Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2023

Peraturan Menteri Perdagangan No 31 Tahun 2023 Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan  Melalui Sistem Elektronik

StatusBerlaku
MencabutPermendag No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan25 September 2023
Tanggal Pengundangan26 September 2023
Tanggal Berlaku26 September 2023
SumberBN 2023 (763): 27 halaman, jdih. kemendag.go.id
BidangHukum Dagang

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2023
TENTANG
PERIZINAN BERUSAHA, PERIKLANAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN  MELALUI SISTEM ELEKTRONIK 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa untuk mendukung pemberdayaan usaha mikro,  usaha kecil, dan usaha menengah, serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, melindungi konsumen, mendorong perkembangan perdagangan melalui sistem elektronik, serta memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik

b. bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun  2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti; 

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana  dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (5), Pasal 12 ayat (2), Pasal 15 ayat (4), Pasal 18 ayat (5), Pasal 36, Pasal 77 ayat (3), Pasal 78 ayat (4), Pasal 79 ayat (2), dan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik; 

Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan  Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999  Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 3817); 

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang  Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi  dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana  telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun  2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11  Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016  Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 5952); 

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha  Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 4866) sebagaimana  telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan  Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor  2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 6856); 

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang  Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik  lndonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran  Negara Republik lndonesia Nomor 4916); 

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang  Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah beberapa kali  diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun  2023 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja  Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 6856); 

8. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang  Pelindungan Data Pribadi (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2022 Nomor 196, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 6820); 

9. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang  Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019  Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 6400); 

10. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang  Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 222, Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6420);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang  Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); 

12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang  Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6619); 

13. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang  Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641); 

14. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2022 tentang  Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 19); 

15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2018  tentang Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 338); 

16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 813); 

17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022  tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 492); 

MEMUTUSKAN: 

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PERIZINAN  BERUSAHA, PERIKLANAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN  PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN MELALUI SISTEM  ELEKTRONIK. 

BAB I 

KETENTUAN UMUM 

Pasal 1 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 

1. Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait  dengan transaksi barang dan/atau jasa di dalam negeri  

dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan  

pengalihan hak atas barang dan/atau jasa untuk  

memperoleh imbalan atau kompensasi. 

2. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya  disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya  

dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur  

elektronik. 

3. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan  prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,  

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,  

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau  

menyebarkan informasi elektronik.

– 4 – 

4. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun  tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,  baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan,  dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau  dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 

5. Jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk  pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang  diperdagangkan oleh satu pihak ke pihak lain dalam  masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau  pelaku usaha. 

6. Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik  yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah setiap  orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk  badan hukum atau bukan badan hukum yang dapat  berupa pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha 

yang berkedudukan di luar negeri dan melakukan  kegiatan usaha di bidang PMSE. 

7. Pelaku Usaha Dalam Negeri adalah warga negara  Indonesia atau badan usaha yang didirikan dan  berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan  Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di  bidang PMSE. 

8. Pelaku Usaha Yang Berkedudukan di Luar Negeri yang  selanjutnya disebut Pelaku Usaha Luar Negeri adalah  warga negara asing atau badan usaha yang didirikan dan  berkedudukan di luar wilayah hukum Negara Kesatuan  Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di  bidang PMSE di wilayah negara Republik Indonesia. 

9. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik  yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah Pelaku Usaha  penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan  untuk transaksi Perdagangan. 

10. Pedagang (Merchant) adalah Pelaku Usaha yang  melakukan PMSE dengan sarana yang dibuat dan  dikelola sendiri secara langsung atau melalui sarana  milik pihak PPMSE, atau Sistem Elektronik lainnya yang  menyediakan sarana PMSE. 

11. Penyelenggara Sarana Perantara (Intermediary Services)  yang selanjutnya disingkat PSP adalah Pelaku Usaha  Dalam Negeri atau Pelaku Usaha Luar Negeri yang  menyediakan sarana komunikasi elektronik selain  penyelenggara telekomunikasi yang hanya berfungsi  sebagai perantara dalam komunikasi elektronik antara  pengirim dan penerima. 

12. Retail Online adalah Pedagang (Merchant) yang  melakukan PMSE dengan sarana berupa situs web atau  aplikasi secara komersial yang dibuat, dikelola, dan/atau  dimiliki sendiri. 

13. Lokapasar (Marketplace) adalah penyedia sarana yang  sebagian atau keseluruhan proses transaksi berada di  dalam Sistem Elektronik berupa situs web atau aplikasi  secara komersial sebagai wadah bagi Pedagang (Merchant)  untuk dapat memasang penawaran Barang dan/atau  Jasa.

– 5 – 

14. Iklan Baris Online adalah sarana untuk menjalankan  Sistem Elektronik berupa situs web atau aplikasi dengan  tujuan komersial yang mempertemukan penjual dan  pembeli yang keseluruhan proses transaksinya terjadi di  luar situs web atau aplikasinya. 

15. Pelantar (Platform) Pembanding Harga adalah sarana  untuk menjalankan Sistem Elektronik berupa situs web  atau aplikasi dengan tujuan komersial yang  menampilkan perbandingan harga Barang dan/atau Jasa  yang dijual pada situs web atau aplikasi lain. 

16. Daily Deals adalah sarana untuk menjalankan Sistem  Elektronik berupa situs web atau aplikasi dengan tujuan  komersial berupa penjualan kupon diskon dan/atau  kemudahan fasilitas lainnya yang dapat digunakan  sebagai sarana pembayaran oleh konsumen untuk  melakukan pembelian Barang dan/atau Jasa ke Pelaku  Usaha lainnya. 

17. Social-Commerce adalah penyelenggara media sosial yang  menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu  yang memungkinkan Pedagang (Merchant) dapat  memasang penawaran Barang dan/atau Jasa. 

18. Media Sosial adalah laman atau aplikasi yang  memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi isi  atau terlibat dalam jaringan sosial. 

19. Agregasi Barang adalah proses kegiatan yang mencakup  pengemasan ulang, bantuan pengelolaan, penyediaan  gudang, dan kegiatan lain yang membuat Pedagang  (Merchant) tidak langsung mengirimkan barangnya  kepada konsumen. 

20. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang  perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang  memenuhi kriteria usaha mikro sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan yang mengatur  mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan  koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. 

21. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri  sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau  badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan  atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,  atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak  langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang  memenuhi kriteria Usaha Kecil sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan yang mengatur  mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan  koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. 

22. Konsumen adalah setiap orang pemakai Barang  dan/atau Jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik  bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,  maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk  diperdagangkan. 

23. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan  kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan  usaha dan/atau kegiatannya. 

24. Perizinan Berusaha Bidang PMSE adalah legalitas yang  diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan  menjalankan usaha dan/atau kegiatan PMSE.

– 6 – 

25. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan  Asing di Bidang PMSE yang selanjutnya disebut SIUP3A  Bidang PMSE adalah Perizinan Berusaha untuk  melaksanakan kegiatan usaha perwakilan perusahaan  Perdagangan asing di bidang PMSE. 

26. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik  (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut  Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang  dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola dan  Penyelenggara Online Single Submission untuk  penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. 

27. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single  Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS  adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan  urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman  modal. 

28. Pemutusan Akses adalah tindakan pemblokiran akses,  penutupan akun, dan/atau penghapusan konten. 29. Iklan Elektronik adalah informasi untuk kepentingan  komersial atas Barang dan/atau Jasa melalui  komunikasi elektronik yang dimuat dan disebarluaskan  kepada pihak tertentu baik yang dilakukan secara  berbayar maupun yang tidak berbayar. 

30. Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing di  Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang  selanjutnya disebut KP3A Bidang PMSE adalah kantor  yang dipimpin oleh 1 (satu) atau lebih perorangan warga  negara Indonesia atau warga negara asing yang ditunjuk  oleh PPMSE luar negeri sebagai perwakilannya di  Indonesia. 

31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan di bidang Perdagangan. 

32. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang  selanjutnya disebut Direktur Jenderal PDN adalah  direktur jenderal yang membidangi Perdagangan dalam  negeri. 

33. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib  Niaga yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal PKTN  adalah direktur jenderal yang membidangi perlindungan  konsumen dan tertib niaga. 

BAB II 

PELAKU USAHA 

Pasal 2 

(1) Pelaku Usaha terdiri atas: 

a. Pelaku Usaha Dalam Negeri yang meliputi: 

1. Pedagang (Merchant) dalam negeri; 

2. PPMSE dalam negeri; dan 

3. PSP dalam negeri; dan 

b. Pelaku Usaha Luar Negeri yang meliputi: 

1. Pedagang (Merchant) luar negeri; 

2. PPMSE luar negeri; dan 

3. PSP luar negeri.

– 7 – 

(2) Pedagang (Merchant) dalam negeri sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 termasuk  pedagang yang melakukan PMSE melalui Media Sosial  yang menyediakan sarana PMSE. 

(3) Model bisnis PPMSE dalam negeri sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dan PPMSE luar  negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b  angka 2 dapat berupa: 

a. Retail Online; 

b. Lokapasar (Marketplace)

c. Iklan Baris Online

d. Pelantar (Platform) Pembanding Harga; 

e. Daily Deals; dan 

f. Social-Commerce. 

BAB III 

PERSYARATAN MELAKUKAN KEGIATAN USAHA 

Pasal 3 

(1) Pelaku Usaha wajib memiliki Perizinan Berusaha dalam  melakukan kegiatan usaha di sektor Perdagangan sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis  risiko. 

(2) Selain Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) Pelaku Usaha wajib memperoleh Perizinan  Berusaha pada masing-masing sektor sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai  penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. 

(3) PSP dikecualikan dari ketentuan kewajiban memiliki  Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  jika: 

a. bukan merupakan pihak yang mendapatkan  manfaat (beneficiary) secara langsung dari transaksi;  atau 

b. tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual  para pihak yang melakukan PMSE. 

Pasal 4 

Perizinan Berusaha bagi Pedagang (Merchant) dalam negeri di  sektor PMSE yang hanya melakukan kegiatan perdagangan  eceran secara daring melalui Sistem Elektronik, menggunakan  klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia Perdagangan  eceran melalui pemesanan pos atau internet. 

Pasal 5 

(1) Pedagang (Merchant) luar negeri yang melakukan  kegiatan PMSE di PPMSE yang menyediakan sarana bagi  Pedagang (Merchant) Luar Negeri wajib menyampaikan: a. identitas Pedagang (Merchant) luar negeri berupa  

nama dan alamat negara asal Pedagang (Merchant)  luar negeri;

– 8 – 

b. izin usaha yang dikeluarkan oleh lembaga yang  berwenang di negara asal yang dilegalisasi oleh: 1. otoritas yang berkompeten bagi negara peserta  

Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi  Terhadap Dokumen Publik Asing; atau 

2. pejabat perwakilan Republik Indonesia di  negara asal bagi negara bukan peserta Konvensi  Penghapusan Persyaratan Legalisasi Terhadap  Dokumen Publik Asing; 

c. bukti pemenuhan standar atau persyaratan teknis  Barang dan/atau Jasa yang diwajibkan; dan 

d. nomor rekening bank yang digunakan untuk  transaksi, 

kepada PPMSE dalam negeri yang menyediakan sarana  bagi Pedagang (Merchant) luar negeri dimaksud. (2) Selain penyampaian persyaratan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), Pedagang (Merchant) luar negeri dalam  melakukan kegiatan PMSE di PPMSE yang menyediakan  sarana bagi Pedagang (Merchant) Luar Negeri wajib: a. menggunakan Bahasa Indonesia yang mudah  dimengerti pada deskripsi Barang dan/atau Jasa  yang diperdagangkan; dan 

b. menayangkan informasi negara asal pengiriman  Barang dan/atau Jasa. 

(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) huruf a dan huruf b harus dilengkapi dengan  sertifikat atau laporan hasil inspeksi terhadap kebenaran  data yang diterbitkan oleh lembaga survei independen di  negara asal. 

(4) Bukti pemenuhan standar Barang dan/atau Jasa  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa: a. pemenuhan Standar Nasional Indonesia atau  

persyaratan teknis lain bagi Barang dan/atau Jasa  yang telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia  atau persyaratan teknis secara wajib sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan;  

b. pemenuhan standar atau persyaratan teknis di  negara asal bagi Barang dan/atau Jasa yang belum  diberlakukan Standar Nasional Indonesia atau  persyaratan teknis secara wajib; dan 

c. sertifikat halal bagi Barang dan/atau Jasa yang  wajib bersertifikat halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

(5) Dalam hal Pedagang (Merchant) luar negeri tidak  memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), ayat (2), dan ayat (3), PPMSE yang menyediakan  sarana bagi Pedagang (Merchant) Luar Negeri wajib  menolak permintaan pendaftaran Pedagang (Merchant)  luar negeri dimaksud. 

(6) PPMSE yang memfasilitasi Pedagang (Merchant) luar  negeri wajib melakukan penyimpanan data Pedagang  (Merchant) luar negeri yang didaftarkan pada sarana  PMSE yang dimiliki.

– 9 – 

Pasal 6 

(1) PPMSE dalam negeri dan PSP yang tidak dikecualikan  dari ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib  memiliki Perizinan Berusaha Bidang PMSE. 

(2) Pedagang (Merchant) dalam negeri yang memiliki sarana  PMSE sendiri termasuk dalam kategori PPMSE dalam  negeri dan wajib memiliki Perizinan Berusaha Bidang  PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

Pasal 7 

(1) Untuk memperoleh Perizinan Berusaha Bidang PMSE,  PPMSE dalam negeri dan PSP yang tidak dikecualikan  dari ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 mengajukan  permohonan kepada Menteri melalui Lembaga OSS. 

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus  memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan mengenai  penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. 

(3) Perizinan Berusaha Bidang PMSE sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan  atas nama Menteri. 

(4) Perizinan Berusaha Bidang PMSE berlaku selama PPMSE  dalam negeri dan PSP yang tidak dikecualikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan  kegiatan usaha dan/atau kegiatannya. 

Pasal 8 

Perizinan Berusaha bagi PPMSE dalam negeri, menggunakan  klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia bagi portal web  dan/atau platform digital dengan tujuan komersial. 

Pasal 9 

(1) PPMSE dan PSP yang tidak dikecualikan dari ketentuan  kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib memiliki layanan  pengaduan Konsumen sesuai dengan persyaratan 

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan  mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis  risiko. 

(2) Layanan pengaduan Konsumen sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) wajib ditampilkan dengan jelas pada laman  yang mudah dibaca oleh Konsumen. 

(3) Layanan pengaduan Konsumen sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) berupa nomor kontak dan/atau alamat  surat elektronik yang wajib dapat dihubungi dan ditanggapi. 

Pasal 10 

Selain layanan pengaduan Konsumen sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 9, PPMSE dan PSP yang tidak dikecualikan dari  ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib 

menayangkan informasi kontak layanan pengaduan  Konsumen Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan 

– 10 – 

Tertib Niaga yang ditampilkan dengan jelas pada laman yang  mudah dibaca oleh Konsumen. 

Pasal 11 

(1) Pedagang (Merchant) wajib menayangkan informasi  mengenai bukti pemenuhan standar Barang dan/atau  Jasa, berupa: 

a. nomor pendaftaran barang atau sertifikat Standar  Nasional Indonesia atau persyaratan teknis lain bagi  Barang dan/atau Jasa yang telah diberlakukan  Standar Nasional Indonesia atau persyaratan teknis  wajib sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan;  

b. nomor sertifikat halal bagi Barang dan/atau Jasa  yang wajib bersertifikat halal sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan; 

c. nomor registrasi produk Barang terkait keamanan,  keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup  untuk Barang yang diwajibkan sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 

d. nomor izin, nomor registrasi, atau nomor sertifikat  untuk produk kosmetik, obat, dan makanan sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, 

(2) PPMSE wajib memfasilitasi dan menayangkan informasi  negara asal Pedagang (Merchant) luar negeri, negara asal  pengiriman Barang asal luar negeri, dan bukti  pemenuhan standar Barang dan/atau Jasa sebagaimana  dimaksud pada ayat (1). 

Pasal 12 

(1) PPMSE harus berperan aktif dalam pemenuhan  persyaratan Perizinan Berusaha bagi Pedagang (Merchant)  dalam negeri dan Pedagang (Merchant) luar negeri. 

(2) Peran aktif dalam pemenuhan persyaratan Perizinan  Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilaksanakan dalam bentuk: 

a. penyediaan fitur Perizinan Berusaha dalam proses  pendaftaran Pedagang (Merchant) pada Sistem  Elektronik; 

b. penyediaan tautan pendaftaran Perizinan Berusaha  yang terhubung langsung pada Sistem OSS;  dan/atau 

c. pelaksanaan sosialisasi bagi Pedagang (Merchant)  untuk mendaftarkan usahanya. 

Pasal 13 

(1) Dalam melaksanakan kegiatan PMSE, PPMSE harus  berperan aktif dalam: 

a. memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi  Pedagang (Merchant); dan 

b. menjaga harga Barang dan/atau Jasa bebas dari  praktik manipulasi harga baik secara langsung  maupun tidak langsung. 

(2) PPMSE harus melakukan upaya mengawasi, mencegah,  dan menanggulangi segala bentuk praktik persaingan  usaha yang tidak sehat dan/atau praktik manipulasi 

– 11 – 

harga baik secara langsung maupun tidak langsung yang  dituangkan dalam standar operasional prosedur. (3) Dalam menjaga persaingan usaha yang sehat  sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPMSE wajib  memastikan: 

a. tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi  antara Sistem Elektronik yang digunakan sebagai  sarana PMSE dengan Sistem Elektronik yang  digunakan di luar sarana PMSE; dan 

b. tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data  penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE  dan/atau perusahaan yang berafiliasi dalam Sistem  Ekektroniknya. 

(4) Dalam hal terjadi dugaan persaingan usaha yang tidak  sehat antarpedagang dan/atau praktik manipulasi harga  baik secara langsung maupun tidak langsung, PPMSE  harus berkoordinasi dengan lembaga yang menangani  bidang persaingan usaha dalam jangka waktu 3 (tiga)  hari kerja sejak ditemukan adanya dugaan dan/atau  laporan yang diterima oleh PPMSE. 

Pasal 14 

PPMSE yang menyediakan sarana komunikasi elektronik bagi  Pedagang (Merchant) harus menyediakan fasilitas yang  menginformasikan dan/atau menghubungkan ke laman  Lembaga OSS. 

Pasal 15 

Penerbitan Perizinan Berusaha Bidang PMSE tidak dipungut  biaya. 

Pasal 16 

(1) PPMSE dan/atau PSP yang tidak dikecualikan dari  ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) yang telah  memiliki Perizinan Berusaha Bidang PMSE ditampilkan  dalam laman khusus pada situs web Kementerian  Perdagangan. 

(2) PPMSE dan/atau PSP yang tidak dikecualikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus  menempatkan informasi yang jelas dan mudah dilihat  oleh Konsumen bahwa PPMSE dan/atau PSP yang tidak  dikecualikan dimaksud telah ditampilkan dalam laman  khusus pada situs web Kementerian Perdagangan. 

Pasal 17  

PPMSE wajib menyampaikan data dan/atau informasi kepada  lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan  urusan pemerintahan di bidang statistik sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 18 

(1) PPMSE luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2  ayat (1) huruf b yang memenuhi kriteria tertentu, wajib  menunjuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah 

– 12 – 

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat  bertindak sebagai dan atas nama PPMSE dimaksud. (2) Kriteria tertentu bagi PPMSE luar negeri sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan: 

a. telah melakukan transaksi dengan paling sedikit 1.000 (seribu) Konsumen dalam periode 1 (satu) tahun; 

b. telah melakukan pengiriman paling sedikit 1.000  (seribu) paket kepada Konsumen dalam periode 1  (satu) tahun; dan/atau 

c. telah memiliki jumlah traffic atau pengakses paling  sedikit 1% (satu persen) dari pengguna internet  dalam negeri dalam periode 1 (satu) tahun. 

(3) Penilaian kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada  ayat (2) dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri  dengan melibatkan kementerian atau lembaga terkait. 

(4) Penunjukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan KP3A Bidang  PMSE sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. 

Pasal 19 

(1) PPMSE yang melakukan kegiatan PMSE yang bersifat  lintas negara, wajib menerapkan harga Barang minimum  pada Sistem Elektroniknya untuk Pedagang (Merchant)  yang menjual langsung Barang jadi asal luar negeri ke  Indonesia. 

(2) Harga Barang minimum sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) sebesar Freight on Board (FOB) USD 100 (seratus  United States Dollar) per unit. 

(3) Dalam hal harga barang sebagaimana dimaksud pada  ayat (2) diberitahukan dalam mata uang yang berbeda,  dilakukan konversi menggunakan nilai kurs yang  ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan  Pemerintahan di bidang keuangan negara. 

(4) Barang dengan harga di bawah harga Barang minimum  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diperbolehkan  masuk langsung melalui PPMSE yang melakukan  kegiatan PMSE yang bersifat lintas negara, ditetapkan  oleh Menteri berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat  menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian  terkait. 

Pasal 20 

Setiap PMSE yang bersifat lintas negara wajib memenuhi  ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur  mengenai ekspor atau impor dan peraturan perundang undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. 

Pasal 21 

(1) Dalam melakukan PMSE, Pelaku Usaha wajib memenuhi  ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang  Perizinan Berusaha, bukti pemenuhan standar atau  persyaratan teknis Barang dan/atau Jasa yang  diwajibkan, dan Barang dan/atau Jasa yang dilarang  dan/atau dibatasi perdagangannya, distribusi Barang,  dan perpajakan.

– 13 – 

(2) PPMSE dengan model bisnis Lokapasar (Marketplace)  dan/atau Social-Commerce dilarang bertindak sebagai  produsen sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan di bidang distribusi Barang. 

(3) PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang  memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem  Elektroniknya. 

Pasal 22 

Dalam hal PPMSE dalam negeri, PSP yang tidak dikecualikan  dari ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dan PPMSE  luar negeri yang telah menunjuk perwakilan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mengakhiri kegiatan  usahanya, pemilik, pengurus, atau penanggung jawab wajib menyampaikan laporan, data, dan/atau informasi secara  elektronik melalui Lembaga OSS. 

BAB IV 

IKLAN ELEKTRONIK 

Bagian Kesatu 

Umum 

Pasal 23 

(1) Pelaku Usaha dapat membuat dan/atau melakukan  pengiriman Iklan Elektronik untuk kepentingan  pemasaran atau promosi. 

(2) Iklan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  meliputi informasi yang disampaikan melalui sarana  media elektronik dan/atau saluran komunikasi  elektronik. 

Pasal 24  

Pembuatan Iklan Elektronik sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 23 ayat (1) mencakup pembuatan, publikasi, dan  penyebarluasan Iklan Elektronik untuk kepentingan  pemasaran atau promosi. 

Pasal 25  

(1) Pengiriman Iklan Elektronik sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 23 ayat (1) dapat disampaikan secara waktu  nyata dalam jaringan atau terhubung secara jeda waktu  di luar jaringan melalui jaringan sarana komunikasi  elektronik, baik saluran telekomunikasi, penyiaran, 

maupun internet. 

(2) Iklan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  disampaikan sendiri atau melalui pihak ketiga penyedia  sarana aplikasi PMSE. 

Pasal 26  

Dalam hal Iklan Elektronik disampaikan melalui sarana  PPMSE, PPMSE wajib mematuhi ketentuan peraturan  perundang-undangan di bidang penyiaran, perlindungan atas  privasi dan data pribadi, perlindungan Konsumen, dan tidak  bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

– 14 – 

Pasal 27  

Pelaku Usaha yang membuat, menyediakan sarana, dan/atau  menyebarluaskan Iklan Elektronik wajib memastikan  substansi atau materi Iklan Elektronik yang disampaikan  tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang 

undangan dan bertanggung jawab terhadap substansi atau  materi Iklan Elektronik. 

Bagian Kedua 

Penayangan dan Pemutusan Akses Iklan Elektronik 

Pasal 28  

(1) Penayangan Iklan Elektronik harus memenuhi  ketentuan: 

a. tidak mengelabui Konsumen mengenai kualitas,  kuantitas, bahan, kegunaan dan harga Barang  dan/atau tarif Jasa, serta ketepatan waktu  penerimaan Barang dan/atau Jasa; 

b. tidak mengelabui jaminan atau garansi terhadap  Barang dan/atau Jasa; 

c. tidak memuat informasi yang keliru, salah, atau  tidak tepat mengenai Barang dan/atau Jasa; 

d. memuat informasi mengenai risiko pemakaian  Barang dan/atau Jasa; 

e. tidak mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang  tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang  bersangkutan; dan 

f. menyediakan fungsi keluar dari tayangan Iklan  Elektronik yang ditunjukkan dengan tanda closeskip, atau tutup dan ditempatkan pada tempat yang  jelas sehingga memudahkan Konsumen dalam  menutup Iklan Elektronik dimaksud. 

(2) Penayangan Iklan Elektronik yang menampilkan hasil  ulasan dan testimoni dari Konsumen yang pernah  menggunakan Barang dan/atau Jasa harus  mencantumkan atau memiliki dan memastikan  kebenaran informasi identitas subyek hukum yang  bersangkutan serta dilakukan secara bertanggung jawab. 

Pasal 29 

(1) PPMSE dilarang menayangkan Iklan Elektronik yang  bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan pada Sarana Elektroniknya. 

(2) Dalam hal Iklan Elektronik yang bertentangan dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan telah  ditayangkan, PPMSE wajib melakukan Pemutusan Akses terhadap materi Iklan Elektronik pada sarana  Elektroniknya. 

(3) Dalam hal Pemutusan Akses terhadap materi Iklan  Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh  PPMSE dengan model bisnis selain Retail Online telah  dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali terhadap akun  Pelaku Usaha yang sama, PPMSE wajib melakukan  Pemutusan Akses terhadap akun Pelaku Usaha pada  Sarana Elektroniknya.

– 15 – 

Pasal 30 

(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib  Niaga memiliki kewenangan untuk memerintahkan atau  melakukan Pemutusan Akses terhadap: 

a. materi Iklan Elektronik yang ditayangkan oleh  PPMSE yang bertentangan dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan; dan/atau 

b. akun Pelaku Usaha yang menayangkan Iklan  Elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a. (2) Kewenangan untuk memerintahkan atau melakukan  pemutusan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilaksanakan oleh unit kerja yang membidangi tertib  niaga. 

Bagian Ketiga 

Pengawasan Iklan Elektronik 

Pasal 31 

(1) Pengawasan Iklan Elektronik dapat dilakukan oleh  masyarakat dan menteri/kepala lembaga sesuai dengan  kewenangannya. 

(2) Masyarakat dalam melakukan pengawasan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dapat menyampaikan keluhan  atas materi Iklan Elektronik kepada Pelaku Usaha  dan/atau Direktur Jenderal PKTN. 

(3) Direktur Jenderal PKTN dapat meminta tim asistensi untuk melakukan evaluasi atas keluhan masyarakat  sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 

(4) Tim asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  dibentuk oleh Menteri dalam melakukan pengawasan  yang dapat bersifat lintas sektoral. 

(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  berupa rekomendasi yang disampaikan kepada unit yang  menangani pengawasan pada kementerian/lembaga  pemerintah non kementerian sesuai dengan  kewenangannya dan/atau PPMSE yang menayangkan  Iklan Elektronik terkait. 

BAB V 

PENGUTAMAAN PRODUK DALAM NEGERI 

Pasal 32 

(1) Dalam melakukan PMSE, Pelaku Usaha wajib membantu  program Pemerintah, berupa: 

a. mengutamakan Perdagangan Barang dan/atau Jasa  hasil produksi dalam negeri; 

b. meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa  hasil produksi dalam negeri; dan 

c. PPMSE dalam negeri harus menyediakan fasilitas  ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil produksi  dalam negeri. 

(2) Selain PPMSE dalam negeri sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) huruf c, PPMSE luar negeri harus menyediakan  fasilitas ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil  produksi dalam negeri.

– 16 – 

Pasal 33 

(1) Pengutamaan Perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil  produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 32 huruf a dilaksanakan dalam bentuk: 

a. temu usaha, forum dagang, Agregasi Barang, dan  misi dagang lokal atau jenis lainnya secara dalam  jaringan atau luar jaringan; dan/atau 

b. akses pemasaran produk Usaha Mikro dan Usaha  Kecil. 

(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf a dilakukan dengan Agregasi Barang, Pelaku  Usaha yang melakukan pengemasan Barang harus tetap  mencantumkan paling sedikit nama dari produsen  Barang pada label sebagai identitas atau merek utama. 

(3) Agregasi Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  hanya dapat dilakukan untuk produk dalam negeri yang  dibuktikan dengan penyampaian nomor induk berusaha  Produsen kepada Pelaku Usaha yang menjalankan  kegiatan Agregasi Barang. 

(4) Bentuk pengutamaan Perdagangan Barang dan/atau  Jasa hasil produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) juga dilaksanakan kepada pelaku ekonomi  kreatif. 

Pasal 34 

Peningkatan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi  dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b  dilaksanakan dalam bentuk: 

a. edukasi melalui media dalam jaringan atau luar jaringan; b. pertemuan secara dalam jaringan atau luar jaringan  berupa workshop, seminar, diskusi, forum komunikasi,  bimbingan teknis, dan penyuluhan berdagang kepada  Pelaku Usaha Usaha Mikro dan Usaha Kecil; dan/atau c. bentuk kegiatan lain yang dapat meningkatkan daya  saing Barang dan/atau Jasa hasil produk dalam negeri. 

Pasal 35 

Penyediaan fasilitas promosi Barang dan/atau Jasa hasil  produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c dilaksanakan dalam bentuk: 

a. pelaksanaan pameran baik pameran mandiri maupun pameran partisipasi secara dalam jaringan atau luar  jaringan; 

b. penyediaan laman utama dan/atau laman khusus untuk  pemasaran (landing page) untuk mempromosikan produk  dalam negeri yang potensial; dan/atau 

c. pelaksanaan kegiatan promosi berupa potongan harga  dan/atau biaya ongkos kirim bagi produk dalam  negeri. 

Pasal 36 

(1) Dalam rangka promosi dan meningkatkan Perdagangan  dalam negeri, Menteri menyelenggarakan kegiatan hari  belanja online produk nasional.

– 17 – 

(2) Pelaku Usaha harus berperan aktif melaksanakan  dan/atau mempromosikan program hari belanja online produk nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  tersebut. 

BAB VI 

KANTOR PERWAKILAN PERUSAHAAN PERDAGANGAN  ASING BIDANG PMSE 

Pasal 37 

(1) PPMSE luar negeri yang telah memenuhi kriteria tertentu  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 menunjuk  perwakilan yang berkedudukan di wilayah hukum Negara  Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuk KP3A Bidang  PMSE. 

(2) KP3A Bidang PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilarang mewakili lebih dari 1 (satu) PPMSE luar negeri. (3) KP3A Bidang PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dapat membuka kantor cabang atas persetujuan PPMSE  luar negeri yang diwakilkan. 

(4) KP3A Bidang PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  berlokasi di ibu kota provinsi dan/atau kabupaten/kota  di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Pasal 38 

(1) KP3A Bidang PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal  37 ayat (1) wajib memiliki SIUP3A Bidang PMSE. (2) Untuk memperoleh SIUP3A Bidang PMSE sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), KP3A Bidang PMSE mengajukan  permohonan kepada Lembaga OSS. 

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  diajukan dengan melengkapi persyaratan: 

a. bukti penunjukan KP3A Bidang PMSE sebagai  perwakilan oleh PPMSE luar negeri yang telah  dilegalisasi oleh: 

1. otoritas yang berkompeten bagi negara peserta  Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi  Terhadap Dokumen Publik Asing; atau 

2. pejabat perwakilan Republik Indonesia di  negara asal bagi negara bukan peserta Konvensi  Penghapusan Persyaratan Legalisasi Terhadap  Dokumen Publik Asing; 

b. surat keterangan dari Atase Perdagangan Republik  Indonesia atau pejabat kantor perwakilan Republik  Indonesia di negara PPMSE luar negeri; 

c. rekaman anggaran dasar (article of association/  incorporation) PPMSE luar negeri; 

d. bukti diri pimpinan KP3A Bidang PMSE yang  dibuktikan dengan kartu tanda penduduk untuk  warga negara Indonesia dan paspor untuk warga  negara asing; 

e. surat pernyataan jumlah tenaga kerja yang  digunakan disertai rekaman identitas dan surat  keterangan kerja; 

f. tanda daftar penyelenggara Sistem Elektronik yang  diterbitkan oleh instansi yang berwenang; 

– 18 – 

g. alamat situs web dan/atau nama aplikasi dari  PPMSE luar negeri yang diwakilkan; dan 

h. tangkapan layar nomor kontak dan/atau alamat surat elektronik layanan pengaduan Konsumen dari  PPMSE luar negeri yang diwakilkan dan kontak  layanan pengaduan Konsumen Direktorat Jenderal  Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. 

(4) Bukti penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  huruf a dan rekaman anggaran dasar (article of  association/incorporation) sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) huruf c harus diterjemahkan ke dalam Bahasa  Indonesia oleh penerjemah tersumpah. 

(5) Bukti penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  huruf a paling sedikit memuat kewenangan KP3A Bidang  PMSE untuk mewakili PPMSE luar negeri dalam: a. memenuhi kewajiban perlindungan konsumen; b. melakukan pembinaan untuk meningkatkan daya  saing produk dalam negeri; dan 

c. penyelesaian sengketa. 

Pasal 39 

(1) SIUP3A Bidang PMSE berlaku juga sebagai Perizinan  Berusaha untuk kantor cabang sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 37 ayat (3). 

(2) SIUP3A Bidang PMSE berlaku selama KP3A Bidang PMSE  menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sebagai  perwakilan. 

Pasal 40 

(1) SIUP3A Bidang PMSE sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 38 ayat (1) digunakan KP3A Bidang PMSE untuk  bertindak sebagai dan atas nama PPMSE luar negeri yang  diwakilkan terkait kepentingan perlindungan Konsumen,  pembinaan untuk meningkatkan daya saing produk  dalam negeri, dan penyelesaian sengketa. 

(2) KP3A Bidang PMSE dilarang melakukan tindakan selain  sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

Pasal 41 

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan perwakilan baik  secara sepihak maupun secara bersama-sama, PPMSE luar  negeri wajib menunjuk perwakilan yang baru dalam jangka  waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak salah satu pihak 

atau para pihak menyatakan pemutusan hubungan dimaksud  secara tertulis. 

BAB VII 

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 

Pasal 42 

Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan  terhadap PMSE. 

Pasal 43 

(1) Menteri melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 42 dengan cara:

– 19 – 

a. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia  Pelaku Usaha dalam negeri; 

b. meningkatkan daya saing Pelaku Usaha dalam  negeri dalam PMSE; 

c. memfasilitasi peningkatan daya saing produk dalam  negeri dalam PMSE; 

d. memfasilitasi promosi produk dalam negeri untuk  pasar dalam negeri dan ekspor; 

e. mempromosikan dan mendorong penggunaan PMSE; f. meningkatkan keuangan inklusif masyarakat  dengan PMSE; 

g. menyediakan pangkalan data Pelaku Usaha dan  produk dalam negeri; dan 

h. mengupayakan pemberian fasilitasi lainnya sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dan berkolaborasi  dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangan  masing-masing. 

(3) Koordinasi dan kolaborasi dengan instansi terkait  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui  pembentukan tim pembinaan PMSE. 

(4) Tim pembinaan PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat  (3) diketuai oleh Direktur Jenderal PDN dan  beranggotakan pejabat pimpinan madya dari masing masing intansi terkait. 

(5) Tim pembinaan PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat  (3) ditetapkan dengan keputusan Menteri. 

Pasal 44 

(1) Menteri melaksanakan pengawasan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 42 dengan mengutamakan  perlindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari  dampak negatif PMSE dari luar negeri. 

(2) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) menunjuk petugas pengawas di  bidang Perdagangan. 

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilaksanakan berdasarkan parameter pengawasan di  bidang Perdagangan dan di bidang perlindungan  Konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan. 

(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana  dimaksud pada ayat (3), Menteri membangun sistem  pengawasan berbasis teknologi informasi. 

Pasal 45 

Menteri mendelegasikan kewenangan melakukan pengawasan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 kepada Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 46 

(1) Dalam melaksanakan pengawasan, petugas pengawas  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dibantu  oleh tim asistensi pengawasan yang bersifat lintas sektor.

– 20 – 

(2) Tim asistensi pengawasan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri. 

Pasal 47 

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 42, Menteri dapat meminta data  dan/atau informasi perusahaan dan kegiatan usaha  Pelaku Usaha. 

(2) Permintaan data dan/atau informasi perusahaan dan  kegiatan usaha Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dilakukan dalam hal: 

a. diperlukan data yang mutakhir, akurat, dan cepat;  dan  

b. data yang diminta tidak tercakup dalam data  dan/atau informasi yang disampaikan kepada  lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan di bidang statistik sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 17. 

Pasal 48 

(1) Dalam rangka pembinaan, data dan/atau informasi  perusahaan dan kegiatan usaha Pelaku Usaha  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 disampaikan  kepada Menteri. 

(2) Jenis data dan/atau informasi perusahaan dan kegiatan  usaha Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) berupa data individual dan/atau granular. 

Pasal 49 

Penyampaian data dan/atau informasi perusahaan dan  kegiatan usaha Pelaku Usaha dalam rangka pengawasan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

BAB VIII 

SANKSI ADMINISTRATIF 

Pasal 50 

(1) Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5  ayat (1), Pasal 5 ayat (5), Pasal 5 ayat (6), Pasal 6, Pasal 9,  Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 13  ayat (3), Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1),  Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 21  ayat (3), Pasal 22, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 32, 

Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), dan  Pasal 41 dikenai sanksi administratif oleh Menteri. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dapat berupa:  

a. peringatan tertulis;  

b. dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan;  c. dimasukkan dalam daftar hitam; 

d. pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam  negeri dan/atau PPMSE luar negeri oleh instansi  terkait yang berwenang; dan/atau 

e. pencabutan izin usaha.

– 21 – 

(3) Menteri mendelegasikan kewenangan pengenaan sanksi  administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  kepada Direktur Jenderal PKTN. 

(4) Kewenangan pengenaan sanksi administratif berupa  peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  huruf a dilaksanakan oleh direktorat yang membidangi  tertib niaga. 

Pasal 51 

(1) Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan/atau Pasal 6,  dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) Pelaku Usaha tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan/atau Pasal 6, dikenai sanksi administratif berupa  dimasukkan dalam daftar hitam dan pemblokiran  sementara layanan PPMSE oleh instansi terkait yang  berwenang. 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE sebagaimana  dimakdud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan  permintaan Direktur Jenderal PKTN. 

Pasal 52 

(1) Dalam hal Pelaku Usaha dikenai sanksi sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), PPMSE atau PSP wajib  melakukan pemblokiran layanan PPMSE bagi Pelaku Usaha. 

(2) Dalam hal PPMSE atau PSP tidak memenuhi ketentuan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi  administratif berupa peringatan tertulis. 

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (3) PPMSE atau PSP tetap tidak memenuhi  ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa pemblokiran sementara  layanan PPMSE atau PSP oleh instansi terkait yang  berwenang. 

(5) Pemblokiran sementara layanan PPMSE atau PSP oleh  instansi terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud  pada ayat (4) dilakukan berdasarkan permintaan  Direktur Jenderal PKTN. 

Pasal 53 

(1) Pedagang (Merchant) yang melanggar ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan/atau ayat (2), Pedagang (Merchant) luar negeri yang melanggar  ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat  (1), serta PPMSE yang melanggar ketentuan sebagaimana 

– 22 – 

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan ayat (6), dan/atau Pasal 11 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa  peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2), Pedagang (Merchant) tetap tidak  melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan/atau ayat (2), Pedagang (Merchant)  luar negeri tetap tidak melaksanakan kewajiban  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), serta  PPMSE tetap tidak melaksanakan kewajiban  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan ayat  (6), dan/atau Pasal 11 ayat (2), dikenai sanksi  administratif berupa dimasukkan dalam daftar hitam  dan/atau pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh  instansi terkait yang berwenang. 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 54 

(1) PPMSE dan PSP yang tidak dikecualikan dari ketentuan  kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) yang melanggar  ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 

dan/atau Pasal 10, dikenai sanksi administratif berupa  peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) PPMSE dan PSP yang tidak dikecualikan  dari ketentuan kewajiban memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tetap tidak  melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 9 dan/atau Pasal 10, dikenai sanksi administratif  berupa dimasukkan dalam daftar hitam dan pemblokiran  sementara layanan PPMSE dan PSP oleh instansi terkait  yang berwenang. 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE dan PSP oleh  instansi terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud  pada ayat (3) dilakukan oleh instansi yang berwenang  berdasarkan permintaan Direktur Jenderal PKTN. 

Pasal 55 

(1) PPMSE yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 17 berdasarkan laporan yang  disampaikan lembaga pemerintah yang  menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang  statistik dikenai sanksi administratif berupa peringatan  tertulis.

– 23 – 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) PPMSE tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,  dikenai sanksi administratif berupa pencantuman dalam  daftar prioritas pengawasan. 

(4) Sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar  prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat  (3) diberikan dengan masa tenggang waktu paling lama 7  (tujuh) hari kalender. 

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (4) PPMSE yang tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,  dikenai sanksi administratif berupa dimasukkan dalam  daftar hitam dan pemblokiran sementara layanan PPMSE  oleh instansi terkait yang berwenang. 

(6) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (5) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 56 

(1) PPMSE luar negeri yang melanggar ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan/atau Pasal 41, dikenai sanksi administratif berupa peringatan  tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dikenai paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu  14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal  surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) PPMSE luar negeri tetap tidak  melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 18 ayat (1) dan/atau Pasal 41, dikenai sanksi  administratif berupa dimasukkan dalam daftar hitam dan  pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang. 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 57 

(1) PPMSE yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dikenai sanksi  administratif berupa peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2), PPMSE tetap tidak melakukan kewajiban  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dikenai 

– 24 – 

sanksi administratif berupa pemblokiran sementara  layanan PPMSE oleh instansi terkait yang berwenang. (4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 58 

Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), Pasal 20,  Pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 21 ayat (3), Pasal 22, dan/atau Pasal 26 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.  

Pasal 59 

(1) Pelaku Usaha yang membuat, menyediakan sarana, dan/atau menyebarluaskan Iklan Elektronik yang  melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa peringatan  tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) Pelaku Usaha tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,  dikenai sanksi administratif berupa pencantuman dalam  daftar prioritas pengawasan. 

(4) Sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar  prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat  (3) diberikan dengan masa tenggang waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender. 

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (4) Pelaku Usaha tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,  dikenai sanksi administratif berupa pencabutan 

Perizinan Berusaha. 

Pasal 60 

(1) PPMSE yang melanggar kewajiban sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif  berupa peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak sebanyak 3 (tiga) kali dalam  tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung  sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) PPMSE tetap tidak melaksanakan  kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,  dikenai sanksi administratif berupa pemblokiran  sementara layanan PPMSE oleh instansi terkait yang  berwenang dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha.

– 25 – 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 61 

Pelaku Usaha yang melanggar kewajiban sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 32, dikenai sanksi administratif berupa  peringatan tertulis. 

Pasal 62 

(1) KP3A Bidang PMSE yang melanggar ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (1), dan/atau Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi  administratif berupa peringatan tertulis. 

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang  waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak  tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. 

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) KP3A Bidang PMSE tetap tidak  melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 37 ayat (2) dan/atau Pasal 38 ayat (1), dikenai  sanksi administratif berupa pemblokiran sementara  layanan PPMSE oleh instansi terkait yang berwenang. 

(4) Pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan Direktur  Jenderal PKTN. 

Pasal 63 

(1) Dalam hal Pelaku Usaha yang dikenai sanksi  administratif berupa pencantuman dalam daftar prioritas  pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat  (3) dan Pasal 59 ayat (3) telah memenuhi ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini,  Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan untuk  dikeluarkan dari daftar prioritas pengawasan kepada  Direktur Jenderal PKTN. 

(2) Dalam hal Pelaku Usaha yang dikenai sanksi  administratif berupa dimasukkan dalam daftar hitam  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), Pasal 53 ayat (3), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), dan Pasal 56 ayat (3) telah memenuhi ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, Pelaku Usaha  dapat mengajukan permohonan untuk dikeluarkan dari  daftar hitam kepada Direktur Jenderal PKTN. 

(3) Dalam hal Pelaku Usaha yang dikenai sanksi  administratif berupa pemblokiran sementara layanan  PPMSE oleh instansi terkait yang berwenang  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 

ayat (4), Pasal 53 ayat (3), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (3), Pasal 57 ayat (3), dan Pasal 60 ayat  (3), serta KP3A Bidang PMSE yang dikenai sanksi berupa  pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi  terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam

– 26 – 

Pasal 62 ayat (3) telah memenuhi ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, Pelaku Usaha  dapat mengajukan permohonan pembukaan pemblokiran  sementara layanan PPMSE kepada Direktur Jenderal  PKTN. 

(4) Format permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), ayat (2), dan ayat (3) sebagaimana tercantum dalam  Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari  Peraturan Menteri ini. 

Pasal 64 

(1) Direktur Jenderal PKTN melakukan evaluasi permohonan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) sampai  dengan ayat (3) paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung  sejak permohonan diterima. 

(2) Jika hasil evaluasi permohonan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal PKTN: a. mengeluarkan Pelaku Usaha dari daftar prioritas  pengawasan; 

b. mengeluarkan Pelaku Usaha dari daftar hitam;  dan/atau 

c. mengajukan permintaan pembukaan pemblokiran  sementara layanan PMSE kepada instansi terkait  yang berwenang. 

BAB IX 

KETENTUAN PENUTUP 

Pasal 65 

Perizinan Berusaha yang telah diperoleh PPMSE dalam negeri,  Pedagang (Merchant) dalam negeri, PSP dalam negeri, dan  KP3A Bidang PMSE sebelum Peraturan Menteri ini berlaku,  tetap berlaku sepanjang: 

a. masa berlakunya belum berakhir atau belum dicabut;  dan 

b. didaftarkan ke Sistem OSS. 

Pasal 66 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan  Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang  Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan  Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem  Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020  Nomor 498), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 67 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal  diundangkan.

– 27 – 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan  pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya  dalam Berita Negara Republik Indonesia. 

Ditetapkan di Jakarta 

pada tanggal 25 September 2023 

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, 

ttd. 

ZULKIFLI HASAN 

Diundangkan di Jakarta 

pada tanggal 26 September 2023 

DIREKTUR JENDERAL 

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 

REPUBLIK INDONESIA, 

ttd. 

ASEP N. MULYANA 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 763

LAMPIRAN 
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2023
TENTANG 
PERIZINAN BERUSAHA, PERIKLANAN, PEMBINAAN, DAN  PENGAWASAN PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN  MELALUI SISTEM ELEKTRONIK 

FORMAT SURAT PERMOHONAN
PEMBUKAAN BLOKIR SEMENTARA LAYANAN PPMSE SERTA  PENGELUARAN DARI DAFTAR PRIORITAS PENGAWASAN/DAFTAR HITAM 

I. Format Surat Permohonan Pembukaan Blokir Sementara Layanan PPMSE

(Kop Perusahaan)

Nomor : (kota), (tanggal, bulan, tahun)
Sifat : Penting
Lampiran : … (…) berkas
Hal : Permohonan Pembukaan  Pemblokiran Sementara  Layanan PPMSE

Yth.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen
dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan
di
Tempat.

Bersamaan dengan surat ini, PT (…..) mengajukan permohonan untuk  dapat dilakukan pembukaan pemblokiran sementara layanan PPSME  terhadap situs dan/atau aplikasi (…..). Sebagai bentuk pemenuhan  ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan Melalui  Sistem Elektronik, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. PT (…..) telah memenuhi ketentuan dalam Pasal (…..) Peraturan (…..),  yaitu (…..); dan
2. PT (…..) berkomitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang PMSE.

Bersama surat ini kami sampaikan bukti pendukung sebagai lampiran  dari surat ini.

Demikian disampaikan, atas perhatian Bapak Direktur Jenderal  Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga diucapkan terima kasih.

Penanggung Jawab
Perusahaan,

(ttd dan cap perusahaan)

(Nama Lengkap)

Tembusan:
1. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan;
2. Direktur Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan; dan
3. Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa, Kementerian Perdagangan.

II. Format Surat Permohonan Pengeluaran dari Daftar Prioritas Pengawasan/Daftar Hitam*) 

(Kop Perusahaan)

Nomor : (kota), (tanggal, bulan, tahun)
Sifat : Penting
Lampiran : … (…) berkas
Hal : Permohonan Pengeluaran  dari Daftar Prioritas  Pengawasan/Daftar  Hitam*)

Yth.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen
dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan
di
Tempat.

Bersamaan dengan surat ini, PT (…..) mengajukan permohonan untuk  dapat dilakukan pengeluaran dari Daftar Prioritas Pengawasan/Daftar  Hitam*) terhadap situs dan/atau aplikasi (…..). Sebagai bentuk pemenuhan  ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. PT (…..) telah memenuhi ketentuan dalam Pasal (…..) Peraturan (…..),  yaitu (…..);dan
2. PT (…..) berkomitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan  di bidang PMSE.

Bersama surat ini kami sampaikan bukti pendukung sebagai lampiran  dari surat ini.

Demikian disampaikan, atas perhatian Bapak Direktur Jenderal  Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga diucapkan terima kasih.

Penanggung Jawab
Perusahaan,

(ttd dan cap perusahaan)

(Nama Lengkap)

Tembusan:
1. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan;
2. Direktur Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan; dan
3. Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa, Kementerian Perdagangan.

*) Pilih salah satu. 

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, 

ttd.

ZULKIFLI HASAN


Sumber:
BPK. 2023. Permendag No. 31 Tahun 2023. kita baca Selasa, 26 September 2023. peraturan.bpk.go.id
HeyLaw. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 Perizinan Berusaha Periklanan Pembinaan Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. . kita baca Selasa, 26 September 2023. heylaw.id/peraturan/peraturan-menteri-perdagangan-nomor-31-tahun-2023

Comments

Tinggalkan Balasan