MAKALAH HUKUM AGRARIA
KELOMPOK 6
HUKUM ADAT SUMBER HUKUM TANAH NASIONAL
Dosen: Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H
Disusun Oleh:
10. Imelia Damai Agusthin 8111422448
18. Ananda Nugroho Bimo Sembodo 8111422456
22. Bernadetta Putri Hapsari 8111422460
46. Sasqia Putri Ramadhani 8111422487
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Kami haturkan, yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Hukum Adat Sumber Hukum Tanah Nasional”
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Hukum Agraria. Kami sebagai penulis berharap bahwasanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca mengenai Hukum Adat Sumber Hukum Tanah Nasional.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada IBu Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Agraria. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan, tata bahasa, maupun penulisan dalam penyampaian makalah ini. Oleh sebab itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi bagi para pembaca.
Semarang, 27 Maret 2023
Penulis
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hukum adat merupakan sistem hukum yang ditetapkan dan diakui oleh masyarakat adar di Indonesia.
Pendapat dari Prof. C. van Vollen Hoven yang menyatakan bahwa keutuhan aturan tingkah laku bermasyarakat yang berlaku, mempunyai sanksi hukum dan belum dikodifikasikan ialah definisi dari Hukum Adat.
Sistem hukum ini diterapkan berdasarkan norma adat yang turun-temurun dan menjadi bagian dari budaya lokal.
Pada dasarnya sumber daya alam yaitu tanah adalah salah satu yang terpenting bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, pemilik tanah di Indonesia harus mengikuti peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Namun, di beberapa daerah di Indonesia, masyarakat adat masih menganut sistem hukum adat dalam pengelolaan tanah mereka.
Adanya sistem hukum pertanahan di masa penjajahan Belanda sebelum kemerdekaan mengakibatkan terbentuknya hukum pertanahan ganda atau dualistik.
Pada saat itu untuk golongan Eropa dan Timur Asing berlaku Hukum Tanah Barat yang mana ketentuannya bersumber dari Buku II KUHPerdata, tetapi dilain hal, golongan Pribumi berlaku Hukum Tanah Adat yang sumbernya berasal dari Hukum Adat.
Artinya Hukum Adat yang dijadikan sebagai sumber Hukum Tanah ialah Hukum Adat tidak tertulis yang sudah disempurnakan atau disaring dari hal yang bertentangan dengan kepentingan nasional.
Sumber hukum mengenai Hukum Adat dan tanah nasional dalam UUPA merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 UUPA, menyatakan hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Pasal tersebut mencerminkan bahwa Hukum Agraria Nasional terbentuk berdasarkan Hukum Adat. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang kepemilikan tanah, namun hukum adat tetap diakui dan dihormati di Indonesia
Hal ini terbukti dengan adanya Pasal 18B UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat menurut hukum adat dan hak-haknya sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia.
Oleh sebab itu, penting untuk kita dapat memahami peran hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional di Indonesia. Dengan demikian dapat terwujudnya Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) yang mewajibkan negara memimpin penguasaan dan penggunaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya guna mencapai kesejahteraan rakyat.
1.2 Rumusan Masalah
- Mengapa hukum adat dijadikan sebagai sumber hukum tanah nasional?
- 2. Apa peran hukum adat dalam pengelolaan tanah?
- Apa saja tantangan dalam pengakuan dan penerapan hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional?
- Bagaimana perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah
- Untuk mengetahui alasan hukum adat bisa dijadikan sebagai sumber hukum tanah nasional.
- Untuk mengetahui peran hukum adat dalam pengelolaan tanah.
- 3. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pengakuan dan penerapan hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional
Kemudian dalam penulisan makalah ini diharapkan adanya manfaat antara lain:
- Memperoleh ilmu selama penyusuhan makalah ini perihal hukum adat, hukum tanah nasional, dan kaitan antara keduanya.
- Diharapkan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi penulis dan para pembaca untuk bisa digunakan ataupun diimplementasikan sebagaimana sebaiknya.
BAB 2
Pembahasan
2.1 Hukum Adat sebagai Sumber Hukum Tanah Nasional
Hukum tanah adat menempati kedudukan khusus dalam UUPA, karena mayoritas penduduk negeri ini mengakui adanya hukum adat, artinya hukum adat bisa dijadikan sebgai dasar pembentukan hukum tanah nasional.
Aturan yang mengatur hak penguasaan atas tanah menjadikan hukum adat suatu landasan pembentuk. Buku berjudul Hukum Agraria dan Hak-hak Atas tanah karya dari Santoso, Urip mengatakan bahwasanya hukum adat bisa dikatakan sebagai landasan primer dalam pembentukan Hukum Tanah Nasional yang mana dapat disimpulkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960. Dalam ayat 5 disebutkan bahwa:
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan hukum agama”.
Salah satu dari sumber utama dalam penyusunan hukum tanah nasional ialah hukum adat yang menjadikan kerangka dasar dari hukum adat pun pula menjadi sumber pertama dari hukum tanah nasional, hal ini ditegaskan oleh Budi Harsono dalam Supriadi, bahwa ;
“Hukum Tanah baru yang dibentuk dengan menggunakan bahan – bahan dari hukum adat, berupa norma – norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang – undangan sebagai hukum yang tertulis, merupakan hukum tanah nasional positif yang tertulis. UUPA merupakan hasilnya yang pertama.”
Boedi Harsono mengatakan bahwa hukum adat yaitu hukum adat yang disaneer, makna disaneer disini adalah disaring, artinya hukum-hukum adat yang digunakan dalam hukum tanah nasional adalah yang dapat berlaku untuk masyarakat adat dari mulai Sabang sampai Merauke.
Kaum-kaum adat ada yang bersifat Patrilineal adanya bersifat matrilineal. maknanya ada yang mengikuti garis keturunan dari ibu sehingga Ibu memiliki unsur dominan dalam hukum, ada yang memiliki unsur patrilineal atau keturunan dari Ayah yang menentukan hukum kelanjutan dari masyarakat tersebut.
Nah beraneka ragam hukum adat ini digunakan dalam hukum tanah nasional tapi tidak serta merta 100% langsung diberlakukan. yang diberlakukan adalah hukum adat yang disaneer.
Dalam kasus di mana komunalisme agama memungkinkan kepemilikan pribadi atas tanah, dengan hak tanah pribadi, ada unsur kebersamaan merupakan contoh yang diberikan Supriadi dalam penulisan.
Lebih lanjut diuraikan bahwa sifat komunalisme agama dari konsepsi hukum tanah nasional diatur Pasal 1 ayat (2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut
“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.
2.2 Asas-Asas Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional
Hukum tanah nasional memiliki asas-asas yang berasal dari hukum adat yang termuat dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu:
“asas religius/religiusitas (Pasal 1 UUPA), asas kebangsaan (Pasal 1, 2, dan 9 UUPA), asas demokrasi (Pasal 9 UUPA), asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial (Pasal 6, 7, 10, 11 dan 13 UUPA), asas penggunaan dan pemeliharaan tanah secara berencana (Pasal 14 dan 15 UUPA), serta asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan serta tumbuhan yang berada di atasnya.”
2.3 Lembaga-Lembaga Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional
Dalam hukum adat dikenal lembaga hukum yang memiliki tugas untuk melaksanakan kebuthuan dasar dari warga.
Maka dari itu, organisasi yang dilaksanakan di dalam perkembangan Hukum Pertanahan Nasional bilamana perlu untuk disesuaikan dan pula disempurnakan mengikuti dengan perkembangan zaman masyarakat yang akan dilayaninya.
Namun penyesuaian tersebut tidak seharusnya mengubah ataupun menghilangkan sifat dan ciri identitas Indonesia dengan lembaga hukum yang relevan.
Contoh dari lembaga hukum adat yang dimaksud salah satunya adalah lembaga jual beli tanah. Hingga saat ini, kelembagaan jual beli tanah selalu mengikuti perkembangan jaman serta mengalami modernisasi yang diselaraskan tetapi tidak mengubah sifatnya yaitu perbuatan hukum pengalihan hak guna tanah dengan pembayaran cash, serta sifat dan sifatnya sebagai suatu akta yang nyata dan pasti.
Penjualan tersebut harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Notaris (PPAT).
Perubahan untuk meningkatkan kualitas pembuktian dari tindak hukum yang digarap, yang menurut hukum adat masyarakat terbatas pada ruang lingkup individu dan wilayahnya, hanya mempersyaratkan penjual untuk melakukan perbuatan itu sendiri dan diketahui oleh Kepala Desa/Adat.
Meskipun hukum adat merupakan sumber utama, dalam penjelasannya Supriadi menjelaskan bahwa bisa kemungkinan adanya peluang untuk mengadopsi lembaga baru non-adat untuk memperkaya dan mengembangkan hukum pertanahan nasional, dengan syarat selalu linear dengan Pancasila dan UUD 1945, salah satunya salah satunya adalah pendaftaran tanah.
Supriadi menjelaskan, lembaga ini diperlukan dalam proses penyusunan undang-undang pertanahan nasional lantaran seluruh prosedur yang memiliki kaitan dengan hak guna tanah dicatat, dicatat di dalam buku tanah yang selanjutnya diterbitkan sertipikat sebagai bukti kepemilikan tanah.
Hal ini penting untuk menghindari perseteruan, seperti yang disebutkan di awal. Meski terkadang banyak kasus dimana dua pihak mempersengketakan kepemilikan atas sebidang tanah (tanah) yang sama.
2.4 Peran / Implementasi Hukum Adat dalam Pengelolaan Tanah
Negara-negara Asia layaknya Jepang, India, dan Cina menggunakan dan mengenal sistem hukum dalam kehidupan mereka, seperti halnya Indonesia.
Regulasi berkembang hukum tidak tertulis dan mengembangkan dan berpartisipasi keadilan laki-laki menjadi sumbernya.
Hukum adat memiliki kemampuan yang adaptif serta fleksibel sebab aturan ini tidak tertulis dan tumbuh. 2 hak atas tanah yakni hak persekutuan dan hak perseorangan yang terdapat dalam hukum tanah.
Hak Persekutuan Atas Tanah ialah kekuasaan kelompok hukum adat yang mendasari atas sekecil apapun tanah yang ada dalam teritorial persekutuan seperti:
- Keperluan persekutuan, kantor lembaga adat, tempat ibadah, jalan, saluran irigasi, dsb dapat memanfaatkan bidang tanah tertentu oleh kekuasaan persekutuan.
- Mengatur pemberian cadangan dan peemberian manfaat seluruh bidang tanah dalam teritorial kelompok dengan kekuasaan persekutuan.
- Memberikan ijin kepada warga keompok melakukan pembukaan, pengolahan, pemanfaatan terhadap sebidang tanah tertentu, yang mana memberikan warga tersebut kewenangan hak perorangan dengan kekuasaan persekutuan.
Sedangkan untuk Hak Perseorangan Atas Tanah adalah kekuasaan atas bidang tanah tertentu oleh anggota persekutuan dari teritorial persekutuan dengan mencomot hasil seperti: sumber daya kehutanan, sumber daya kelautan, sumber daya kehewanan, dalam teritorial persekutuannya.
Hukum adat ini memiliki beberapa peran dalam pengelolaan tanah diantaranya:
- Sumber daya alam milik masyarakat dijaga, dan dilindungi karena milik atau hak mereka yang ada dalam memanfaatkan tanah untuk kepentingan masyarakat.
- Melaksanakan adat daerah dengan sesuai, misalnya menolong masyarakat dalam proses perdagangan tanah.
- Agar sumber daya alam tidak dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, maka hukum adat ini berperan sebagai alat untuk menjaga sumber daya alam. 4. Memberikan batasan kepada pemilik hak ulayat dalam memanfaatkan tanah yang dimilikinya.
2.5 Tantangan dalam Penegakan dan Penerapan Hukum Adat sebagai Sumber Hukum Tanah Nasional
Cara untuk mengukuhkan dan menerapkan common law sebagai sumber hukum pertanahan nasional menimbulkan masalah yang kompleks. Didapati bahwa hukum agraria yang terjadi atas tanah, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat di Indonesia, sesuai dengan interpretasi Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria.
Pemegang peranan penting sebagai landasan aturan dan sebagai pendetail aturan dalam UUPA adalah keberadaan hukum adat. Hak masyarakat adat atas tanah dan segala isinya memiliki rintangan menyangkut masalah pengakuan, penghormatan, dan perlindungan.
Problema sengketa didambakan berkurang dengan dilaksanakannya UU No. 5 Tahun 1960 mengenai UUPA dengan negara sebagai pemberi sebuah jaminan bagi masyarakat hukum adat.
Pasal 3 UUPA menyatakan sesungguhnya hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat yang mana sebaiknya hak-hak ulayat ditanggapi, tetapi prakteknya tidak sedemikian rupa. Apakah peraturannya perundang
undangannya dapat dibuat secara terperinci dalam bentuk tertulis tentang hak atas tanah dan pelaksanaannya.
Jangan sampai terjadi tumpang tindih yang berdampak pada tatanan hukum Indonesia oleh masyarakat adat menghilang kepemilikannya, kepenguasaannya, dan kepengelolaannya.
Penerapan hukum adat dalam perkembangan hukum pertanahan semakin membingungkan kelebihannya ketika dihadapkan pada masa era industri 4.0. Hukum adat dapat menghindari hadirnya modernisasi dan teknologi, sebagai landasan hukum agraria nasional.
Bagi hukum adat yang memiliki prinsip memfokuskan kepada rasa keadilan bersama-sama tentu sulit, sehingga terkadang berkontra dengan tujuan penerapan teknologi. Dengan tujuan utama tidak berkeadilan dalam pemanfaatan teknologi, maka akan menimbulkan ketimpangan dan masalah.
Misalnya, dokumen elektronik yang berisi data-data terkait pertanahan milik masyarakat menjadi sarana bagi segelintir pihak untuk disalahgunakan dan memperoleh keuntungan pribadi. Hukum adat bertindak sebagai penyelaras, sehingga jika eksternal dapat
mengakibatkan sesuatu maka hukum adat dapat menawarkan upaya-upaya yang adil terhadap suatu sengketa atau konflik dengan tidak melupakan prinsip keselarasannya untuk menjangkau nilai-nilai yang dianggap terpuji dalam masyarakat.
2.6 Perlindungan Terhadap Hak-hak Masyarakat Adat atas Tanah
Hak atas tanah ulayat dimiliki oleh masyarakat adat. Tanah ulayat sendiri bermakna tanah yang secara turun temurun atau secara generasi ke generasi diberikan, diwariskan, maupun dihibahkan oleh suatu kelompok masyarakat di Indonesia.
Tidak jarang bahwasannya tanah ulayat memiliki nilai sejarah serta budaya yang tinggi bagi masyarakat adat setempat karena mereka memercayai tanah ulayat sebagai anugerah dan berkat dari nenek moyang pendahulu mereka, yang diharapkan dapat bermanfaat untuk kelangsungan hidup.
Tameng terhadap hak-hak atas tanah berhak didapatkan masyarakat adat karena mereka mempunyai hak atas tanah yang dimufakati secara hukum dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bervariasi.
Perlindungan yang dihaturkan kepada masyarakat adat atas hak atas tanah nasional adalah sebagai berikut:
- Pengakuan atas hak atas tanah masyarakat adat oleh negara dan masyarakat lainnya, salah satu hal ini merupakan bentuk perlindungan yang krusial bagi masyarakat adat. Pengakuan ini meliputi pengakuan terhadap hak kepemilikan, hak penggunaan, dan hak kontrol atas tanah oleh masyarakat adat. Pengakuan tersebut juga menjamin bahwa masyarakat adat memiliki akses, kontrol, peluang atas sumber daya alam yang ada di teritorial mereka.
Pada tingkat dalam negeri, pengakuan atas hak atas tanah masyarakat adat disusun dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PPA), UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Bentuk pertahanan ini dapat mengikutsertakan pihak lain, yaitu pihak eksternal masyarakat adat. Tidak melakukan perbuatan yang membebani masyarakat adat adalah harapan pihak-pihak yang dimaksudkan, seperti pengambilalihan tanah secara paksa dan satu arah atau merusak lingkungan teritorial adat. Pengukuhan hak atas tanah masyarakat adat merupakan salah satu bentuk pertahanan yang mendasar, tujuannya untuk mencapai keadilan sosial bagi masyarakat adat dan mendukung kelestarian lingkungan. Namun, pengakuan ini membutuhkan usaha lebih lanjut agar implementasinya meningkat dan pemahaman dan kesadaran yang lebih baik antara masyarakat dan pemerintah juga meningkat. - Hak atas tanah masyarakat adat diberi perlindungan dari pengambilalihan tanah secara satu arah oleh pihak-pihak yang tidak berhak, contohnya perusahaan perusahaan besar dan pemerintah. Pengambilalihan tanah yang secara satu arah tersebut dapat membebani masyarakat adat, termasuk hak-hak mereka atas akses, kontrol, peluang terhadap tanah serta dapat mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat. Upaya yang dapat dilakukan untuk menerapkan bentuk perlindungan ini adalah dengan menegakkan hukum yang adil dan tegas, memberdayakan masyarakat adat dengan memberikan akses informasi yang lebih baik, dan mengikutsertakan secara aktif masyarakat adat dalam pengambilan keputusan.
- Penegakan hukum bagi penyimpangan atau penyelewengan terhadap hak atas tanah masyarakat berkebudayaan merupakan hambatan, tantangan, rintangan yang megah, namun hal ini sangat krusial untuk mengukuhkan perlindungan hak-hak warga berkebudayaan dan meyakinkan bahwa mereka memiliki akses yang tak ada bedanya ke tanah dan sumber daya alam di teritorial mereka.
- Pengembangan ekonomi masyarakat adat melalui pemberdayaan ekonomi lokal dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari. Melalui upaya ini, Masyarakat adat dapat meningkatkan kelestarian lingkungan dan juga meningkatkan kesejahteraan mereka. Supaya mendukung pembangunan ekonomi masyarakat adat yang berkelanjutan serta lestari, pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan sebagainya wajib untuk bersinergi.
Berbagai pihak juga terlibat dalam melindungi hak tanah nasional masyarakat adat, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Kerjasama dan sinergi antara para pihak diperlukan untuk mencapai perlindungan yang optimal terhadap masyarakat warga berkebudayaan dari hak atas tanah nasional.
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Ketika kita melihat pembahasan hukum agraria mengenai hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional, dapat disimpulkan bahwa hukum adat memiliki kedudukan krusial dalam pengelolaan dan pembangunan sumber daya alam di
Indonesia. Hukum adat sebagai sumber hukum tanah nasional ialah diakuinya hak-hak adat atas tanah yang telah ada sejak lawas dan terus dianggap eksistensinya dalam sistem hukum nasional.
Namun, meskipun hukum adat diakui secara sah oleh nasional, dalam implementasinya, hak-hak adat atas tanah masih sering dilanggar oleh pihak-pihak yang lebih dominan, seperti perusahaan-perusahaan besar dan pemerintah.
Hal ini melihatkan bahwa dibutuhkannya pertahanan akan perlindungan yang lebih kokoh terhadap hak-hak adat atas tanah.
3.2 Saran
Dalam hal ini, dibutuhkan penerapan kebijakan yang mendukung pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah, perlindungan hak tersebut, penyelesaian sengketa tanah dengan proses yang terbuka, adil, dan efisien, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat adat secara lestari.
Semua pihak dapat turut ikut serta dalam hal ini, baik dari sisi masyarakat adat itu sendiri, pihak diluar masyarakat adat, pihak pemerintah, maupun pihak sektor swasta.
Daftar Pustaka
Arba, Haji. Hukum Agrari Indonesia. 2019. Jakarta: Sinar Grafika
Lastuti Abubakar (2013) . REVITALISASI HUKUM ADAT SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM MEMBANGUN SISTEM HUKUM INDONESIA. Vol 13. No.12
Sutadi (2018) PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG PERTANAHAN DI KABUPATEN BANTUL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13448
Fathoni, M. (2021). PERAN HUKUM ADAT SEBAGAI PONDASI HUKUM PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 219-236. https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p219-236
Ismail, Mahli. (2016). Harmonisasi Hukum Adat dengan hukum pertanahan nasional (tinjauan pemanfaatan dan pelestarian aset tanah negara). https://repo.iainlhokseumawe.ac.id/?p=show_detail&id=2639
Azami, Takwim. (2022). Dinamika Perkembangan dan tantangan implementasi hukum adat di indonesia. https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/QISTIE/article/download/6487/4001
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.