Sedang mencari bahan Makalah Hukum Internasional?
Silahkan simak dibawah ini.
ESAI
HUKUM INTERNASIONAL
PENYELESAIAN SENGKETA PERIKANAN ANTARA NORWEGIA DAN INGGRIS MENGGUNAKAN SISTEM DIPLOMASI MELALUI MAHKAMAH INTERNASIONAL SESUAI PROSEDUR HUKUM INTERNASIONAL
Disusun sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester Hukum Internasional yang diampu oleh:
Sonny Saptoajie Wicaksono, S.H., M.Hum.
Disusun Oleh:
Pirmatondi Sahat Mangaraja Sinaga
8111421150
No Absen : 42
Hukum Internasional / Rabu, pukul 07.00
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha esa atas berkatnya kita masih diberikan kesehatan dan kegembiraan sampai hari ini. Pertama-tama penulis mengcupkan terimakasih kepada Tuhan yang maha esa atas berkatnya penulis selalu diberikan Kesehatan dan kemudahan dalam membuat makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan terimkasih kepada kedua orang tua penulis, karena dukungan mereka penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan juga penulis mengucapkan terimkasih kepada dosen hukum internasional, pak sonny karena beliau saya dapat membuat makalah ini.
Sering kali kita berfikir bagaimana suatu perdamaian dapat terjadi, namun jawaban yang selalu kita dapat hanyalah jawaban yang sama, sedangkan dalam hukum, kita di wajibkan untuk melihat kedua sisi baru dapat menyimpulkan sesuatu, dari sini kita harus juga tahu alasan kenapa perdamaian itu ada, untuk itu penulis berupaya memberikan pengetahuan tambahan terkait perdamaian dan perang sebagai pesan rahasia untuk menyelesaikan sengketa antar negara. Penulis berharap setelah di publishnya makalah ini akan menjadi jawaban atas semua pertanyaan pembaca yang selama ini terfikirkan.
Semarang, 6 Desember 2022
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………..2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………….3
BAB I…………………………………………………………………………………………………………..4
Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………………..4 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………..5
A. Peristiwa Anglo Norwegian Fisheries Case 1951 petaka bagi inggris …….5
B. Sengketa Anglo Norwegian Fisheries Case dibawa ke International Court Justice menggunakan sistem Diplomasi ………………………………………………………………………6
1. NEGOSIASI……………………………………………………………………………………………………….7
2. MEDIASI…………………………………………………………………………………………………………..7
3. JASA-JASA BAIK………………………………………………………………………………………………7
4. KONSILIASI ……………………………………………………………………………………………………..8
5. PENCARIAN FAKTA…………………………………………………………………………………………8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………….9
KRITIK ……………………………………………………………………………………………………….9 SARAN……………………………………………………………………………………………………….9 REFERENSI…………………………………………………………………………………………………10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laut merupakan sumber kehidupan manusia sejak lama, manusia selalu bergantung pada kekayaan laut yang di berikan yang maha kuasa, namun dibalik kayanya laut setiap negara, banyak warga negara yang berasal dari negara lain mengambil kekayaan laut tersebut di negara lain, konsep itu sebanarnya masuk akal karena laut itu hak milik Bersama, namun dibalik konsep itu, jika warga negara lain itu mengambil kekayaan laut pada negara lain, maka masyarakat yang berada pada negara yang kekayaan lautnya diambil itu tidak kebagian kekayaan laut milik negaranya yang melimpah, sehingga merugikan negara tersebut, dapat dibilang negara tersebut melangalami kerugian, maka dibuatlah sebuah batas teritorial yang memungkinkan setiap warga negaranya dapat mengambil sumber daya alam milik negaranya, dan warga negara yang mengambil kekayan laut pada negaranya dianggap sebagai pencuri sumber daya alam, dan yang bertanggung jawab bukan orang-perorangan, namun negara tempat si pencuri yang mengambil kekayaan itu dapat bertanggung jawab.
Secara tradisional, kedaulatan negara maritim selalu didasarkan pada prinsip dan rezim perairan teritorial. Akan tetapi, kebutuhan yang besar akan laut ini, khususnya perikanan, telah menimbulkan tuntutan negara-negara maritim akan kebutuhan individu, sehingga membentuk situasi bersama terhadap laut. Perlunya memperjelas hak dan batasan hukum.
Rumusan Masalah
– Bagaimana insiden Anglo Norwegian Fisheries Case dapat terjadi? – Apakah sengketa antara Norwegia dan Inggris dapat di selesaikan dengan cara Diplomasi dalam peristiwa Anglo Norwegian Fisheries Case?
BAB II
PEMBAHASAN
A Peristiwa Anglo Norwegian Fisheries Case 1951 petaka bagi inggris
Pada tahun 1951 ada kasus antara Inggris dan Norwegia (Anglo Norwegian Fisheries Case) dimana pada kasus tersebut Norwegian membuat klaim terhadap lautnya, karena dengan bentuk konfigurasi tertentu (fringing of islands dan deep identation) Norwegia menutup laut dengan menarik garis diantara karang
karang tersebut. Penarikan ini disebabkan nelayan Norwegian secara tradisional mengambil ikan di daerah tersebut, sehingga dengan penarikan garis pangkal ini wilayah laut Norwegia semakin jauh untuk melindungi kehidupan nelayannya.
Kasus dengan Inggris muncul karena nelayan Inggris mengambil ikan dalam wilayah laut yang ditutup oleh Norwegia tersebut sehingga nelayan Inggris tersebut ditangkap oleh Pemerintah Norwegia dan diadili. Pemerintah Inggris protes dan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ). Putusan ICJ tersebut antara lain bahwa hak perikanan tradisional Norwegia diakui di daerah tersebut dan Norwegian secara sah dapat menarik garis pangkal baru (straight base line) untuk klaim wilayah lautnya.
Hasil putusan ICJ ini merupakan preseden baru dalam hukum laut yang kemudian dipakai untuk negara-negara lainnya, tetapi cara penarikan garis tersebut khusus untuk negara Pantai (coastal state). Sedangkan untuk negara kepulauan belum ada metode penarikan garis pangkal.1
Dalam kasus antara Inggris dan Norwegian Diawali dari pemerintah protes seakan tidak setuju dengan aturan penarikan garis pangkal yang di lakukan Norwegian dan menangkap warga negaranya karena melakukan pelanggaran yaitu mengambil ikan diwilayah Norwegian. atas protes tersebut ICJ atau International Court Justice Mengeluarkan keputusan mengakui hak perikanan tradisional
1 Veriena, Penyelesaian Sengketa Perikanan Di Laut Lepas Menurut Hukum Internasional, Vol. 20 No. 1 Hal.63
Norwegia dan Norwegia secara sah dapat menarik pangkal garis baru, putusan ini membuat petaka baru bagi Inggris, sehingga pada tahun 1982 UNCLOS memperkenalkan cara penarikan garis pangkal kepulauan yaitu dengan garis pangkal lurus kepulauan. Perbedaan prinsip dengan garis pangkal lurus adalah garis pangkal lurus kepulauan hanya dapat dipergunakan oleh negara kepulauan yang mempunyai perbandingan 1 : 1 atau 1 : 9 antara wilayah darat dan lautnya. Garis pangkal lurus dapat ditarik sejauh 100 Mil atau dengan perbandingan 3 % dengan garis pangkalnya dapat ditarik sejauh 125 Mil, sedangkan garis pangkal lurus tidak ada ketentuan tentang panjang garis pangkalnya, perairan yang ditutup oleh garis pangkal lurus kepulauan menjadi perairan kepulauan (archipelagic waters) sedangkan perairan yang ditutup oleh garis pangkal lurus menjadi perairan pedalaman (internal waters).
Sedangkan jika melihat konstruksi UU nomor 6 tahun 1996, telah dianut konsepsi bahwa Indonesia menganut cara penarikan garis sesuai dengan UNCLOS 1982 dengan tanpa pengecualian antara Bab II dan bab IV di UNCLOS yaitu bahwa Indonesia menganut 5 cara penarikan garis pangkal, dengan mengutamakan penggunaan garis pangkal lurus kepulauan (Pasal 5, 6 UU nomor 6 tahun 1996).2
B Sengketa Anglo Norwegian Fisheries Case dibawa ke International Court Justice menggunakan sistem Diplomasi
Saat terjadinya Peristiwa tersebut Inggris yang tidak terima membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional dengan maksud Norwegia dapat melepas warga negaranya dan menghapuskan penarikan garis laut, namun gugatan dari Inggris tidak dapat dikabulkan sepenuhnya, pasalnya penarikan garis laut secara sah dapat di lakukan oleh Norwegia. Keputusan itu seakan membuat kekecewaan tersendiri bagi Inggris, namun Inggris harus menghargai segala keputusan yang di putuskan oleh Mahkamah Internasioal.3
2 Andreas, Peradilan Internasional Dan Diplomasi Dalam Sengketa Lingkungan Hidup Maritim, Vol. 4 No. 1
3 Kresno, Permasalahn Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan, Vol.2 No.3 hal.16
Kasus antara Inggris dan Norwegia ini di bawa ke Mahkamah Internasional Melalui jalur Diplomasi, penerapan diplomasi disini sangat bergantung pada kedua belah pihak, dalam penerapannya ada beberapa syarat yang harus di tetapkan oleh sebuah negara untuk melakukan sistem diplomasi ini yaitu:
1. NEGOSIASI
Negosiasi atau perundingan adalah pertukaran pendapat dan usul usul antarpihak yang bersengketa untuk menemukan kemungkinan tercapainya penyelesaian sengketa secara damai. Proses ini melibatkan diskusi langsung antarpihak yang bersengketa. Selain itu, negosiasi juga dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konferensi internasional atau yang ada pada lembaga atau organisasi internasional. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua yang digunakan manusia. Biasanya, negosiasi menjadi cara penyelesaian sengketa internasional yang pertama kali ditempuh oleh pihak
pihak bersengketa.
2. MEDIASI
Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang bisa berupa negara, organisasi internasional (misalnya PBB), atau individu (misalnya politikus, ahli hukum atau ilmuwan) yang tidak memiliki kepentingan dan netral. Para mediator ini bertugas untuk memimpin dan berpartisipasi dalam proses perundingan dengan pihak bersengketa. Salah satu fungsi mediator adalah mencari berbagai solusi atau penyelesaian, mengidentifikasi hal-hal yang bisa disepakati bersama, serta mengajukan beberapa penawaran untuk mengakhiri sengketa.
3. JASA-JASA BAIK
Jasa-jasa baik merupakan suatu tindakan pihak ketiga, baik negara, organisasi internasional atau individu, yang mencoba membawa ke arah perundingan atau memberikan fasilitas sehingga perundingan dapat terselenggara, namun tanpa berperan serta dalam diskusi tersebut. Dalam jasa-jasa baik, pihak ketiga hanya sebagai fasilitator dan menawarkan
saluran komunikasi supaya dapat dimanfaatkan oleh pihak yang bersengketa. Secara garis besar, fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak yang yang bersengketa agar mau duduk bersama dan bernegosiasi atau berunding. Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa bisa jadi atas permintaan para pihak bersengketa atau atas inisiatif pihak ketiga yang menawarkan jasa-jasa baiknya untuk menyelesaikan sengketa.
4. KONSILIASI
Konsiliasi merupakan cara penyelesaian sengketa internasional yang bersifat lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak bersengketa. Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad-hoc (sementara) yang berfungsi menetapkan persyaratan untuk penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam proses perdamaian, para konsiliator mendengarkan dan menyimpulkan pendapat pendapat para pihak yang bersengketa, menyelidiki fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa dan mendiskusikan usulan-usulan untuk penyelesaian sengketa. Saat menjalankan perannya, konsiliator mencoba untuk mencarikan usulan-usulan yang dapat menguntungkan semua pihak yang bersengketa.
5. PENCARIAN FAKTA
Penyelidikan atau pencarian fakta merupakan suatu proses menemukan fakta atau kebenaran yang dilakukan oleh tim penyelidik yang netral. Penyelidikan ditekankan pada fakta-fakta yang mendasari suatu sengketa dan bukan untuk permasalahan yang bersifat hukum murni. Intinya, para pihak bersengketa mempersengketakan perbedaan-perbedaan mengenai fakta sehingga membutuhkan campur tangan pihak lain untuk melakukan penyelidikan atau pencarian fakta demi meluruskan hal tersebut. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara konsultasi atau negosiasi telah dilakukan namun tidak menghasilkan penyelesaian. Namun,
laporan fakta yang didapat oleh komisi pencarian fakta bukan merupakan suatu keputusan dan sifatnya hanya terbatas mengungkapkan fakta sebagai referensi untuk memberikan keputusan dalam negosiasi.4
Terpenuhinya seluruh syarat diplomasi sudah memungkinkan terjadinya sebuah kesepakan antara kedua belah pihak salah satunya dengan cara melakukan negosiasi, dan menurut penulis penerapan diplomasi lebih efisien di banding sistem lainnya, karena pemecahan masalah lebih konkrit dan tidak perlu membawa masalah ke kanca internasional sampai melibatkan mahkamah internasional dalam menyelesaikan masalah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa kekerasan bukanlah selalu menjadi jalan pertama dalam melakukan kemauan dari sebuah instansi, berbicara dengan tenang sambil berdiskusi hangat juga dapat menyelesaikan sebuah masalah tanpa melakukan kekerasan.
Saran
Penulis memberikan saran bahwa penerapan Diplomasi tidak hanya memberikan kesepakan antara kedua belah pihak, namun dengan di adakannya diplomasi maka hubungan kedua belah pihak dapat terjamin dan terjaga hingga baik, sehingga dalam menyelesaikan masalah ada lebih baik kita menggunakan sistem negosiasi agar tercapainya sebuah kesepakatan
4 Rendi, Rio, Diplomasi Dan Power: Sebuah Kajian Khusus, diambil dari jurnal nasional Universitas Islam Riau
REFERENSI
Veriena, Penyelesaian Sengketa Perikanan Di Laut Lepas Menurut Hukum Internasional, Vol. 20 No. 1
Rendi, Rio, Diplomasi Dan Power: Sebuah Kajian Khusus, diambil dari jurnal nasional Universitas Islam Riau
Kresno, Permasalahn Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan, Vol.2 No.3
Andreas, Peradilan Internasional Dan Diplomasi Dalam Sengketa Lingkungan Hidup Maritim, Vol. 4 No. 1
Demikianlah Makalah Hukum Internasional karya Pirmatondi Sahat Mangaraja Sinaga.
Semoga bisa menjadi referensi tugas kuliah.