Aku sediain 2 versi jawaban ya. Jawaban singkat di threads↗️.
Ini versi lengkapnya (praktis + berbasis pasal).
Ssst, ada tips dibagian akhir.
Salam #MasBro #MbakBro
Masalah: Rumah peninggalan pewaris, tapi sertifikatnya “ga lengkap” (mis. masih atas nama almarhum/ah, dokumen pendukung kurang, bahkan belum bersertifikat), gimana membagi waris dan mengurus legalitasnya?
1. Pisahkan dulu: harta bersama vs harta pribadi
- Harta bersama (gono‑gini) = yang diperoleh selama perkawinan; bukan otomatis seluruhnya jadi harta waris. Yang masuk harta waris hanya porsi milik almarhum/ah. Dasar: Pasal 35 UU Perkawinan (harta selama perkawinan = harta bersama; harta bawaan/hadiah/warisan = milik pribadi)
- Untuk keluarga Muslim, pedomannya KHI Pasal 96: saat cerai mati, ½ harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama—sisanya baru jadi harta warisan almarhum/ah. (KHI Pasal 96).
Praktik: kalau rumah dibeli saat menikah → hitung dulu ½ bagian untuk suami/istri yang masih hidup; baru sisanya dibagi sebagai warisan.
2. Tentukan siapa ahli waris & porsinya
- Muslim (KHI): bagian pokok antara lain:
- Janda/duda: ¼ jika tidak ada anak; ⅛ jika ada anak. (KHI Pasal 180; lazim dirujuk via ulasan KHI).
- Anak laki‑laki : anak perempuan = 2 : 1 (KHI Pasal 176).
- Orangtua: ibu ⅙ bila ada anak; dll (KHI Pasal 178).
- Ahli waris pengganti (cucu menggantikan anak yang wafat lebih dulu) → KHI Pasal 185. Badilag
- Non‑Muslim (KUH Perdata): Golongan I = suami/istri + anak/keturunannya; mereka mewarisi bersama. (Pasal 852, 852a BW).
Jika ada wasiat, perhatikan juga ketentuannya (KUHPerdata & KHI mengakui wasiat).
3. Buat bukti ahli waris yang sah
Salah satu dari:
- Akta Keterangan Hak Mewarisi/Surat Keterangan Waris (Notaris) – diakui sebagai “surat tanda bukti sebagai ahli waris” dalam rezim pertanahan, pasca Permen ATR/BPN No.16/2021 (lihat praktik dan kajian pasal 111 ayat (1) huruf c angka 5).
- Penetapan Pengadilan (PA/PN sesuai agama/objek).
- Surat Keterangan Waris BHP (untuk subjek tertentu).
4. Cek status “sertifikatnya ga lengkap”, lalu pilih jalur
A. Udah ada sertifikat (SHM/HGB), tapi belum balik nama/berkas kurang
Langkah ringkas balik nama karena waris di BPN (PP 24/1997 Pasal 42):
- Siapkan: sertifikat asli, akte kematian, bukti ahli waris (poin #3), SPPT PBB, dll.
- Ajukan pendaftaran peralihan hak karena pewarisan. Jika ahli waris lebih dari satu:
- Bisa dicatat sebagai hak bersama; atau
- Buat Akta Pembagian Waris (APW) terlebih dulu, lalu balik nama ke salah satu ahli waris sesuai APW. (PP 24/1997 Pasal 42 ayat (4)-(5)).
Catatan: BPN wajib menolak kalau dokumen tidak lengkap / obyek sengketa (PP 24/1997 Pasal 45). BPHN
B. Belum bersertifikat (girik/letter C, riwayat kampung)
- Daftarkan “hak lama” lebih dulu atas nama pewaris (first registration), baru bisa dialihkan ke ahli waris. Dasar: PP 24/1997 Pasal 24 (pembuktian hak lama) dan Penjelasan Pasal 42 ayat (2): peralihan karena waris baru didaftar setelah pendaftaran pertama atas nama pewaris.
- Bukti lazim: riwayat tanah/letter C, SPORADIK (pernyataan penguasaan fisik), saksi & pengesahan desa/kelurahan, pengukuran/pengumuman → terbit sertifikat atas nama almarhum/ah, baru proses waris (poin A).
5. Pajak & biaya yang perlu diantisipasi
- BPHTB karena waris: terutang setelah dikurangi NPOPTKP (ditetapkan Perda). Tarif maksimal 5% dari (NPOP − NPOPTKP). (Kerangka: PDRD/HKPD).
- UU HKPD No.1/2022 memberi batas minimal NPOPTKP waris/hibah wasiat dalam hubungan keluarga ≥ Rp300 juta (daerah boleh tetapkan lebih tinggi via Perda).
6. Praktik aman membagi rumah warisan
- Buat daftar aset & statusnya (harta bersama/pribadi; ada HT/sita/tunggakan PBB?).
- Hitung porsi pasangan (½ harta bersama—khusus keluarga Muslim eksplisit di KHI Pasal 96).
- Tentukan ahli waris & bagiannya (KHI/KUHPerdata; lihat poin #2).
- Dokumentasikan mufakat dalam Akta Pembagian Waris di Notaris/PPAT (opsional tapi sangat dianjurkan).
- Urus balik nama karena waris di BPN (poin #4).
- Kalau mau dijual: selesai balik nama → AJB di PPAT → pelunasan BPHTB/PPH → balik nama ke pembeli.
Tips: kalo ada ahli waris di bawah umur atau ada yang wafat lebih dulu, mintakan nasihat PA/PN (wali/ahli waris pengganti). (KHI Pasal 185; KUHPerdata Pasal 841‑848).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.