama mereka disebut sebagai subjek Hak Milik. Selain itu, menunjukkan bahwa kepemilikan lebih kuat daripada hak atas tanah lainnya. Hak atas tanah tidak mempunyai tenggat kedaluwarsa dan rentan terhadap intervensi pihak ketiga dan sulit untuk dibatalkan. Karena kepemilikan absolut memberikan kekuatan paling besar untuk penggunaan lahan, fitur paling kuat ini memungkinkan pemilik hak milik untuk menggunakan kepemilikan dengan lebih bebas. Selain itu, kepemilikan tanah adalah yang paling mutlak, yang bahwasanya hak milik memberikan pemilik hak maksimum atas hak tanah lainnya. Kepemilikan penuh dapat menjadi pemilik dan pengelola hak atas tanah lain, daripada mengandalkannya. Hal ini sesuai dengan penggunaan lahan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup, konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem dan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan publik diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria.
3.1.2 Peralihan Hak Milik
6
Pasal 20 ayat 2, Undang-Undang Pengalihan Hak Atas Tanah mengatur tentang pengalihan kepemilikan tanah, yang dapat berbentuk dua kepada pihak lain, yaitu pengalihan dan pengalihan hak. Ketika pemilik meninggal dan harta secara otomatis beralih ke ahli warisnya, harta tersebut dialihkan ke tanah dengan konversi. Pendaftaran hak atas tanah yang dialihkan sebagai akibat dari konversi ditetapkan dalam pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Menteri Pertanahan/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 Pasal 111 dan 112. Pada saat yang sama, pengalihan hak terjadi ketika kepemilikan tanah dialihkan kepada pihak lain melalui tindakan hukum seperti penjualan, pertukaran, hadiah, partisipasi (pendapatan), modal perusahaan dan lelang.
Pasal 37 sampai 41 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 97-110 Menteri Perencanaan Fisik/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 mengatur tata cara pengalihan hak atas tanah dengan cara yang sah. Untuk mengalihkan kepemilikan tanah, baik itu pengalihan maupun pemindahtanganan, harus dibuktikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, pengalihan kepemilikan tanah dapat menjadi tanah milik Negara apabila dialihkan kepada orang asing, orang dengan kewarganegaraan ganda atau lembaga badan hukum yang oleh Pemerintah tidak ditunjuk secara hukum dianggap batal demi hukum.
3.1.3 Subjek Hak Milik
Pasal 21 ayat 1, UU Tanah Seragam mengatur bahwa kepemilikan tanah hanya dapat dipegang oleh orang yang berkewarganegaraan Indonesia. Pada saat yang sama, badan hukum dapat memiliki tanah sesuai dengan ketentuan pasal 21 ayat 2, UU Pertanahan Seragam dan pasal 8 ayat 1, Menteri Pertanahan/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999. Beberapa badan hukum yang mengizinkan tanah hak milik. Namun, jika pemilik tanah tidak diakui sebagai subjek hak atas tanah, mereka harus menyerahkan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut dalam waktu satu tahun kepada pihak lain yang diakui dan memenuhi syarat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka properti tanah Negara akan dikembalikan sesuai dengan Pasal 21 ayat (3) dan (4) UUPA dan tanah akan dibongkar sesuai dengan ketentuan undang-undang.
3.1.4 Terjadinya Hak Milik
Sebagaimana tertuang dalam pasal 22 UUPA, kepemilikan tanah dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:
1. Hak atas tanah menurut hukum adat.
7
Berdasarkan hukum adat saat ini, kepemilikan tanah dapat diperoleh dengan dua cara: melalui tiga sistem pertanian, reklamasi tanah oleh masyarakat adat yang dipimpin oleh kepala adat, dan Aanslibbing, di sepanjang sungai, danau atau lautan yang terkait dengan masyarakat dengan tanah yang berdekatan. Proses mendapatkan hak atas tanah membutuhkan waktu. Namun sejauh ini, tidak ada aturan formal tentang kepemilikan tanah tradisional.
2. Kepemilikan tanah karena keputusan pemerintah.
Biasanya, kepemilikan tanah berasal dari tanah milik negara dan dapat diperoleh melalui permohonan hibah hak milik yang ditentukan oleh BPNRI. SKPH ke kabupaten/subbagian harus terdaftar di departemen pertanahan kota dan mendapatkan sertifikat hak milik sebagai bukti kepemilikan. Peraturan tentang perolehan hak milik telah disetujui oleh Menteri Pertanahan dan Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 dan pendaftaran SKPH menandai adanya kepemilikan tanah.
3. Hak Milik atas tanah terjadi karena ketentuan undang-undang.
Menurut Pasal 1, 2 dan 7, ayat 1 dari ketentuan konversi UUPA, hak milik dalam properti dapat ada berdasarkan undang-undang yang menetapkannyaPeraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) No. 2 Tahun 1962 mengatur alih fungsi tanah adat. Selain itu, Hak Milik atas tanah dapat terjadi secara originair dan derivatif. Secara hukum, Hak Milik atas tanah dapat terjadi secara originair atau derivatif.
3.1.5 Kewajiban Pendaftaran Hak Milik
Setiap pengalihan hak, penegakan hak tambahan dan penghentian kepemilikan harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten atau kotamadya untuk meningkatkan validitas kepemilikan tanah. Untuk mencegah ketidaksepakatan atau konflik di masa depan atas status kepemilikan tanah, pasal 23 UUPA mengatur hal ini. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat tersebut akan ditunjukkan sebagai bukti hak milik pada saat pendaftaran awal. Sertifikat harus mencakup informasi yang komprehensif dan tidak ambigu tentang kepemilikan tanah dan hak terkait, yang berlaku untuk kepemilikan tanah, hak pengelolaan, tanah Wakaf, kepemilikan bersama dan hak tanggungan yang terdaftar dalam daftar tanah.
3.1.6 Penggunaan Hak Milik oleh Bukan Pemiliknya
8
Pada dasarnya, tugas seorang pemilik tanah adalah secara aktif menggunakan dan mengelola tanahnya sendiri. Namun, Undang-Undang Dasar Tentang Tanah (UUPA) menegaskan bahwa hak milik atas tanah dapat digunakan atau diusahakan oleh orang lain selain pemiliknya. Klausul ini tunduk pada pasal 24 UUPA dan tunduk pada batasan dan standar hukum dan peraturan yang berlaku.
3.1.7 Pembebanan Hak Milik dengan Hak Tanggungan
Menurut pasal 25 Undang-Undang Perlindungan Tanah, hak milik dapat digunakan sebagai perlindungan terhadap klaim dengan memberikan hak tanggung jawab tanah. Tanah berhak menggunakan hak tanggung jawabnya sebagai jaminan untuk membayar kewajiban tertentu. Selain itu, UU No. 4 Tahun 1996 mengatur tata cara menghubungkan hak milik dengan hak anak perusahaan dalam pasal 114 sampai dengan 119 Menteri Pertanahan/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997. Akta pemberian ketergantungan harus dimasukkan dalam pendaftaran tanah dan sertifikat ketergantungan dari hakim kabupaten/kota diperoleh oleh PPAT. Harus terdaftar di Kantor Pertanahan Kota. Oleh karena itu, jika debitur tidak membayar kembali pinjaman tepat waktu, kepemilikan properti dapat ditransfer ke kreditor.
3.1.8 Hapusnya Hak Milik
Pasal 27 UUPA mencantumkan sejumlah keadaan yang dapat menyebabkan hilangnya kepemilikan tanah dan pengalihannya kepada pemerintah. Penolakan sukarela pemilik, tidak digunakan oleh pemilik, objek hak yang tidak terbatas sebagai pemilik hak milik, pengalihan hak yang tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan dan kerusakan atau perusakan tanah yang tidak dapat diperbaiki sebagai akibat dari bencana alam adalah beberapa faktornya. Pemilik tanah harus memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemilik untuk mempertahankan kepemilikan properti.
3.2 Hak Guna Usaha
Pasal 28 Undang-Undang Dasar Pertanahan membolehkan usaha tani, perikanan, atau peternakan untuk mengelolakan di bawah penguasaan langsung Negara untuk jangka waktu tertentu yang ditentukan dalam Pasal 29. Hak penggunaan komersial diberikan selama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 35 tahun kepada perusahaan yang menghabiskan waktu paling lama. Perusahaan-perusahaan ini juga dapat meminta perpanjangan hak untuk menggunakan lahan pertanian hingga dua tahun. Orang Indonesia dan badan hukum yang
9
dibentuk sesuai dengan hukum Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia diperbolehkan memperoleh hak penggunaan komersial atau HGU.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengatur tentang peraturan kepemilikan tanah bagi perusahaan sektor pertanian pada masa orde baru. Undang-undang tersebut meliputi properti (HM), hak pakai (HGU), hak untuk membangun (HGB), dan hak untuk menggunakan (HM) (HP). Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 memberikan kebebasan yang lebih besar bagi investor dan pemangku kepentingan daripada Undang-Undang Pertanahan dengan mengizinkan perpanjangan hak atas tanah yang sama di luar jangka waktu awal dan memungkinkan kepemilikan tanah di luar peiode waktu yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Pertanahan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, hak guna usaha niaga dapat diberikan kepada tanah milik negara sebagai kawasan hutan; namun, jika lahan tersebut dibebaskan dari klasifikasi zona hutan, maka dapat diberikan hak guna komersial.Sebagaimana tertuang di pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, kewajiban pemegang hak untuk menggunakan suatu usaha sebagai pemegang hak guna usaha (HGU) harus membayar penghasilan kepada Negara.
Hak Penggunaan Komersial (HGU) bias dihapuskan jika:
1. Persetujuan atau penundaan batas waktu yang ditentukan dalam keputusan; 2. Pencabutan hak oleh pejabat yang berwenang sebelum berakhirnya batas waktu karena kegagalan dari pihak pemegang hak untuk memenuhi kewajibannya dan/atau pelanggaran terhadap Pasal 12, 13, dan/atau 14;
3. Keputusan hukum tetap dari pengadilan;
4. Pemegang hak secara sukarela membebaskan tanggung jawabnya sebelum berakhirnya batas waktu;
5. dicabut dengan UU No. 20 Tahun 1991;
6. Terlantarkan;
7. Bumi telah musnah.
8. Jika kondisi di atas terpenuhi atau jika salah satu syarat diterapkan, hak untuk menggunakan perusahaan (HGU) dapat dicabut karena dianggap melanggar ketentuan peraturan yang ada dan berlaku.
10
3.3 Hak Guna Bangunan
3.3.1 Pengertian
Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Dasar Pertanahan Nomor 5 Tahun 1960 mengatur bahwa hak akan membangun dan memiliki bangunan di atas tanah untuk periode waktu maksimal 30 tahun. Menurut Eddy, periode waktu hak bangunan (selanjutnya disebut HGB) adalah selama 20 tahun, maksimal 30 tahun, dan maksimal 20 tahun (Eddy Ruchiyat, S.H., 1989:18). Menurut Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996, tanah yang dapat berstatus sebagai hak guna bangunan adalah tanah milik negara, tanah dengan hak pengelolaan dan tanah dengan hak milik.
Hak untuk membangun memungkinkan pemegangnya untuk membangun struktur atas properti (dalam hal ini adalah tanah) yang tidak menjadi kepemilikannya. Oleh karena itu, pemilik bangunan berbeda dengan pemilik kepemilikan struktur bangunan. Pemilik hak untuk menggunakan bangunan berbeda dengan pemilik tanah tempat bangunan tersebut berada, atau pada umumnya pemilik HGB berbeda atau tidak dapat dibedakan dengan pemilik harta benda (HM). Konstruksi, dalam definisi yang paling dasar, adalah tindakan mendirikan struktur di atas tanah yang secara hukum bukan milik mereka.
3.3.2 Dasar Yuridis Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan (HGB) di Indonesia tunduk pada beberapa dasar hukum. Peraturan Dasar tentang Prinsip-prinsip Pertanahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 mengatur Pasal 35 sampai 40, 50 sampai 52 dan 55. Selain itu, pasal 2, 3, 5 dan 8 UUPA mengatur ketentuan konversi. PP Nomor 40 Tahun 1996 juga mengatur hak penggunaan bangunan komersial, hak guna bangunan dan hak guna tanah dari Pasal 19 – Pasal 38.
3.3.3 Subyek Hukum Pemegang Hak Guna Bangunan
11
Pasal 36 Undang-Undang Dasar Pertanahan mengatur kepemilikan hak atas bangunan gedung, Orang-orang yang mungkin memiliki hak untuk menggunakan bangunan tersebut ialah warga negara Indonesia (WNI); badan hukum yang berdiri dan pelaksanaannya berdasarkan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Jika seseorang atau organisasi memiliki hak untuk menggunakan kapal tetapi tidak berstatus diakui kelayakannya dalam waktu satu tahun dan tidak lagi memenuhi persyaratan yang diuraikan dalam ayat (1) bagian ini, mereka harus mengalihkan hak mereka kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Undang-Undang Pokok Agraria memungkinkan badan hukum yang berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di wilayah Indonesia untuk memperoleh hak penggunaan bangunan gedung, yang selanjutnya diatur oleh dua pasal, yaitu:
1. Berbadan hukum di bawah hukum atau peraturan Indonesia; dan
2. Berdomisili atau berkedudukan di Indonesia.
Jika badan hukum hendak memiliki HGB di Indonesia, dua elemen di atas harus ada pada saat yang sama, tidak boleh dipisahkan, atau hanya satu syarat yang terpenuhi.
3.3.4 Tanah Hak Guna Bangunan
Sesuai dengan Pasal 21 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996, jenis tanah yang memenuhi syarat sebagai hak guna untuk bangunan adalah sebagai berikut.
1) Tanah milik negara;
2) Hak pengelolaan atas tanah;
3) Tanah hak milik.
3.3.4.1 Hak Guna Bangunan yang berasal dari Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan
Hak menggunakan bangunan atau mengelola tanah di atas status sebagai tanah Negara diperbolehkan melihat keputusan Menteri Pertanian/Direktur Badan Pertanahan Negara, dengan mempertimbangkan ketentuan Peraturan No. 4 tahun 1999 tentang Menteri Negara Pertanian/Direktur Badan Pertanahan Negara, yang mengatur tentang kekuasaan untuk mengalihkan, memberikan, dan membatalkan hak atas tanah. Ketentuan ini diatur lebih rinci dalam Pasal 22 PP Nomor 40 tahun 1996.
12
3.3.4.2 Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Milik
Dalam hal hak guna bangunan gedung diperoleh tanpa permohonan langsung atas tanah milik Negara atau tanah dengan hak pengelolaan, berlaku ketentuan Keputusan Menteri Negara Pertanian Nomor 16 Tahun 1997 tentang Penataan Kepentingan Negara mengenai konversi hak milik menjadi hak guna bangunan atau penggunaan bangunan, meskipun dari tanah dengan bermacam status hak pengelolaan atau hak milik.
Seperti dapat dilihat dalam artikel, status akan berubah dari hak milik menjadi hak penggunaan bangunan dalam kasus-kasus berikut:
1) Karena bersifat sukarela, hal ini dilakukan dengan melepaskan kepemilikan tanah dan memberikan hak untuk menggunakan bangunan tersebut;
2) Sebagai hasil lelang, hasilnya diperoleh oleh badan hukum.
3.3.4.3 Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Hak Milik
Menurut Pasal 24 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang diatur dengan Keputusan Presiden, hak untuk menggunakan bangunan dapat memberikan hak milik. Undang-undang menyatakan bahwa hak untuk membangun di atas tanah hak milik mulai berlaku ketika petugas Pejabat Hak Atas Tanah (PPAT) menandatangani akta atau akta HGB yang memberikan hak untuk membangun, dalam hal ini hanya pihak ketiga yang terikat pada saat pendaftaran. Ketentuan ini tidak berlaku dalam KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak untuk mengendalikan harta tidak bergerak, terutama tanah, muncul pada saat pendaftaran dan diberikan sesuai dengan pasal 620 KUH Perdata.
3.3.5 Jangka Waktu Pemberian Hak Guna Bangunan
Menurut ayat (1) pasal 35 UUPA, hak untuk menggunakan bangunan diberikan minimal 20 tahun, maksimal 30 tahun, dan perpanjangan tidak lebih dari 20 tahun. Perpanjangan hingga 20 tahun dapat ditingkatkan atas permintaan pemegang hak dengan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik struktur. Hak penggunaan bangunan yang dapat memperpanjang masa subsidi adalah hak yang diberikan atas tanah milik Negara dan tanah dengan hak pengelolaan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Namun, perpanjangan hak bangunan yang diberikan atas tanah hak milik hanya dimungkinkan setelah jangka waktu subsidi berlalu atau hanya dalam hal kontrak.
13
Hak atas bangunan dan tanah yang haknya untuk mengelola tanah milik negara adalah untuk periode maksimal lima puluh tahun sejak tanggal pembaharuan, mulai dari periode waktu minimum dan maksimum yang ditentukan oleh undang-undang, sedangkan hak untuk menggunakan properti yang didapatkan untuk tanah hak milik cuma dapat untuk jangka periode maksimal tiga puluh tahun, tanpa renovasi atau pembaruan.
3.3.5.1 Perpanjangan pemberian Hak Guna Bangunan
Permohonan hak untuk menggunakan dan mengelola bangunan di tanah milik Crown dapat disetujui hanya jika kondisi berikut terpenuhi:
1. Tanah tetap digunakan secara tepat dan tepat sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak;
2. Pemegang Hak telah sepenuhnya mematuhi semua ketentuan untuk memberikan hak-hak tersebut;
Pemegang hak tetap berhak menjadi pemegang hak dalam arti Pasal 19; di atas lahan tetap sesuai dengan rencana penggunaan lahan daerah yang berlaku
3.3.6 Pendaftaran Hak Guna Bangunan
Pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria mengatur hal-hal sebagai berikut yang berkaitan dengan pendaftaran hak guna bangunan gedung:
1. Hak untuk membangun, termasuk ketentuan untuk memberikannya, dan setiap transfer, harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 19.
2. Bukti yang kuat diberikan melalui pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan pembatalan keabsahan hak untuk menggunakan harta tidak bergerak dan pengalihan hak, kecuali dalam kasus di mana hak tersebut ditarik karena berakhirnya batas waktu.
3.3.7 Peralihan Hak Guna Bangunan
Pasal 35 ayat 3, Undang-Undang Dasar Pertanahan secara gamblang memberikan kewenangan pengalihan hak atas bangunan gedung, yang ditegaskan pada pasal 34 PP Nomor 4 Tahun 1996. Pendaftaran pengalihan hak untuk menggunakan harta tidak bergerak dan pengalihan hak kepemilikan dan hak penggunaan komersial dari pasal 37 dan seterusnya
14
berlanjut sampai pasal 46 PP Nomor 24 tahun 1997, yang mendefinisikan prosedur untuk mewajibkan pendaftaran pengalihan hak penggunaan bangunan.
Hak penggunaan bangunan tempat dapat ditransfer dengan pembelian, penjualan, pertukaran, hibah, pendapatan perusahaan dan tindakan hukum lainnya, tetapi hak yang dialihkan hanya dapat didaftarkan melalui lelang publik dengan dukungan obligasi PPAT (Land Maker) resmi. Oleh karena itu, setiap transfer HGB yang melibatkan pembelian, penjualan, penukaran atau transfer (hibah) harus dilakukan bersama-sama di hadapan PPAT. Dalam hukum umum, penjualan, pertukaran, atau subsidi semacam itu dianggap sebagai transaksi hukum eksplisit secara tunai.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan pengalihan hak untuk menggunakan yang tidak bergerak, PPAT yang melakukan pengalihan harus mengkonfirmasi keakuratan hak untuk menggunakan bangunan yang dipindahkan dan keabsahan pihak yang hendak menerima atas pengalihan hak tanah tersebut. Keakuratan dokumen yang berkaitan dengan hak pakai bangunan yang akan dialihkan harus diverifikasi oleh PPAT sehubungan dengan tujuan pengalihan hak atas tanah. Jika yang tidak bergerak tidak memenuhi standar, PPAT harus menolak untuk membuat akta pengalihan hak untuk menggunakan yang tidak bergerak.
PPAT harus menyelidiki legalitas pemindahtanganan dan menerima pengalihan hak untuk menggunakan yang tidak bergerak sehubungan dengan objek hukum yang akan dialihkan. Pengalihan tidak dapat dilakukan jika objek hukum pengalihan tidak memiliki hak atau tidak mengizinkan transfer. Apabila subjek hukum yang hendak dialihkan bukan merupakan subjek hukum yang berwenang memegang hak untuk menggunakan bangunan gedung, ketentuan Keputusan No. 16 Tahun 1997 tentang Menteri Negara Pertanian/Direktur Administrasi Pertanahan Pertanian mengubah hak untuk menggunakan atau menggunakan bangunan dan hak untuk menggunakan bangunan dalam hak pakai.
3.3.8 Hapusnya Hak Guna Bangunan
Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria mengikuti Pasal 36 ayat (2) mengatur bahwa hak untuk menggunakan bangunan dapat dihapuskan apabila syarat-syarat berikut terpenuhi.
1. Berakhirnya tenggat waktu atau dalam masa kedaluwarsa;
15
2. diakhiri terlebih dahulu dari ketentuan berakhirnya jangka waktu disebabkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan;
3. pemegang hak harus dibebaskan sebelum berakhirnya masa jabatannya; 4. pencabutan untuk hal kepentingan umum;
5. diterlantarkan;
6. tanahnya musnah;
7. ketentuan lain yang ada atau diatur dalam Pasal 36 ayat (2).
3.4 Hak Pakai
3.4.1 Pengertian
Pasal 41 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 memuat ketentuan mengenai hak pakai. Pengertian hak pakai dalam pasal ini adalah hak untuk memanfaatkan dan/atau menerima hasil tanah yang dimiliki langsung oleh Negara atau dimiliki oleh pihak ketiga, pemberian kuasa dan kewajiban kepada pejabat yang memberikan kuasa atas pemberian tanah dalam keputusan konsesinya, atau perjanjian dengan pemilik tanah, yang bukan merupakan perjanjian sewa atau perjanjian penanaman tanah, asalkan sesuai dengan semangat dan ketentuan pasal ini. Barang milik negara yaitu tanah milik Negara, kepemilikan hak pengelolaan adalah hak eksploitasi dan hak kepemilikan adalah objek hak pakai.
3.4.2 Subyek dalam Hukum Hak Pakai
Pasal 39 ayat 40 tahun 1996 memberikan keterangan yang lebih spesifik mengenai pemegang hak pakai, yaitu:
1. Warga Negara Indonesia (WNI);
2. Badan hukum yang berdiri berdasarkan aturan hukum Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia, lembaga pemerintahan non-sektoral dan pemerintah daerah; 3. kelompok agama dan sosial;
4. WNA yang berdomisili di Indonesia;
5. Badan hukum luar dengan kantor perwakilan berdomisili Indonesia; 6. Perwakilan dari luar negara dan lembaga internasional.
3.4.3 Jangka Waktu Hak Pakai
16
Selama tanah tersebut digunakan untuk tujuan tertentu, hak untuk menggunakan dan mengelola properti milik negara diberikan untuk periode maksimum dua puluh lima tahun, yang dapat diperbarui lamanya maksimal dua puluh tahun, atau dapat diberikan terus menerus. Lembaga pemerintah sektoral dan non-sektoral, pemda kabupaten atau provinsi, perwakilan luar negeri, perwakilan dari lembaga internasional, kelompok agama dan lembaga sosial menikmati akses tak terbatas selama mereka digunakan untuk tujuan tertentu. Layanan freehold 25 tahun tidak dapat diperpanjang. Hak untuk menggunakan tanah hak milik dapat diperpanjang dengan memberikan hak penggunaan diperbarui atas akta pembuatan oleh Pejabat Hak Atas Tanah (PPAT), dan hak penggunaan baru harus segera didaftarkan dengan persetujuan antara pemilik hak.
17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kita bisa melihat dalam UUPA atau yang biasa disebut dengan definisi hukum pertanahan, termasuk definisi hukum pertanian yang memperhatikan tanah, air, ruang dan sumber daya alam. Ketentuan untuk memperoleh hak milik, hak guna komersial, hak guna bangunan gedung dan hak pengguna diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Tanggal 17 Juni 1996 Undang-undang ini disahkan untuk memfasilitasi investasi pribadi di Indonesia dan merangsang perekonomian Indonesia. Ketentuan ini mendapat dukungan publik dan juga diperluas ke UUPA No. 5 Tahun 1960 untuk memudahkan implementasi. Kondisi di mana hak-hak ini diperoleh, cara di mana mereka diberikan, apa yang harus dilakukan penerima tugas dan apa yang terjadi padanya setelah itu semuanya tunduk pada aturan ini.
Saran
Manusia bergantung pada kepemilikan aset fisik seperti tanah dan bangunan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hak milik, hak guna komersial, hak guna bangunan gedung dan hak pengguna diatur dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Untuk memberikan kepastian hukum kepada daerah dan kota, Pemerintah harus fokus pada hak atas tanah sesuai dengan peraturan lain dan UUPA. Pemilik atau pemegang hak atas tanah diharapkan segera mendaftarkan diri ke kantor pertanahan setempat dengan alasan kepastian hukum. Masyarakat perlu mendapat informasi secara aktif tentang kepemilikan, pengelolaan dan penggunaan tanah, serta hak atas tanah, seperti hak milik (HM), hak guna usaha komersial (HGU), hak guna mendirikan bangunan (HGB) dan hak pakai (HP). Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak atas tanah dan manfaatnya bagi kepentingan umum serta mendorong tertibnya perkembangan hukum pertanahan di masa depan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, U., & SH, M. (2017). Hukum Agraria: Kajian Komprehenshif. Prenada Media. Arba, M. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Sinar Grafika.
Parwati, N. K. S., & Sudjito, M. (2009). Politik Hukum Pemberian Hak Guna Usaha Setelah Berlakunya Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan Implikasinya terhadap Nasib Petani. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 21(1), 141-154.
Indonesia. (1960). Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (Vol. 144). Ganung Lawu.
Indonesia, R. (1996). Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha. Hak guna bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Arba, H. M., SH, M., Mulada, D. A., & SH, M. (2021). Hukum Hak Tanggungan: Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda Diatasnya. Sinar Grafika (Bumi Aksara).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.