(Buku III Burgerlijk Wetboek)
Dosen Pengampu :
Dr. Sang Ayu Putu Rahayu, S.H., M.H.
Disusun Oleh:
Ananda Jasmine Fajar (8111422278)
Icha Tri Utami (8111422279)
Tia Utami Sucianti Mawarti (8111422286) Gymnastiar Kristin Putra (8111422290)
Chintya Chrisannita Siboro (8111422300)
Fatih Hening Octavian (8111422308)
Dina Normanza Sibagariang (8111422311)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2023
Hal i
ABSTRAK
Sebagai subjek hukum manusia tidak terlepas dari hal yang bernama perbuatan hukum, dan yang paling sering dilakukan oleh manusia untuk melangsungkan kehidupannya adalah dengan melakukan transaksi seperti halnya jual beli, sewa menyewa maupun menggunakan jasa seseorang. Dalam melakukan transaksi tersebut tidak dapat terlepas dari suatu kesepakatan para pihak melalui suatu perjanjian, hanya saja terkadang orang tidak menyadari akan arti pentingnya suatu perjanjian sehingga tidak jarang permasalahan timbul akibat kurang pahamnya seseorang dalam membuat suatu perjanjian.
Perikatan adalah hubungan hukum yang terletak dalam lapangan harta kekayaan antara satu orang/lebih dengan satu orang lain/lebih, dimana pihak yang satu adanya prestasi diikuti kontra prestasi dari pihak lain. Perikatan seperti dimaksud di atas paling banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu.
Wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian”. Wanprestasi menimbulkan permasalahan, antara lain: Bilamana seorang debitur dinyatakan wanprestasi, apa akibat terjadinya wanprestasi dan bagaimana upaya agar penyelesaian wanprestasi dapat memberi perlindungan bagi para pihak.
Kata kunci: Perjanjian, Perikatan, Wanprestasi
Hal ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………..i
ABSTRAK ……………………………….ii DAFTAR ISI…………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN………………………..1
1. LATAR BELAKANG ……………………….1
2. RUMUSAN MASALAH ………………………2
3. TUJUAN ……………………………..2
BAB II PEMBAHASAN ……………………….3
1. PERIKATAN (BUKU III BW) ……………….3
2. REGELEND DI BUKU III BW ……………….6
3. WANPRESTASI DAN AKIBATNYA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN………………………………7
4. CONTOH KASUS …………………………8
BAB III PENUTUP …………………………9
KESIMPULAN ……………………………..9
DAFTAR PUSTAKA …………………………10
Hal iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak akan lepas dari sebuah perjanjian karena pada dasarnya perjanjian sudah melekat pada suatu kebiasaan manusia. Suatu perjanjian tentunya menimbulkan suatu hubungan hukum yang disebut dengan perikatan. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang atau lebih yang terletak di bidang harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu memenuhi prestasi dan yang satu berhak atas prestasi tersebut. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu.
Dalam hukum perjanjian diatur dalam pasal 1313 BW yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Hukum perjanjian mempunyai asas kebebasan berkontrak. Asas ini bertujuan agar dapat memberikan kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian dapat menyusun dan menyepakati klausul-klausul dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan dari pihak lain.
Sejatinya, banyak pasal-pasal dalam KUHPerdata hanya sebagai pelengkap dalam mengatur tentang keperdataan , sebagai contoh perjanjian. Ketentuan dalam hukum perjanjian baru dianggap berlaku mengatur apabila ternyata para pihak tidak mengatur sendiri dalam perjanjian yang mereka buat. Hal ini karena para pihak bisa saja mengenyampingkan berlakunya pasal-pasal tersebut, bahkan bisa menyimpang dari ketentuan yang ada, sepanjang penyimpangan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dengan demikian, perjanjian yang ada dalam suatu masyarakat harus diatur dalam undang-undang walaupun hanya sebagai pelengkap, akan tetapi dapat memberikan jaminan mengenai suatu perjanjian..
Hal 1
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dirumuskan tiga permasalahan sebagai berikut:
- Penjabaran mengenai Buku III BW
- Mengapa Perikatan yang lahir dari perjanjian termasuk pada peraturan yang bersifat Mengatur (Regelend Recht)?
- Adanya Wanprestasi dan apa akibat dalam pelaksanaan perjanjian?
3. Tujuan
- Memahami apa saja yang tercantum dan dibahas dalam Buku III BW.
- 2. Memahami dan menginterpretasikan peraturan yang bersifat mengatur (open system) dalam Buku III BW.
- Mengetahui akibat yang dapat ditimbulkan apabila adanya wanprestasi dari 1 pihak.
Hal 2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perikatan (Buku III BW)
A. Pengertian Perikatan
Perikatan menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan hukum kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhinya. Definisi perjanjian secara khusus diatur dalam Pasal 1313 Ayat 1 BW, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perikatan yang lahir dari perjanjian menimbulkan hubungan hukum yang membawa hak dan kewajiban kepada para pihak yang membuat perjanjian berdasarkan kemauan dan kehendak yang membuat perjanjian. Pengertian perikatan dapat dipahami sebagai hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan hukum kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi & pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi.
B. Unsur-unsur perikatan yaitu:
1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak dan kewajiban para pihak. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum sehingga menimbulkan akibat hukum. Hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
2. Kekayaan
Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita oleh seseorang dimaknai dapat dihitung. Setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang dapat dimaknai selalu merupakan perikatan.
3. Pihak-pihak/Subjek Perikatan
Subjek perikatan terdiri atas kreditur dan debitur yang memiliki hak dan kewajiban atas prestasinya. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditor dan debitor.
4. Objek (Prestasi)
Debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Menurut pasal 1234 BW wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat
Hal 3
sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu:
a. Objeknya harus tertentu
Dalam Pasal 1320 ayat (3) BW menyebutkan unsur terjadinya perjanjian salah satunya adalah suatu objek/hal tertentu. Perikatan tidak sah jika objeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan.
b. Objeknya harus diperbolehkan
Tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
c. Objeknya dapat dinilai dengan uang
Dari perspektif definisi perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d. Objeknya harus mungkin
Dibedakan menjadi ketidakmungkinan objektif dan ketidakmungkinan subjektif. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. Pada ketidakmungkinan subjektif hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya.
C. Jenis-jenis perikatan:
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 BW, perikatan berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Perikatan yang bersumber dari perjanjian
b. Perikatan yang bersumber dari Undang-undang
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 1234 BW perikatan berdasarkan wujud prestasinya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Perikatan Memberi Sesuatu
b. Perikatan Berbuat sesuatu
c. Perikatan Tidak Berbuat Sesuatu
D. Perikatan Bersumber dari Perjanjian
Yang dimaksudkan perjanjian dalam pasal 1313 BW adalah hubungan antara debitur dan kreditur. Hubungan antara debitur dan kreditur terletak dalam lapangan harta kekayaan saja. Maka perjanjian merupakan suatu kesepakatan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
Hal 4
Perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian tertulis dan secara lisan. Tetapi bentuk perjanjian dengan lisan akan sulit pembuktiannya. Ada 3 bentuk perjanjian tertulis, yaitu: perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak, serta perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris.
Menurut pasal 1320 BW syarat sah perjanjian yaitu :
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (unsur kesepakatan)
- Cakap untuk membuat perikatan (pasal 1330 BW)
- Suatu hal tertentu (objek dalam arti prestasi)
- Suatu sebab atau causa yang tidak dilarang
Syarat pertama dan syarat kedua menyangkut subjeknya, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai objeknya. Tidak dipenuhinya syarat objektif dalam suatu perjanjian mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Hal 5
2. Sifat Regelen di Buku III BW
Buku III Burgerlijk Wetboek mengatur tentang Perikatan yang lahir karena perundang undangan dan perjanjian. Perikatan yang lahir karena undang-undang bersifat memaksa atau dwingend recht sedangkan perikatan yang lahir karena perjanjian pada buku III BW bersifat regelend recht yang mana menganut open system, artinya hukum perikatan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subjek hukum yang bersangkutan, baik yang sudah ada dalam perundang-undangan maupun yang belum atau tidak ada dalam perundang-undangan, dan dengan bentuk atau format apapun serta dengan substansi atau isi yang sesuai dengan keinginan subjek hukum. Kebebasan tersebut lebih dikenal dengan freedom of contract atau asas kebebasan berkontrak seperti yang tertera pada pasal 1338 ayat 1 BW yang menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Menurut Subekti kalimat “semua perjanjian” merupakan simpulan dalam asas kebebasan berkontrak yang seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa subjek hukum dibebaskan membuat suatu perjanjian apapun, dan perjanjian itu akan mengikat subjek hukum yang membuat perjanjian itu sendiri sebagaimana mengikatnya undang-undang. Namun kebebasan ini tetap dibatasi sesuai dengan Pasal 1337 BW yaitu “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.”
Hal 6
3. Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam pasal 1234 BW bahwa prestasi adalah seseorang yang memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bila seseorang:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
- Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana seharusnya; – Terlambat melakukan apa yang dijanjikan, dan
- Melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kontrak.
Wanprestasi diatur pada pasal 1324 BW, bahwa ‘Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya’.
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan antara debitur dan kreditur. Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Total breachts, artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan 2. Partial breachts, artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan. Wanprestasi erat kaitannya dengan somasi. Somasi adalah teguran dari kreditur terhadap debitur agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya. Seorang debitur dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur. Somasi ini minimal dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru Sita. Namun, jika debitur tidak mengindahkan somasi tersebut, maka kreditur berhak membawa persoalan tersebut ke pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan apakah debitur wanprestasi atau tidak.
Wanprestasi lebih tepat diterjemahkan sebagai default daripada breach (of contracts). Default lebih merujuk pada tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perjanjian untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau membayar suatu jumlah tertentu. Breach lebih merujuk pada pelanggaran suatu perjanjian secara umum misalnya pelanggaran atas pasal pernyataan dan jaminan, tidak berbuat curang dan sebagainya termasuk di dalamnya wanprestasi. Maka, jika suatu pihak melakukan default maka sudah pasti melakukan breach, dan begitu juga sebaliknya.
Jika debitur dalam keadaan wanprestasi, maka kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1267 BW, yaitu: 1. Pemenuhan perjanjian;
Hal 7
2. Pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi
3. Ganti kerugian
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan dengan ganti rugi
Akibat dari wanprestasi adalah dapat dipahami dari tuntutan ganti rugi dibatasi oleh syarat-syarat:
a. Kerugian yang benar-benar diderita
b. Kerugian harus bisa dibuktikan
c. Kerugian harus dapat diduga/diperhitungkan debitur pada waktu timbulnya perikatan d. Kerugian harus merupakan akibat langsung, kalau ia menurut pengalaman manusia patut diharapkan muncul karena wanprestasi.
4. Contoh Kasus
Beberapa contoh dari perikatan yang lahir karena perjanjian antara lain adalah perjanjian pinjam meminjam, jual beli, tukar menukar, sewa menyewa dan lain- lain. Perjanjian kredit merupakan contoh dari perjanjian yang berakar dari perjanjian pinjam meminjam..Perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditur dengan pihak lain sebagai debitur yang mewajibkan debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam suatu perjanjian kredit, setelah perjanjian (perbuatan hukum) ditandatangani oleh kedua belah pihak dan saksi, maka akan timbul hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum itu mengatur apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dan mengikat kedua belah pihak tersebut (pacta sun servanda).
Merujuk pada definisi perikatan menurut Prof. Subekti, maka hubungan hukum kedua pihak dipresentasikan pihak Debitur sebagai pihak yang berhak atas sesuatu (uang/kredit) dan Kreditur sebagai pihak yang berkewajiban memenuhi (uang/kredit). Tentu hal ini tidak hanya terbatas pada penyerahan uang sebagai hak Debitur, tetapi juga kewajiban Debitur untuk memberikan jaminan (borgh) kepada Kreditur dan perjanjian lainnya, seperti cara pembayaran, tenggat waktu dan sanksi apabila janjian tidak dipenuhi. Jika masing-masing pihak memenuhi semua janjinya dengan sempurna, maka masing-masing pihak dinyatakan telah menunaikan Prestasi. Namun sebaliknya, apabila salah satu pihak tidak memenuhi janjinya dengan sempurna, maka pihak tersebut dinyatakan telah melakukan Wanprestasi.
Hal 8
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Buku III Burgerlijk Wetboek mengatur tentang Perikatan yang lahir karena perundang undangan dan perjanjian. Perikatan yang lahir karena perjanjian merupakan sebuah hubungan hukum yang terjadi antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya dimana pihak yang satu memenuhi prestasi dan yang satu berhak atas prestasi tersebut dengan didasari atas sebuah perjanjian atau kesepakatan. Perjanjian sendiri diatur dalam pasal 1313 BW yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Hukum perjanjian mempunyai asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Asas ini bertujuan memberikan kebebasan kepada para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian sehingga dapat menyusun dan menyepakati klausul-klausul dari perjanjian tersebut. Dapat dilihat melalu asas tersebut bahwa perikatan yang lahir karena perjanjian pada Buku III BW bersifat regelend yang mana menganut open system, artinya hukum perikatan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subjek hukum yang bersangkutan.
2. Daftar Pustaka
Tim Dosen Perdata-Dagang. (2021). Buku Ajar Hukum Perdata. BPFH UNNES
Wahidin. (2021). Pentingnya Nota Kesepakatan Pelaksanaan Tanggung Renteng Ganti Rugi Pasca Putusan Perkara Perdata Inkrah. Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Rumopa, Henry Rizard. (2010). Diakses pada 7 Maret 2023, dari lib.ui.ac.id/file?file=digital/128810-T%2026639-Keabsahan%20perjanjian-Literatur.pdf
journal.unigres.ac.id/index.php/JurnalProHukum/article/ /725
djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-palembang/baca-artikel/14220/Pentingnya-Nota-Kesepakatan-Pelaksanaan-Tanggung-Renteng Ganti-Rugi-Pasca-Putusan-Perkara-Perdata-Inkrah.html
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.