Film animasi “Merah Putih: One For All” baru aja rilis trailer-nya jelang perayaan HUT ke‑80 Republik Indonesia.
Alih‑alih bikin bangga, warganet justru menyoroti kualitas animasinya yang dianggap jadul dan ga sebanding dengan klaim anggaran Rp 6,7 miliar.
Berikut ulasan lengkap untuk kau yang lagi penasaran.
Kenapa Film Ini Dibuat?
Produser Toto Soegriwo lewat perusahaan Perfiki Kreasindo menggandeng sutradara Endiarto & Bintang untuk menggarap film bertema nasionalisme ini.
Proyek tersebut digarap kurang dari sebulan supaya bisa tayang sekitar 14 Agustus 2025, bertepatan dengan momen Hari Kemerdekaan.
Ceritanya tentang delapan anak dari latar belakang suku berbeda yang membentuk “Tim Merah Putih”.
Mereka harus mencari kembali bendera pusaka yang dicuri sebelum upacara 17 Agustus.
Menurut produser, film ini ingin menanamkan semangat gotong‑royong, keberagaman, dan kebanggaan terhadap Merah Putih dalam balutan animasi yang bisa dinikmati keluarga.
Alasan Film Ini Dicibir
Trailer yang dirilis di YouTube Historiaka Film langsung menuai reaksi negatif. Beberapa poin kritiknya:
- Grafis dan animasi di bawah standar. Warganet membandingkan dengan film animasi lokal lain seperti Jumbo dan menyebut kualitas teknisnya jauh tertinggal.
Produser bahkan mengakui bahwa aset untuk karakter dan lingkungan dibeli dari platform Daz3D—contohnya latar “Street of Mumbai”—yang bikin setting terasa asing. Aset‑aset ini hanya seharga puluhan dolar, sehingga timbul pertanyaan ke mana larinya dana miliaran. - Cerita terasa klise dan eksekusi tergesa‑gesa. Karena dikejar tayang sebelum 17 Agustus, proses produksi berlangsung sangat cepat. Kritikus film Hanung Bramantyo menyebut film ini “di bawah standar industri” dan mengherankan kenapa bisa mendapat slot rilis nasional.
- Ga mencerminkan budaya lokal. Penggunaan aset generik membuat nuansa film ga terasa Indonesia. Netizen menuding inilah salah satu alasan biaya produksi ga sebanding dengan hasil.
Perbandingan Jumbo x Merah Putih: One for All
Jumbo | Merah Putih: One for All |
---|---|
Rp48,8 miliar | Rp6,7 miliar |
5 tahun | >1 bulan |
Jumbo biaya per bulan Rp813,3 jt
- Respons produser yang terkesan defensif. Alih‑alih meminta maaf, produser Toto Soegriwo menyuruh netizen “senyumin aja” dan menganggap komentar sinis justru memviralkan film.
Apakah Ada Aturan Hukum Terkait?
Isu lain yang muncul adalah penggunaan bendera Merah Putih di judul dan cerita film. Banyak yang khawatir film ini melanggar aturan tentang lambang negara. Berikut penjelasannya:
- Undang‑Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mengatur bahwa bendera negara ga boleh dirusak, dicoret, atau ditambahkan huruf/angka/gambar lain.
UU ini juga melarang penggunaan bendera untuk iklan atau keperluan komersial. Pelanggaran berat bisa dihukum penjara hingga 5 tahun atau denda Rp 500 jut. - Dalam film “Merah Putih: One For All”, bendera Merah Putih dijadikan elemen cerita, bukan sebagai reklame atau kemasan produk.
Secara hukum, penggunaan bendera dalam konteks seni diperbolehkan asalkan ga menghina atau merendahkan kehormatan bendera.
Selama film ga mengubah bentuk Merah Putih atau menjadikannya properti iklan, ia ga melanggar Pasal 24 UU tersebut. - UU Perfilman Indonesia (UU 33/2009) juga ga melarang penggunaan lambang negara dalam karya audiovisual, selama karya tersebut mematuhi standar sensor dan etika.
Ada Hubungannya dengan Pemerintah?
Sempat beredar rumor bahwa film ini dibiayai pemerintah karena memakai logo resmi HUT RI dan gencar promosi nasionalis. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menepis rumor tersebut.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menjelaskan bahwa Kemenparekraf ga mengalokasikan dana maupun memberi dukungan promosi untuk film ini.
Mereka hanya pernah menerima audiensi dari tim produksi untuk mendengar konsep, tapi ga ada bantuan pendanaan. Jadi, film ini murni proyek swasta dari Perfiki Kreasindo.
Pemerintah hanya mendorong ekosistem animasi Indonesia tapi ga terlibat dalam produksi maupun distribusinya.
Apa Solusinya?
Banyak pihak kecewa karena film berbiaya besar justru tampil seadanya. Agar kejadian serupa ga terulang, berikut beberapa solusi dan tindakan preventif:
- Transparansi anggaran dan proses produksi. Produser sebaiknya membuka laporan penggunaan dana kepada publik atau se-ga-nya kepada investor. Ini mencegah kecurigaan bahwa dana ga digunakan semestinya.
- Libatkan talenta lokal dan perbanyak riset. Daripada beli aset generik dari luar, tim bisa menggandeng studio animasi lokal dan desainer yang paham budaya Indonesia. Dengan riset mendalam, latar dan karakter akan terasa lebih autentik.
- Perencanaan jadwal yang realistis. Film animasi berkualitas ga bisa dikejar dalam hitungan minggu. Produsen perlu memberi waktu cukup agar animator bisa menyiapkan storyboard, modeling, dan rendering dengan baik.
- Evaluasi dan pembinaan dari asosiasi film. Asosiasi industri atau badan sensor bisa memberikan konsultasi selama tahap pra‑produksi agar karya memenuhi standar teknis dan etika, termasuk penggunaan simbol negara.
- Penegakan undang‑undang lambang negara. Pemerintah perlu terus mensosialisasikan Pasal 24 UU 24/2009 kepada kreator konten. Masyarakat pun harus paham bahwa penggunaan bendera Merah Putih boleh saja dalam karya seni, namun dilarang untuk iklan, merk dagang, atau pengubah bentuk. Jika terjadi pelanggaran, sanksi pidana siap menanti.
- Kritis tapi dukung karya lokal. Penonton boleh aja mengkritik, tapi sebaiknya disertai saran konstruktif. Dukungan terhadap industri animasi dalam negeri tetap penting supaya kualitasnya berkembang.
Kesimpulan
“Merah Putih: One For All” sejatinya ingin mengangkat semangat nasionalisme melalui cerita anak‑anak yang menyelamatkan bendera. Namun karena eksekusinya terburu‑buru dan asetnya generik, film ini dicibir meski berbiaya miliaran.
Secara hukum, penggunaan bendera dalam film diperbolehkan selama ga merusak atau mengkomersialkannya.
Pemerintah pun ga ikut campur dalam pendanaan. Ke depannya, industri animasi Indonesia perlu transparansi dan perencanaan matang agar karya berbuah pujian, bukan cibiran.
FAQ
Merah putih one for all tentang apa?
Film bertema Hari Kemerdekaan Indonesia. Ceritanya sekelompok anak berpetualang nyari bendera Merah Putih yang hilang buat dipake perayaan kemerdekaan desa mereka.
Berapa biaya produksi merah putih one for all?
Diklaim biaya produksi Rp6,7 miliar dengan pengerjaan kurang >1 bulan.
Siapa yang membuat merah putih one for all?
Produser film ini Toto Soegriwo, sumber IG @totosoegriwo tanggal 9 Juli 2025.
Apakah film Merah Putih One for All didanai pemerintah?
Film diakui murni proyek internal dari orang-orang industri film, bukan uang negara.
Apakah animasi merah putih one for all buatan pemerintah?
Perfiki Kreasindo yang =produksi Film “Merah Putih: One For All”. Rumah produksi yang bernaung di bawah Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.
Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.