Makalah Hukum dan HAM: Kasus Pelanggaran HAM Terhadap Masyarakat Adat  Bengkulu Menjadi Pertanyaan Atas Komitmen  Pemerintahan Dalam Perlindungan HAM

ESAI
HUKUM DAN HAM 

KASUS PELANGGARAN HAM TERHADAP MASYARAKAT ADAT  BENGKULU MENJADI PERTANYAAN ATAS KOMITMEN  PEMERINTAHAN DALAM PERLINDUNGAN HAM 

Disusun sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester Hukum dan HAM yang diampu oleh: 
Prof. Dr. Ristina Yudhanti, S. H., M. Hum. 

Disusun Oleh:
Pirmatondi Sahat Mangaraja Sinaga 
8111421150
No Absen : 43 

Hukum dan HAM / Selasa, pukul 15.00

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 
2022

MENAKAR KOMITMEN PEMERINTAH DALAM  PERLINDUNGAN HAM BAGI MASYARAKAT ADAT

Pasal 18 b Ayat (2) UUD 1945 menjelaskan bahwa Negara mengakui  kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya. Pada pasal ini  mendapat sebuah pengertian yang konkrit tentang sebuah negara yang tetap  mengakui kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya. Konsepsinya  walau itu sebenarnya melawan hukum namun jika hal tersebut merupakan sebuah  adat dari masyarakat hukum adat maka negara akan memaklumi dan menghormati  adat tersebut, tanpa melakukan tindak lanjut ke rana hukum negara. 

Setelah mendapatkan pengakuan dari negara melalui pasal 18b ayat (2) UUD 1945  pemerintah harus bergerak aktif dalam memberikan perlindungan HAM kepada  masyarakat hukum adat. Lalu muncul pertanyaan, apakah hukum adat itu  melanggar HAM, pada dasarnya tradisi adat itu tergolong sebagai pelanggaran  HAM, ada banyak sekali tradisi adat di indoneisa yang di nilai melanggar HAM,  contohnya saja tradisi Niki Paleg merupakan tradisi adat suku dani papua dimana  para perempuan di sana harus memotong jarinya menggunakan kapak sebagai  gambaran kesedihannya atas kematian orang terdekat. Lalu terdapat tradisi saling  tikam yang biasa di sebut Sigajang laleng lipa dari Sulawesi selatan, tradisi ini  merupakan tradisi penyelesaian masalah oleh dua belah pihak, tradisi ini  memperlihatkan kedau belah pihak akan saling tikam menggunakan belatih atau  pisau dalam satu sarung yang mana hingga salah satu musuhnya tumbang, tumbang  dalam hal ini tewas karena tertikam pisau.1 Dari kedua adat di atas didapati  keduanya melanggar pasal 28i ayat (1) yaitu hak untuk hidup dan hak untuk tidak  di siksa, namun kedua tadisi adat diatas melanggar pasal 28i ayat (1). 

lalu kenapa tidak ada penangkapan oleh aparatur negara yang mana tugas mereka  melindungi dan mengayomi masyarakat? 

Walaupun tugas seorang aparatur itu melindungi dan mengayomi masyarakar  namun dalam konsep hukum adat hal tersebut tidak dapat dilakukan penuntutan,  sesuai pasal 18b ayat (2) sebagaimana negara telah mengakui masyarakat adat dan  hak tradisionalnya, jadi jika itu merupakan sebuah adat dari masyarakat adat sekitar  maka negara tidak akan menuntut permasalahan HAM dan akan dilakukan  

1 Gen Jawara, Jupriono, Judhi, Makna Tradisi Sigajang Laleng Lipa Pada Masyarakat ‘Wara  Barat’Palopo’Sulawesi Selatan 

penuntutan terhadap tradisi adat tersebut. Namun di sisi lain banyak juga aktivis  yang menolak adanya penyiksaan dalam tradisi adat, apalagi sampai merengut nyawa seseorang, biasanya dilakukan oleh aktivis HAM yang menginginkan  pemerintah ambil Tindakan tegas. Pemerintah sebenarnya tidak dapat berbuat apa apa atas permasalahan HAM tersebut, namun gelaran aksi dari aktivis HAM terus  bergejolak melalui banyak media, baik itu turun ke jalan, melalui jurnal, artikel,  media sosial, sosialisasi dan lain-lain.2 Namun dibalik masyarakat adat yang  melakukan permasalahan HAM masyakat adat juga sering mempertanyakan  kemana HAM mereka kepada pemerintah. 

Pada kasus ini terjadi di Bengkulu sebagai provinsi yang kurang dikenal oleh  masyarakat luas namun memiliki sejuta sejarah didalamnya, Bengkulu merupakan  tempat dimana berdiri sebuah benteng yang bernama benteng Marlborough pada  pemerintahan Thomas Raffles, Bengkulu juga merupakan tempat dimana bunga 

bangkai terbesar ditemukan oleh Thomas Raffles dan menamai bunga itu sebagai Rafflesia Arnoldi,3provinsi Bengkulu tidak seterkenal provinsi di jawa, namun  tetap saja provinsi ini harus tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia, terutama pada permasalahan HAM nya. Di Bengkulu penerapan HAM masih  terbilang pasif dan tidak seaktif provinsi lain, banyaknya kasus pembunuhan yang  di akibatkan sekngketa kecil telah menjadikan provinsi ini sebagai provinsi yang  gelap dengan tingkat kriminalitas yang lumayan tinggi.  

Permasalahan HAM yang di temukan pada provinsi Bengkulu ini berasal dari  Kabupaten Seluma, dimana konflik terjadi karena pemerintah telah melakukan  pelanggaran HAM atas masyarakat hukum adat di kabupaten seluma pada bulan  Februari Tahun 2012 yang lalu. Komnas HAM mengemukanan bahwa  ditemukannya unsur pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Bengkulu dimana pemerintah membiarkan perusahaan merampas lahan yang sudah di kuasai  oleh masyarakat adat terlebih dahulu. Sengketa tanah ini terjadi antara perkebunan  Sawit PT. Sandabi Indah Lestari dan masyarakat adat pada lima desa dikabupaten  

2 bandungbergerak.id/article/detail/2868/eksistensi-hukum-terhadap-tradisi-adat-yang melanggar-ham 

3 kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/thomas-stamford-raffles-menata-kembali kota-bengkulu/

seluma. Setelah melakukan penyelidikan awal terhadap sengketa lahan antara  perusahaan perkebunan yang memenangkan lelang HGU milik PT Waysebayur itu  dengan Warga seluma. 

Meskipun belum ada rekomendasi terhadap kasus yang dapat meicu konflik yang lebih besar tersebut komnas HAM sudah menemukan adanya unsur pelanggaran  HAM. Tim penyelidik yang beranggotakan tiga orang tersebut juga melihat  langsung kondisi masyarakat setempat. Maraknya sengketa angraria yang terjadi di  beberapa daerah di Indonesia akibat kurang seriusnya pengelulaan lahan yang  melindungi Hak-Hak Masyarakat terutama Masyarakat Adat. 

Selain bersengketa PT. Sendabi Indah Lestari dengan masyarakat adat seluma, Komnas HAM juga menyelidiki kasus sengketa lahan masyarakat dengan PTPN  VII dan PT Bio Nusantara. Kehadiran PT Sendabi Indah Lestari yang mendapatkan  HGU di kabupaten seluma dan kabupaten Bengkulu utara mendapat penolakan dari masyarakat di dua daerah ini, penolakan tersebut disuarakan warga dengan  berunjuk rasa secara serentak di dua lokasi yang berbeda waktu lalu. 

Unjuk rasa penolakan dilakukan masyarakat dua kecamatan di kabupaten seluma  digelar di halaman kantor gubernur Bengkulu di kota Bengkulu, sedangkan  penolakan masyarajat kecamatan ketahun kabupaten Bengkulu utara berlangsung  di kantor bupati setempat.4 

Kasus sengeketa tanah yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan masyarakat  adat melibatkan keefektifan pemerintahan yang tidak tegas terhadap pertanahan di  kabupaten seluma dan Bengkulu utara. Pemerintah yang memberikan hak penuh  pengelolaan tanah terhadap perusahaan swasta telah membuat masyarakat adat  sekitar menajdi porak poranda, mereka mengasumsikan bahwa tanah tersebut telah  di tempati lebih dahulu oleh masyarakat, seharusnya pemerintah memberikan kekuasaan tanah terhadap masyarakat bukan malah sebaliknya memberikan hak  tanah kepada perusahaan swasta. Walau pola fikir masyarakat masih sangat  sederhana namun konsepsi mereka sebagai masyarakat adat tidak bisa di pungkiri  dan di adili oleh pemerintah, seharusnya pemerintah memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat sesuai pasal 18b ayat (2) UUD 1945 bukan malah  sebaliknya mengacuhkan masyarakat adat dan menarik semua hak-hak masyarakat  adat tersebut.

4 bengkulu.antaranews.com/berita/1288/komnas-ham-ada-pelanggaran-ham-di-seluma 

Setelah mengetahui hal tersebut maka muncullah sebuah istilah yang menyatakan  bahwa pemerintah tidak akan pro terhadap masyarakat bahkan masyarakat adat,  kekurangan literasi atas UUD tidak bisa dipungkiri, karena pada dasarnya provinsi  seakan buta terhadap Undang-Undang, tidak peduli pemerintahannya atau  masyarakatnya semuanya sama-sama buta akan Undang-Undang, namun  penerapan sistem adatnya masih terlalu kental, maka dari itu permasalahan tersebut  pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintahan tersebut di anggap sebagai  kejahatan terhadap masyarakat adat, terutama mendengar salah satu penyampaian  masyartakat yang menyatakan bahwa tanah diberikian pemerintah kepada PT  Sandabi Indah Lestari, Sementara masyarakat tidak memiliki lahan, kami tidak mau  menjadi buruh. Penyeampaian tersebut seakan menolak jika pemerintah  memberikan hak penuh terhadap penggunaan tanah oleh perusahaan tersebut karena  permasalahan lahan yang biasanya di gunakan masyarakat adat dan masyarakat  biasa bercocok tanam. Setelah mendapat keluhan dari masyarakat terhadap  sengketa tersebut maka dapat dilihat komitmen pemerintah tidak sepenuhnya  berada pada masyarakat adat, menakar komitmen yang pemerintah berikan tidak  membuat masyarakat puas justru sebalinya, masyarakat kecewa terhadap  pemerintah yang lebih memandang sebuah perusahaan dari pada masyarakat yang  seorang petani, dengan kata lain, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk  mempercayai pemerintah, dan pemerintah di nilai gagal dalam melindungi dan  menjaga hak masyarakat adat.

REFERENSI

Jurnal Nasional:
Yuliana Primawardani, Perlindungan Hak Masyarakat adat Dalam  Melakukan Aktivitas Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Di Provinsi Maluku, Vol. 8  No. 1 Dikutip dari jurnal HAM 
Laurensia Putri, Eksitensi Hukum Terhadap Tradisi Adat yang Melanggar  HAM, 2022  

Sumber Internet: 
bengkulu.antaranews.com/berita/1288/komnas-ham-ada
pelanggaran-ham-di-seluma
kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/thomas-stamford-raffles menata-kembali-kota-bengkulu/

Comments

Tinggalkan Balasan