Peraturan OJK No 17 Tahun 2023

Peraturan OJK No 17 Tahun 2023 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum

StatusBerlaku
Mengubah
Uji Materi MKBelum ada
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan12 September 2023
Tanggal Pengundangan14 September 2023
Tanggal Berlaku14 September 2023
SumberLN 2023 (30/OJK), TLN (53/OJK): 60 hlm.; jdih.ojk.go.id
Kata KunciPenerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum
BidangHukum Perbankan, Hukum Ekonomi dan Bisnis,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2023
TENTANG
PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang:

a. bahwa untuk meningkatkan daya saing bank, mendorong pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan, serta berkontribusi dalam penerapan tanggung jawab sosial
dan lingkungan diperlukan penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang terintegrasi;
b. bahwa dengan semakin kompleksnya bisnis perbankan yang ditunjang dengan perkembangan produk bank dan inovasi teknologi informasi, diperlukan penguatan penerapan tata kelola bank;
c. bahwa penerapan tata kelola bank dengan dukungan manajemen risiko dan kepatuhan yang terintegrasi harus mampu mendorong peningkatan kualitas pengelolaan bank yang sehat, berdasarkan prinsip kehati-hatian dan beretika, yang dapat meningkatkan daya saing bank,
mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
nasional, serta berkontribusi dalam penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan;
d. bahwa untuk penguatan tata kelola dan mendorong bank melakukan berbagai peningkatan dalam penerapan tata kelola bank, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum perlu dilakukan penggantian;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum;

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
    Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
    Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
  3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang
    Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

  1. Bank Umum yang selanjutnya disebut Bank adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
    lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
  2. Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri yang selanjutnya disebut KCBLN adalah Bank yang merupakan kantor cabang dari bank yang berbadan hukum dan memiliki kantor pusat di luar negeri.
  3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
    yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
  4. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya
    disingkat RUPS adalah organ Bank yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas dan/atau
    anggaran dasar, atau organ atau pihak yang setara bagi KCBLN.
  5. Direksi adalah organ Bank yang berwenang dan
    bertanggung jawab penuh atas pengurusan Bank untuk kepentingan Bank, sesuai dengan maksud dan tujuan Bank serta mewakili Bank, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar bagi Bank yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau
    pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang bagi KCBLN.
  6. Dewan Komisaris adalah organ Bank yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi bagi Bank yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi pengawasan bagi KCBLN.
  7. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris
    yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
    kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga
    dengan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris lain,
    dan/atau pemegang saham pengendali termasuk
    pemegang saham pengendali terakhir, atau hubungan
    dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang
    bersangkutan untuk bertindak independen.
  8. Komisaris Non Independen adalah anggota Dewan
    Komisaris yang bukan merupakan Komisaris Independen.
  9. Pihak Independen adalah pihak di luar Bank yang tidak
    memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
    kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga
    dengan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
    dan/atau pemegang saham pengendali, atau hubungan
    dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang
    bersangkutan untuk bertindak independen.
  10. Tata Kelola yang Baik pada Bank adalah struktur, proses,
    dan mekanisme pengelolaan Bank untuk pencapaian
    penyelenggaraan kegiatan usaha Bank yang
    memperhatikan kepentingan seluruh pemangku
    kepentingan yang terkait, menciptakan dan
    mengoptimalkan nilai perusahaan pada Bank secara
    berkelanjutan, serta berlandaskan ketentuan peraturan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -4-
    perundang-undangan, standar, nilai etika, prinsip, dan
    praktik yang berlaku umum.
  11. Pemangku Kepentingan adalah seluruh pihak yang
    memiliki kepentingan secara langsung atau tidak
    langsung terhadap kegiatan usaha Bank.
  12. Pejabat Eksekutif adalah pejabat Bank yang bertanggung
    jawab langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai
    pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dan/atau
    operasional Bank.
    BAB II
    PENERAPAN TATA KELOLA YANG BAIK PADA BANK
    Pasal 2
    (1) Bank wajib menerapkan Tata Kelola yang Baik pada
    Bank dalam penyelenggaraan kegiatan usaha.
    (2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terdiri atas:
    a. kegiatan usaha Bank; dan
    b. kegiatan lain yang dilakukan Bank selain kegiatan
    usaha,
    pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi, sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
    mencakup prinsip:
    a. keterbukaan;
    b. akuntabilitas;
    c. tanggung jawab;
    d. independensi; dan
    e. kewajaran.
    (4) Penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
    diwujudkan dalam:
    a. pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan wewenang
    Direksi;
    b. pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan wewenang
    Dewan Komisaris;
    c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite;
    d. penanganan benturan kepentingan;
    e. penerapan fungsi kepatuhan;
    f. penerapan fungsi audit intern;
    g. penerapan fungsi audit ekstern;
    h. penerapan manajemen risiko termasuk sistem
    pengendalian intern;
    i. pemberian remunerasi;
    j. penyediaan dana kepada pihak terkait dan
    penyediaan dana besar;
    k. integritas pelaporan dan sistem teknologi informasi;
    l. rencana strategis Bank;
    m. aspek pemegang saham;
    n. penerapan strategi anti fraud, termasuk anti
    penyuapan;
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -5-
    o. penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk
    penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
    dan
    p. penerapan tata kelola dalam kelompok usaha Bank.
    (5) Selain penerapan tata kelola sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), Bank harus mengikuti perkembangan
    dinamika industri untuk mendorong penerapan Tata
    Kelola yang Baik pada Bank.
    Pasal 3
    (1) Bank wajib memiliki prosedur internal mengenai
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank dalam
    penyelenggaraan kegiatan usaha.
    (2) Bank wajib melakukan evaluasi dan pengkinian terhadap
    prosedur internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    agar memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 4
    Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank.
    Pasal 5
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3, dikenai sanksi
    administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3, Bank dikenai sanksi
    administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau
    pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi
    administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -6-
    BAB III
    DIREKSI
    Bagian Kesatu
    Jumlah, Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi
    Pasal 6
    (1) Bank wajib memiliki anggota Direksi dengan jumlah
    paling sedikit 3 (tiga) orang.
    (2) Seluruh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) wajib berdomisili di Indonesia.
    (3) Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki pengalaman
    paling sedikit 5 (lima) tahun di bidang operasional
    sebagai pejabat eksekutif bank.
    (4) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai
    periode masa jabatan anggota Direksi paling lama 5 (lima)
    tahun untuk 1 (satu) periode masa jabatan yang dimulai
    sejak tanggal efektif pengangkatan anggota Direksi oleh
    RUPS, serta menetapkan kondisi lain dalam pemenuhan
    jabatan anggota Direksi.
    Pasal 7
    (1) Salah seorang anggota Direksi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 6 ayat (1) wajib diangkat sebagai direktur
    utama.
    (2) Dalam hal diperlukan, anggota Direksi lain dapat
    diangkat sebagai wakil direktur utama.
    (3) Direktur utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    wajib berasal dari pihak yang independen terhadap
    pemegang saham pengendali.
    Pasal 8
    Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    konvensional yang memiliki UUS, pengaturan mengenai:
    a. tanggung jawab pengembangan UUS bagi seluruh Direksi
    Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    konvensional; dan
    b. direktur yang membawahkan UUS, dilaksanakan sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai unit
    usaha syariah.
    Pasal 9
    (1) Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan
    anggota Direksi kepada RUPS wajib memperhatikan
    rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi.
    (2) Penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi
    mengedepankan komposisi secara profesional,
    independensi, kesesuaian kompetensi, dan
    memperhatikan keberagaman, yang dibutuhkan secara
    tepat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
    Direksi.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -7-
    (3) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai
    kriteria, mekanisme dan tata cara pengangkatan,
    penggantian, pemberhentian, dan/atau pengunduran
    diri anggota Direksi, termasuk kewenangan yang melekat
    kepada Direksi, sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    Pasal 10
    (1) Pemberhentian atau penggantian anggota Direksi wajib
    mengedepankan kepentingan utama dari Bank.
    (2) Pemberhentian atau penggantian anggota Direksi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan
    sebelum periode masa jabatan anggota Direksi berakhir
    wajib memperhatikan paling sedikit:
    a. anggota Direksi dinilai tidak mampu melaksanakan
    tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan
    pelaksanaan strategi Bank yang sehat;
    b. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi
    tidak didasarkan atas penilaian subjektif dari
    pemegang saham, namun didasarkan dari penilaian
    yang objektif terkait pengelolaan Bank;
    c. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi
    telah melalui perencanaan dan mekanisme yang
    berlaku, yang paling sedikit memperhatikan
    penilaian dari komite yang menjalankan fungsi
    nominasi dan telah diagendakan dalam RUPS;
    d. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi
    tidak mengakibatkan terjadinya permasalahan
    dalam pengorganisasian dan kegiatan usaha Bank;
    e. pelaksanaan pemberhentian atau penggantian
    anggota Direksi mengedepankan pola komunikasi
    yang baik dari berbagai pihak terkait; dan
    f. dilakukan dengan mengedepankan penerapan Tata
    Kelola yang Baik pada Bank dan aspek kehatihatian.
    (3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan evaluasi
    terhadap keputusan pemberhentian atau penggantian
    anggota Direksi yang dilakukan sebelum periode masa
    jabatan anggota Direksi berakhir.
    Pasal 11
    (1) Pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
    sebelum periode masa jabatan berakhir wajib
    mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas
    Jasa Keuangan sebelum diputuskan dalam RUPS.
    (2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
    penilaian terhadap kelayakan rencana pemberhentian
    atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang
    membawahkan fungsi kepatuhan.
    (3) Sebagai bahan penilaian oleh Otoritas Jasa Keuangan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank
    menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa
    Keuangan dengan memuat informasi mengenai:
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -8-
    a. alasan atau pertimbangan dilakukannya
    pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi
    kepatuhan; dan
    b. Bank dapat menyertakan profil calon pengganti yang
    dinilai memenuhi persyaratan untuk dilakukan
    penilaian kemampuan dan kepatutan.
    (4) Penyampaian permohonan kepada Otoritas Jasa
    Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    disampaikan Bank paling lama 1 (satu) bulan sebelum
    rencana pelaksanaan RUPS yang memuat agenda
    pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi
    kepatuhan.
    (5) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai rencana
    pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
    tidak layak maka:
    a. rencana pemberhentian atau penggantian direktur
    utama dan/atau direktur yang membawahkan
    fungsi kepatuhan dimaksud tidak disetujui Otoritas
    Jasa Keuangan; dan
    b. Bank dilarang memuat agenda pemberhentian atau
    penggantian direktur utama dan/atau direktur yang
    membawahkan fungsi kepatuhan dalam RUPS.
    Pasal 12
    (1) Anggota Direksi dapat mengundurkan diri dari
    jabatannya sebelum masa jabatan berakhir melalui
    pemberitahuan tertulis kepada Bank.
    (2) Dalam hal anggota Direksi mengundurkan diri sehingga
    mengakibatkan jumlah anggota Direksi menjadi kurang
    dari 3 (tiga) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
    ayat (1), pengunduran diri tersebut sah jika telah
    ditetapkan oleh RUPS dan telah diangkat anggota Direksi
    yang baru.
    (3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan evaluasi
    terhadap pengunduran diri anggota Direksi untuk
    menilai pengunduran diri dilakukan secara sukarela,
    terdapat unsur paksaan, atau kondisi lain.
    Pasal 13
    Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan
    tindakan korektif dan evaluasi terhadap tindakan
    pengangkatan, pemberhentian, penggantian, dan/atau
    pengunduran diri anggota Direksi dapat disampaikan oleh
    Otoritas Jasa Keuangan melalui perintah tertulis sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perintah
    tertulis.
    Pasal 14
    (1) Dalam hal tidak ditetapkan dalam keputusan RUPS atau
    anggaran dasar Bank, Direksi melalui keputusan Direksi
    menetapkan:
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -9-
    a. struktur organisasi Bank termasuk pembidangan
    tugas anggota Direksi;
    b. mekanisme direktur pengganti; dan
    c. mekanisme dalam hal direktur pengganti tidak dapat
    menjalankan tugasnya.
    (2) Selama menduduki periode masa jabatan, pembidangan
    tugas anggota Direksi dapat dialihkan atau diubah
    menjadi pembidangan tugas lain, dengan mekanisme
    sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Bank atau
    ditentukan oleh RUPS.
    (3) Dalam hal anggota Direksi hanya terdiri dari 1 (satu)
    orang direktur, tugas dan tanggung jawab direktur yang
    membawahkan fungsi kepatuhan dilaksanakan oleh
    kepala satuan kerja kepatuhan Bank paling lama 6
    (enam) bulan.
    (4) Direktur pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b dilarang untuk dipenuhi dari pihak lain selain
    dari anggota Direksi yang sedang menjabat, kecuali
    karena pemenuhan ketentuan peraturan perundangundangan.
    (5) Bidang tugas direktur yang dipenuhi oleh direktur
    pengganti wajib berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
    (6) Dalam hal diperlukan, pembidangan tugas direktur
    pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
    diperpanjang berdasarkan pertimbangan tertentu dari
    Bank dan mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa
    Keuangan.
    Pasal 15
    (1) Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan:
    a. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris,
    anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat
    eksekutif pada bank, perusahaan, dan/atau
    lembaga lain;
    b. pada bidang tugas fungsional pada lembaga
    keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan
    bank yang berkedudukan di dalam maupun di luar
    negeri;
    c. pada jabatan lain yang dapat menimbulkan
    benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas
    sebagai anggota Direksi; dan/atau
    d. pada jabatan lain sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (2) Tidak termasuk rangkap jabatan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dalam hal anggota Direksi:
    a. bertanggung jawab terhadap pengawasan atas
    penyertaan Bank pada perusahaan anak,
    menjalankan tugas fungsional menjadi anggota
    Dewan Komisaris pada perusahaan anak bukan
    bank yang dikendalikan oleh Bank;
    b. bertanggung jawab terhadap pengawasan dana
    pensiun atau menjalankan tugas sebagai dewan
    pengawas dana pensiun, yang dimiliki oleh Bank;
    c. melaksanakan tugas sebagai direktur pengganti
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -10-
    huruf b; dan/atau
    d. menduduki jabatan pada organisasi atau lembaga
    nirlaba,
    sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan
    mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
    sebagai anggota Direksi.
    (3) Pelaksanaan kegiatan anggota Direksi sebagaimana
    dimaksud pada:
    a. ayat (2) huruf a dan huruf b wajib mendapatkan
    persetujuan dari rapat Dewan Komisaris; dan/atau
    b. ayat (2) huruf d dilaporkan dalam rapat Dewan
    Komisaris.
    (4) Terhadap calon anggota Direksi yang memiliki jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b,
    dan huruf d, wajib membuat pernyataan untuk:
    a. menjaga integritas;
    b. menghindari segala bentuk benturan kepentingan;
    dan
    c. menghindari tindakan yang dapat merugikan Bank
    dan/atau menyebabkan Bank melanggar prinsip
    kehati-hatian,
    selama menjabat sebagai anggota Direksi.
    Pasal 16
    (1) Anggota Direksi secara sendiri-sendiri atau bersamasama dilarang memiliki saham pada perusahaan lain
    sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari
    modal disetor perusahaan lain dimaksud.
    (2) Kepemilikan saham anggota Direksi secara sendirisendiri atau bersama-sama sehubungan penerimaan
    bonus dan/atau tantiem dalam bentuk saham yang
    mengakibatkan kepemilikan saham sebesar 25% (dua
    puluh lima persen) atau lebih dikecualikan dari ayat (1).
    (3) Kepemilikan saham direktur utama atau direktur yang
    membawahkan fungsi kepatuhan yang berasal dari
    pemberian bonus, tantiem, program kepemilikan saham
    bagi manajemen, dan/atau program kepemilikan saham
    bagi karyawan pada perusahaan yang merupakan
    pemegang saham pengendali dan/atau pengendali
    terakhir Bank, tidak diperhitungkan dalam penilaian
    independensi terhadap pemegang saham pengendali,
    sepanjang:
    a. kepemilikan saham merupakan kebijakan dari
    pemegang saham pengendali dan/atau pengendali
    terakhir Bank dan bukan merupakan inisiatif dari
    direktur utama atau direktur yang membawahkan
    fungsi kepatuhan;
    b. kepemilikan saham tidak untuk diperdagangkan;
    dan
    c. yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan
    bahwa senantiasa bertindak independen selama
    menjadi direktur utama atau direktur yang
    membawahkan fungsi kepatuhan walaupun memiliki
    saham pemegang saham pengendali dan/atau
    pengendali terakhir Bank.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -11-
    Pasal 17
    Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan
    keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota
    Direksi dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris.
    Pasal 18
    Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada
    pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi
    Direksi.
    Pasal 19
    (1) Anggota Direksi merupakan orang perseorangan yang
    memenuhi persyaratan persetujuan Otoritas Jasa
    Keuangan.
    (2) Anggota Direksi yang telah memenuhi persyaratan
    persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) selama menjabat wajib memiliki:
    a. integritas;
    b. kompetensi; dan
    c. reputasi yang baik.
    Bagian Kedua
    Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Direksi
    Pasal 20
    (1) Direksi bertugas menjalankan dan bertanggung jawab
    atas pengurusan Bank untuk kepentingan Bank sesuai
    dengan maksud dan tujuan Bank yang ditetapkan dalam
    ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran
    dasar, dan keputusan RUPS.
    (2) Direksi wajib melaksanakan tugas, wewenang, dan
    tanggung jawab dengan itikad baik dan dengan prinsip
    kehati-hatian.
    (3) Direksi berwenang mewakili Bank sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran
    dasar, dan keputusan RUPS.
    Pasal 21
    Direksi menerapkan Tata Kelola yang Baik pada Bank,
    manajemen risiko, dan kepatuhan secara terintegrasi yang
    disesuaikan dengan perkembangan ekosistem perbankan
    terkini serta didukung dengan digitalisasi dan inovasi
    teknologi.
    Pasal 22
    (1) Dalam menerapkan Tata Kelola yang Baik pada Bank,
    Direksi paling sedikit wajib membentuk:
    a. satuan kerja audit intern;
    b. satuan kerja manajemen risiko; dan
    c. satuan kerja kepatuhan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -12-
    (2) Selain membentuk satuan kerja sebagaimana ayat (1),
    Direksi membentuk satuan kerja lain yang diwajibkan
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
    Pasal 23
    Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit atau
    pemeriksaan dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern
    Bank, auditor ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa
    Keuangan, dan/atau hasil pengawasan otoritas dan lembaga
    lain.
    Pasal 24
    Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai mengenai
    kebijakan internal Bank yang bersifat strategis di bidang
    kepegawaian.
    Pasal 25
    Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
    kepada pemegang saham melalui RUPS.
    Pasal 26
    (1) Direksi dilarang menggunakan penasihat perorangan
    dan/atau jasa profesional sebagai tenaga ahli atau
    konsultan.
    (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
    berlaku untuk penggunaan penasihat perorangan
    dan/atau jasa profesional dengan ketentuan:
    a. untuk proyek bersifat khusus;
    b. berdasarkan pada kontrak kerja yang jelas;
    c. dilaksanakan oleh Pihak Independen yang memiliki
    pengetahuan teknis tertentu dengan standar
    kualifikasi keahlian yang memadai untuk
    mengerjakan proyek yang bersifat khusus
    sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
    d. dilaksanakan oleh pihak yang tidak menduduki
    jabatan struktural pada Bank; dan
    e. dilaksanakan oleh pihak yang tidak mempunyai
    wewenang untuk membuat keputusan operasional
    Bank.
    Pasal 27
    Dalam pengelolaan data dan informasi terkait Bank, Direksi
    wajib:
    a. memiliki dan menyediakan data dan informasi yang
    akurat, relevan, dan tepat waktu, termasuk kepada
    Dewan Komisaris; dan
    b. melaksanakan pengelolaan data dan informasi sesuai
    dengan Tata Kelola yang Baik pada Bank dan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    Pasal 28
    (1) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja
    yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Direksi.
    (2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -13-
    pada ayat (1) paling sedikit wajib mencantumkan:
    a. pengorganisasian Bank dan pembidangan tugas
    Direksi;
    b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang Direksi;
    c. pengaturan kewenangan dan prosedur keputusan
    Direksi;
    d. pengaturan etika kerja Direksi;
    e. pengaturan rapat Direksi;
    f. larangan terhadap Direksi;
    g. evaluasi kinerja Direksi; dan
    h. pola hubungan kerja Direksi dan Dewan Komisaris.
    Pasal 29
    Keputusan Direksi yang diambil sesuai dengan pedoman dan
    tata tertib kerja mengikat dan menjadi tanggung jawab
    seluruh anggota Direksi.
    Bagian Ketiga
    Rapat Direksi
    Pasal 30
    (1) Direksi wajib menyelenggarakan rapat Direksi secara
    berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap bulan.
    (2) Direksi wajib menyelenggarakan rapat Direksi bersama
    Dewan Komisaris secara berkala paling sedikit 1 (satu)
    kali dalam 4 (empat) bulan.
    (3) Rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota
    Direksi.
    Pasal 31
    (1) Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib
    diputuskan melalui rapat Direksi dengan memperhatikan
    pengawasan sesuai tugas dan tanggung jawab Dewan
    Komisaris.
    (2) Pengambilan keputusan Direksi melalui rapat Direksi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih
    dahulu dilakukan berdasarkan musyawarah untuk
    mufakat.
    (3) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengambilan
    keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
    (4) Direksi wajib membuat risalah rapat Direksi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (5) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Direksi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan
    secara jelas dalam risalah rapat Direksi beserta alasan
    perbedaan pendapat.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -14-
    Bagian Keempat
    Aspek Transparansi Direksi
    Pasal 32
    Dalam pemenuhan pelaksanaan tata kelola, anggota Direksi
    mengungkapkan:
    a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau
    lebih, baik pada Bank yang bersangkutan, maupun pada
    bank dan/atau perusahaan lain, yang berkedudukan di
    dalam dan di luar negeri;
    b. hubungan keuangan dengan anggota Direksi lain,
    anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham
    pengendali Bank; dan
    c. hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan
    anggota Direksi lain, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
    pemegang saham pengendali Bank,
    dalam laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana diatur
    dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
    Pasal 33
    (1) Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk
    kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang
    dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank.
    (2) Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima
    keuntungan pribadi dari Bank, selain remunerasi dan
    fasilitas lain yang ditetapkan berdasarkan keputusan
    RUPS.
    (3) Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan
    fasilitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi
    bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian
    remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha
    syariah.
    Bagian Kelima
    Sanksi
    Pasal 34
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 7 ayat (1),
    ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), Pasal
    11 ayat (1), ayat (5) huruf b, Pasal 14 ayat (4), ayat (5),
    Pasal 15 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (4), Pasal 16 ayat
    (1), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat
    (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal
    26 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30 ayat (1), ayat (2),
    Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau
    Pasal 33, dikenai sanksi administratif berupa teguran
    tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -15-
    Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 7 ayat (1), ayat
    (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), Pasal 11
    ayat (1), ayat (5) huruf b, Pasal 14 ayat (4), ayat (5), Pasal
    15 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (4), Pasal 16 ayat (1),
    Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (2),
    Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26
    ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30 ayat (1), ayat (2),
    Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau
    Pasal 33, Bank dikenai sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau
    pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi
    administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB IV
    DEWAN KOMISARIS
    Bagian Kesatu
    Jumlah, Komposisi, Kriteria, dan Independensi Dewan
    Komisaris
    Pasal 35
    (1) Bank wajib memiliki anggota Dewan Komisaris dengan
    jumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak
    sama dengan jumlah anggota Direksi.
    (2) Anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) paling sedikit 1 (satu) orang wajib berdomisili di
    Indonesia.
    (3) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai
    periode masa jabatan anggota Dewan Komisaris paling
    lama 5 (lima) tahun untuk 1 (satu) periode masa jabatan
    yang dimulai sejak tanggal efektif pengangkatan anggota
    Dewan Komisaris oleh RUPS, serta menetapkan kondisi
    lain dalam pemenuhan jabatan anggota Dewan
    Komisaris.
    Pasal 36
    (1) Salah seorang anggota Dewan Komisaris sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) wajib diangkat sebagai
    komisaris utama.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -16-
    (2) Dalam hal diperlukan, anggota Dewan Komisaris lain
    dapat diangkat sebagai wakil komisaris utama.
    Pasal 37
    Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    konvensional yang memiliki UUS, pengaturan mengenai
    tanggung jawab pengembangan UUS bagi Dewan Komisaris
    Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
    dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai unit usaha syariah.
    Pasal 38
    (1) Anggota Dewan Komisaris terdiri atas Komisaris
    Independen dan Komisaris Non Independen.
    (2) Komisaris Independen sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) wajib paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
    jumlah anggota Dewan Komisaris.
    (3) Calon Komisaris Independen harus memiliki:
    a. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai
    dan relevan dengan jabatan sebagai Komisaris
    Independen; dan
    b. pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang
    keuangan.
    (4) Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau
    pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang
    dapat memengaruhi kemampuan yang bersangkutan
    untuk bertindak independen wajib menjalani masa
    tunggu paling singkat 1 (satu) tahun sebelum menjadi
    Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan.
    (5) Masa tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi:
    a. mantan direktur utama pada Bank yang
    bersangkutan; dan
    b. mantan anggota Direksi yang membawahkan fungsi
    pengawasan atau Pejabat Eksekutif yang melakukan
    fungsi pengawasan pada Bank yang bersangkutan,
    paling singkat 6 (enam) bulan sebelum menjadi Komisaris
    Independen pada Bank yang bersangkutan.
    (6) Dalam hal terdapat benturan kepentingan atau potensi
    benturan kepentingan dari calon Komisaris Independen
    atau calon Komisaris Non Independen yang terkait
    dengan Bank sehubungan dengan pencalonan yang
    bersangkutan pada Bank, calon yang bersangkutan
    mengungkapkan benturan kepentingan dalam proses
    penilaian kemampuan dan kepatutan.
    (7) Dalam hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan
    terdapat benturan kepentingan atau potensi benturan
    kepentingan dari calon Komisaris Independen atau calon
    Komisaris Non Independen yang terkait dengan Bank
    sehubungan dengan pencalonan yang bersangkutan,
    Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan
    tindakan pengawasan yang diperlukan.
    Pasal 39
    (1) Komisaris Non Independen dapat beralih menjadi
    Komisaris Independen pada Bank atau kelompok usaha
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -17-
    bank yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan
    sebagai Komisaris Independen.
    (2) Komisaris Non Independen yang akan beralih menjadi
    Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjalani
    masa tunggu paling singkat 1 (satu) tahun.
    (3) Peralihan dari Komisaris Non Independen menjadi
    Komisaris Independen wajib memperoleh persetujuan
    Otoritas Jasa Keuangan melalui penilaian kemampuan
    dan kepatutan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
    kepatutan bagi lembaga jasa keuangan.
    Pasal 40
    (1) Komisaris Independen menjabat untuk jangka waktu
    tertentu dan dapat diangkat kembali setelah
    mendapatkan persetujuan RUPS, paling banyak untuk 2
    (dua) periode masa jabatan secara berturut-turut.
    (2) Komisaris Independen yang telah menjabat selama 2
    (dua) periode masa jabatan secara berturut-turut dapat
    diangkat kembali pada periode selanjutnya sebagai
    Komisaris Independen dengan mempertimbangkan:
    a. hasil penilaian kinerja Komisaris Independen;
    b. hasil penilaian rapat Dewan Komisaris yang
    menyatakan bahwa Komisaris Independen tetap
    dapat bertindak independen;
    c. hasil penilaian oleh kepala satuan kerja audit intern
    dan Pejabat Eksekutif yang membawahkan fungsi
    sumber daya manusia yang menyatakan bahwa
    Komisaris Independen tetap dapat bertindak
    independen; dan
    d. pernyataan Komisaris Independen dalam RUPS
    mengenai independensi yang bersangkutan.
    Pasal 41
    (1) Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan
    anggota Dewan Komisaris kepada RUPS wajib
    memperhatikan rekomendasi komite yang menjalankan
    fungsi nominasi.
    (2) Anggota komite yang menjalankan fungsi nominasi yang
    memiliki benturan kepentingan dengan usulan yang
    direkomendasikan wajib mengungkapkan dalam usulan
    yang direkomendasikan.
    (3) Penggantian dan/atau pengangkatan anggota Dewan
    Komisaris mengedepankan komposisi secara profesional,
    independensi, kesesuaian kompetensi, dan
    memperhatikan keberagaman, yang dibutuhkan secara
    tepat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
    Dewan Komisaris.
    (4) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai
    kriteria, mekanisme, dan tata cara pengangkatan,
    penggantian, pemberhentian, dan/atau pengunduran
    diri anggota Dewan Komisaris, termasuk kewenangan
    yang melekat kepada Dewan Komisaris, sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -18-
    Pasal 42
    Ketentuan pemberhentian atau penggantian anggota Direksi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan ketentuan
    pengenaan sanksi terkait pemberhentian atau penggantian
    anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
    berlaku secara mutatis mutandis bagi anggota Dewan
    Komisaris.
    Pasal 43
    Ketentuan pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
    sebelum periode masa jabatan berakhir sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 11 dan ketentuan pengenaan sanksi
    terkait pemberhentian atau penggantian direktur utama
    dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
    sebelum periode masa jabatan berakhir sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis
    bagi Komisaris Independen.
    Pasal 44
    Ketentuan pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 12 berlaku secara mutatis mutandis
    bagi anggota Dewan Komisaris.
    Pasal 45
    Ketentuan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam
    melakukan tindakan korektif dan evaluasi terhadap tindakan
    pengangkatan, pemberhentian, penggantian, dan/atau
    pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 13 berlaku secara mutatis mutandis bagi anggota
    Dewan Komisaris.
    Pasal 46
    (1) Anggota Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan:
    a. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris,
    anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat
    eksekutif pada lembaga keuangan atau perusahaan
    keuangan baik bank maupun bukan bank;
    b. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris,
    anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat
    eksekutif pada lebih dari 1 (satu) lembaga atau
    perusahaan bukan keuangan, baik yang
    berkedudukan di dalam maupun di luar negeri;
    c. pada bidang tugas fungsional pada lembaga
    keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan
    bank yang berkedudukan di dalam maupun di luar
    negeri;
    d. pada jabatan lain yang dapat menimbulkan
    benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas
    sebagai anggota Dewan Komisaris; dan/atau
    e. pada jabatan lain sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (2) Tidak termasuk rangkap jabatan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dalam hal:
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -19-
    a. anggota Dewan Komisaris menjabat sebagai anggota
    direksi, anggota dewan komisaris atau pejabat
    eksekutif yang melaksanakan fungsi pengawasan
    pada 1 (satu) perusahaan anak bukan bank yang
    dikendalikan oleh Bank;
    b. Komisaris Non Independen menjalankan tugas
    fungsional dari pemegang saham Bank yang
    berbentuk badan hukum pada Bank dan/atau
    kelompok usaha Bank; dan/atau
    c. anggota Dewan Komisaris menduduki jabatan pada
    organisasi atau lembaga nirlaba,
    sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan
    mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung
    jawab sebagai anggota Dewan Komisaris.
    (3) Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan
    dapat menetapkan kebijakan mengenai jabatan rangkap
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sepanjang
    tidak mengakibatkan yang bersangkutan mengabaikan
    pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota
    Dewan Komisaris.
    (4) Terhadap calon anggota Dewan Komisaris yang memiliki
    jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
    membuat pernyataan untuk:
    a. menjaga integritas;
    b. menghindari segala bentuk benturan kepentingan;
    dan
    c. menghindari tindakan yang dapat merugikan Bank
    dan/atau menyebabkan Bank melanggar prinsip
    kehati-hatian,
    selama menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris.
    (5) Komisaris Independen dilarang merangkap jabatan
    sebagai pejabat publik.
    Pasal 47
    Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang saling memiliki
    hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama
    anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi.
    Pasal 48
    (1) Anggota Dewan Komisaris merupakan orang
    perseorangan yang memenuhi persyaratan persetujuan
    Otoritas Jasa Keuangan.
    (2) Anggota Dewan Komisaris yang telah memenuhi
    persyaratan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menjabat
    wajib memiliki:
    a. integritas;
    b. kompetensi; dan
    c. reputasi yang baik.
    Bagian Kedua
    Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Dewan Komisaris
    Pasal 49
    (1) Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -20-
    untuk kepentingan Bank atas kebijakan dan jalannya
    pengurusan oleh Direksi, memberikan nasihat kepada
    Direksi, dan bertanggung jawab atas pengawasan
    tersebut, sesuai dengan maksud dan tujuan Bank yang
    ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundangundangan, anggaran dasar, dan keputusan RUPS.
    (2) Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas, wewenang,
    dan tanggung jawab dengan itikad baik dan dengan
    prinsip kehati-hatian.
    (3) Dalam melakukan pengawasan, Dewan Komisaris wajib
    mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi
    pelaksanaan tata kelola, manajemen risiko, dan
    kepatuhan secara terintegrasi serta kebijakan strategis
    Bank, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan RUPS.
    (4) Dewan Komisaris menerima dan melaksanakan
    kewenangan yang diserahkan dan/atau diberikan kepada
    Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan, anggaran dasar, dan/atau
    keputusan RUPS.
    (5) Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas dan
    kewenangan pengawasan lain.
    (6) Dalam melaksanakan pengawasan, Dewan Komisaris
    dilarang ikut serta dalam pengambilan keputusan
    kegiatan operasional Bank, kecuali:
    a. penyediaan dana kepada pihak terkait sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    batas maksimum pemberian kredit dan penyediaan
    dana besar bagi bank umum dan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai batas maksimum
    penyaluran dana dan penyaluran dana besar bagi
    bank umum syariah; dan
    b. hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar Bank
    atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (7) Pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank oleh
    Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
    merupakan bagian dari tugas pengawasan oleh Dewan
    Komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab
    Direksi atas pelaksanaan kepengurusan Bank.
    Pasal 50
    Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap
    tindak lanjut Direksi atas temuan audit atau pemeriksaan dan
    rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank, auditor
    ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau
    hasil pengawasan otoritas dan lembaga lain sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 23.
    Pasal 51
    Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada Otoritas Jasa
    Keuangan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukan:
    a. pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
    di bidang keuangan, perbankan, dan yang terkait dengan
    kegiatan usaha Bank; dan/atau
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -21-
    b. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat
    membahayakan kelangsungan usaha Bank.
    Pasal 52
    (1) Dewan Komisaris wajib memiliki pedoman dan tata tertib
    kerja yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan
    Komisaris.
    (2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) paling sedikit wajib mencantumkan:
    a. tugas, tanggung jawab, dan wewenang Dewan
    Komisaris;
    b. pengaturan kewenangan dan prosedur keputusan
    Dewan Komisaris;
    c. pengaturan etika kerja Dewan Komisaris;
    d. pengaturan rapat Dewan Komisaris;
    e. larangan terhadap Dewan Komisaris;
    f. evaluasi kinerja Dewan Komisaris; dan
    g. pola hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi.
    Pasal 53
    Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu untuk
    melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara optimal
    sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja.
    Pasal 54
    Dewan Komisaris wajib menjaga segala data dan informasi
    terkait Bank yang disampaikan oleh Direksi, dan sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Bagian Ketiga
    Rapat Dewan Komisaris
    Pasal 55
    (1) Dewan Komisaris wajib menyelenggarakan rapat Dewan
    Komisaris secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2
    (dua) bulan.
    (2) Dewan Komisaris wajib mengadakan rapat bersama Direksi
    secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 4 (empat)
    bulan.
    (3) Rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dan ayat (2) diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota
    Dewan Komisaris.
    (4) Pelaksanaan rapat Dewan Komisaris wajib dihadiri oleh
    seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik paling sedikit 2
    (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
    (5) Komisaris Non Independen yang tidak dapat menghadiri rapat
    secara fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
    menghadiri rapat Dewan Komisaris melalui tatap muka
    dengan memanfaatkan teknologi informasi.
    Pasal 56
    (1) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris wajib
    terlebih dahulu dilakukan berdasarkan musyawarah
    untuk mufakat.
    (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -22-
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengambilan
    keputusan rapat Dewan Komisaris dilakukan
    berdasarkan suara terbanyak.
    (3) Segala keputusan Dewan Komisaris sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat
    bagi seluruh anggota Dewan Komisaris.
    (4) Dewan Komisaris wajib membuat risalah rapat Dewan
    Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (5) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Dewan
    Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
    dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Dewan
    Komisaris beserta alasan perbedaan pendapat.
    Bagian Keempat
    Aspek Transparansi Dewan Komisaris
    Pasal 57
    Dalam pemenuhan pelaksanaan tata kelola, anggota Dewan
    Komisaris mengungkapkan:
    a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau
    lebih, baik pada Bank yang bersangkutan maupun pada
    bank dan/atau perusahaan lain, yang berkedudukan di
    dalam dan di luar negeri;
    b. hubungan keuangan dengan anggota Dewan Komisaris
    lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham
    pengendali Bank; dan
    c. hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan
    anggota Dewan Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau
    pemegang saham pengendali Bank,
    dalam laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana diatur
    dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
    Pasal 58
    (1) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan Bank
    untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak
    lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan
    Bank.
    (2) Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil dan/atau
    menerima keuntungan pribadi dari Bank selain
    remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan RUPS.
    (3) Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan
    remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam
    pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
    dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah
    dan unit usaha syariah.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -23-
    Bagian Kelima
    Sanksi
    Pasal 59
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal
    38 ayat (2), ayat (4), Pasal 39 ayat (2), ayat (3), Pasal 41
    ayat (1), ayat (2), Pasal 46 ayat (1), ayat (4), ayat (5), Pasal
    47, Pasal 48 ayat (2), Pasal 49 ayat (2), ayat (3), ayat (6),
    Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55
    ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 56 ayat (1), ayat (4), ayat
    (5), dan/atau Pasal 58, dikenai sanksi administratif
    berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan belum
    memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 35 ayat (1), ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 38 ayat
    (2), ayat (4), Pasal 39 ayat (2), ayat (3), Pasal 41 ayat (1),
    ayat (2), Pasal 46 ayat (1), ayat (4), ayat (5), Pasal 47,
    Pasal 48 ayat (2), Pasal 49 ayat (2), ayat (3), ayat (6),
    Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55
    ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 56 ayat (1), ayat (4), ayat
    (5), dan/atau Pasal 58, Bank dikenai sanksi administratif
    berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau
    pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi
    administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB V
    KOMITE
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 60
    Untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas dan
    tanggung jawab Direksi, Direksi membentuk komite Direksi.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -24-
    Pasal 61
    Untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas dan
    tanggung jawab Dewan Komisaris, Dewan Komisaris
    membentuk komite Dewan Komisaris.
    Bagian Kedua
    Komite Direksi
    Pasal 62
    (1) Komite yang dibentuk Direksi bertanggung jawab kepada
    Direksi.
    (2) Direksi wajib membentuk komite yang paling sedikit
    terdiri atas:
    a. komite manajemen risiko;
    b. komite kebijakan perkreditan atau pembiayaan;
    c. komite kredit atau pembiayaan; dan
    d. komite pengarah teknologi informasi.
    (3) Direksi dapat membentuk komite lain yang disesuaikan
    dengan kebutuhan dan/atau kompleksitas Bank.
    (4) Direksi wajib melakukan evaluasi terhadap kinerja
    komite sekurang-kurangnya pada setiap akhir tahun
    buku.
    Bagian Ketiga
    Komite Dewan Komisaris
    Paragraf 1
    Umum
    Pasal 63
    (1) Komite yang dibentuk Dewan Komisaris bertanggung
    jawab kepada Dewan Komisaris.
    (2) Dewan Komisaris wajib membentuk komite yang paling
    sedikit terdiri atas:
    a. komite audit;
    b. komite pemantau risiko; dan
    c. komite remunerasi dan nominasi.
    (3) Dewan Komisaris dapat membentuk komite remunerasi
    dan nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
    c secara terpisah menjadi komite remunerasi dan komite
    nominasi.
    (4) Dewan Komisaris dapat membentuk komite lain yang
    disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau kompleksitas
    Bank dan/atau memperluas cakupan pelaksanaan tugas,
    tanggung jawab, dan wewenang komite dalam
    mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
    pengawasan Dewan Komisaris.
    (5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota komite Dewan
    Komisaris wajib dilakukan oleh Direksi berdasarkan
    keputusan rapat Dewan Komisaris.
    (6) Dewan Komisaris wajib melakukan evaluasi terhadap
    kinerja komite sekurang-kurangnya pada setiap akhir
    tahun buku.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -25-
    Paragraf 2
    Komite Audit
    Pasal 64
    (1) Anggota komite audit sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 63 ayat (2) huruf a wajib seluruhnya independen,
    paling sedikit:
    a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; dan
    b. Pihak Independen:
  13. 1 (satu) orang yang memiliki keahlian bidang
    keuangan atau bidang akuntansi; dan
  14. 1 (satu) orang yang memiliki keahlian:
    a) bidang hukum atau bidang perbankan,
    bagi Bank yang melaksanakan kegiatan
    usaha secara konvensional; atau
    b) bidang perbankan syariah, bagi Bank yang
    melaksanakan kegiatan usaha secara
    syariah dan Bank yang melaksanakan
    kegiatan usaha secara konvensional yang
    memiliki UUS.
    (2) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
    secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang
    anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota
    komite audit.
    (3) Keahlian Pihak Independen sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b dibuktikan paling sedikit dengan
    kepemilikan sertifikat kompetensi yang mendukung
    pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab komite.
    (4) Komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diketuai oleh Komisaris Independen merangkap sebagai
    anggota.
    (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite audit
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    Paragraf 3
    Komite Pemantau Risiko
    Pasal 65
    (1) Komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 63 ayat (2) huruf b wajib beranggotakan paling
    sedikit:
    a. 1 (satu) orang Komisaris Independen;
    b. 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki
    keahlian bidang manajemen risiko; dan
    c. 1 (satu) orang dari Pihak Independen yang memiliki
    keahlian:
  15. bidang keuangan, bagi Bank yang
    melaksanakan kegiatan usaha secara
    konvensional; atau
  16. bidang perbankan syariah, bagi Bank yang
    melaksanakan kegiatan usaha secara syariah
    dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
    secara konvensional yang memiliki UUS.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -26-
    (2) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
    secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang
    anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota
    komite pemantau risiko.
    (3) Keahlian Pihak Independen sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b dan huruf c dibuktikan dengan:
    a. wajib memiliki sertifikat manajemen risiko
    sebagaimana yang berlaku bagi Direksi; dan
    b. memiliki sertifikat kompetensi yang mendukung
    pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab komite.
    (4) Komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen merangkap
    sebagai anggota.
    (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite
    pemantau risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (6) Mayoritas anggota komite pemantau risiko sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Komisaris Independen
    dan Pihak Independen.
    Paragraf 4
    Komite Remunerasi dan Nominasi
    Pasal 66
    (1) Komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c wajib beranggotakan
    paling sedikit:
    a. 1 (satu) orang Komisaris Independen;
    b. 1 (satu) orang Komisaris Non Independen; dan
    c. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan
    fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang
    perwakilan pegawai Bank.
    (2) Dalam hal Bank tidak memiliki Komisaris Non
    Independen, komite remunerasi dan nominasi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c
    wajib beranggotakan paling sedikit:
    a. 2 (dua) orang Komisaris Independen; dan
    b. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan
    fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang
    perwakilan pegawai Bank.
    (3) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
    syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
    secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang
    anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota
    komite remunerasi dan nominasi.
    (4) Komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) atau ayat (2) diketuai oleh Komisaris
    Independen merangkap sebagai anggota.
    (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite
    remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1).
    (6) Dalam hal anggota komite remunerasi dan nominasi
    ditetapkan lebih dari 3 (tiga) orang, Komisaris
    Independen paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -27-
    Pasal 67
    Dalam hal Bank membentuk komite remunerasi dan nominasi
    secara terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
    (3), keanggotaan masing-masing komite wajib dilaksanakan
    sesuai dengan Pasal 66.
    Paragraf 5
    Komite Dewan Komisaris Lain
    Pasal 68
    Dalam hal Dewan Komisaris membentuk komite lain
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4), keanggotaan
    komite lain paling sedikit terdiri atas Komisaris Independen
    dan/atau Komisaris Non Independen, serta dapat melibatkan
    pihak lain sesuai dengan tujuan pembentukan komite.
    Paragraf 6
    Pihak Independen
    Pasal 69
    (1) Mantan anggota Direksi, Pejabat Eksekutif, atau pihak
    yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat
    memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk
    bertindak independen wajib menjalani masa tunggu
    paling singkat 6 (enam) bulan sebelum menjadi Pihak
    Independen dalam anggota komite pada Bank yang
    bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
    ayat (1) huruf b serta Pasal 65 ayat (1) huruf b dan huruf
    c.
    (2) Masa tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
    berlaku bagi mantan anggota Direksi yang
    membawahkan fungsi pengawasan atau Pejabat
    Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan pada Bank
    yang bersangkutan.
    Paragraf 7
    Jabatan Rangkap Ketua Komite Dewan Komisaris
    Pasal 70
    Ketua dari komite Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 63 dilarang merangkap jabatan sebagai ketua
    komite pada lebih dari 1 (satu) komite lain.
    Paragraf 8
    Tugas, Tanggung Jawab, dan Kewenangan Komite Dewan
    Komisaris
    Pasal 71
    (1) Komite audit wajib bertugas dan bertanggung jawab
    melakukan pemantauan dan evaluasi atas:
    a. perencanaan dan pelaksanaan audit; dan
    b. pemantauan tindak lanjut hasil audit,
    untuk menilai kecukupan pengendalian intern termasuk
    kecukupan proses pelaporan keuangan.
    (2) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -28-
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite audit wajib
    melakukan pemantauan dan evaluasi paling sedikit
    terhadap:
    a. pelaksanaan tugas satuan kerja audit intern;
    b. kesesuaian laporan keuangan dengan standar
    akuntansi keuangan; dan
    c. pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil
    temuan satuan kerja audit intern Bank, auditor
    ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan,
    dan/atau hasil pengawasan otoritas dan lembaga
    lain.
    (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) digunakan untuk memberikan rekomendasi
    kepada Dewan Komisaris.
    (4) Komite audit berperan dan melaksanakan tugas serta
    tanggung jawab sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penggunaan jasa akuntan publik
    dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa
    keuangan.
    Pasal 72
    (1) Komite pemantau risiko wajib bertugas dan bertanggung
    jawab paling sedikit melaksanakan:
    a. evaluasi kesesuaian antara kebijakan manajemen
    risiko dan pelaksanaan kebijakan Bank; dan
    b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas komite
    manajemen risiko dan satuan kerja manajemen
    risiko.
    (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    a dan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk
    memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.
    Pasal 73
    Komite remunerasi dan nominasi wajib bertugas dan
    bertanggung jawab paling sedikit melaksanakan:
    a. kebijakan remunerasi sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam
    pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
    dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah
    dan unit usaha syariah; dan
    b. kebijakan nominasi:
  17. menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai
    sistem serta prosedur pemilihan dan/atau
    penggantian anggota Direksi dan anggota Dewan
    Komisaris kepada Dewan Komisaris untuk
    disampaikan kepada RUPS;
  18. mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi
    mengenai calon anggota Direksi dan/atau calon
    anggota Dewan Komisaris kepada Dewan Komisaris
    untuk disampaikan kepada RUPS;
  19. memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris
    mengenai Pihak Independen yang akan menjadi
    anggota komite audit sebagaimana dimaksud dalam
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -29-
    Pasal 64 ayat (1) huruf b serta anggota komite
    pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 65 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan
  20. menyusun mekanisme dan melakukan penilaian
    kinerja Direksi dan Dewan Komisaris.
    Pasal 74
    (1) Komite Dewan Komisaris berwenang melakukan kegiatan
    dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab komite.
    (2) Anggota komite Dewan Komisaris dari Pihak Independen
    wajib melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan
    wewenang dengan berintegritas, independen, memiliki
    kompetensi, serta menjaga reputasi.
    Bagian Keempat
    Pedoman dan Tata Tertib Kerja Komite
    Pasal 75
    (1) Bank wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja
    komite untuk:
    a. komite Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    62 ayat (2) dan ayat (3); dan
    b. komite Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 63 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
    (2) Pedoman dan tata tertib kerja komite sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    a. tujuan pembentukan komite;
    b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite;
    c. struktur dan keanggotaan komite;
    d. rapat komite, kuorum, dan pengambilan keputusan;
    e. masa tugas anggota komite dari Pihak Independen;
    f. mekanisme evaluasi kinerja; dan
    g. periode reviu pedoman dan tata tertib kerja komite
    secara berkala.
    (3) Bank wajib melakukan reviu terhadap pedoman dan tata
    tertib kerja komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    untuk masing-masing komite Direksi dan komite Dewan
    Komisaris secara berkala, paling sedikit 1 (satu) kali
    dalam 3 (tiga) tahun.
    Bagian Kelima
    Rapat Komite
    Paragraf 1
    Rapat Komite Direksi
    Pasal 76
    Rapat komite Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
    ayat (2) dan ayat (3) diselenggarakan sesuai dengan
    kebutuhan Bank.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -30-
    Paragraf 2
    Rapat Komite Dewan Komisaris
    Pasal 77
    (1) Rapat komite Dewan Komisaris diselenggarakan sesuai
    dengan kebutuhan Bank, paling sedikit:
    a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk komite
    audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
    (2) huruf a;
    b. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk komite
    pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 63 ayat (2) huruf b; dan
    c. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk komite
    remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c atau Pasal 63 ayat
    (3).
    (2) Penyelenggaraan rapat komite Dewan Komisaris lain
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4)
    dicantumkan dalam pedoman dan tata tertib kerja
    komite.
    (3) Rapat komite audit dan rapat komite pemantau risiko
    diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota komite.
    (4) Rapat komite remunerasi dan nominasi diselenggarakan
    jika dihadiri mayoritas anggota komite,
    termasuk kehadiran:
    a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; dan
    b. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan
    fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang
    perwakilan pegawai Bank.
    (5) Dalam hal anggota komite remunerasi dan nominasi
    tidak memenuhi persyaratan minimal sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 67,
    rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi:
    a. dapat diterima, dalam hal keanggotaan komite
    remunerasi dan nominasi terdapat paling sedikit 1
    (satu) orang Komisaris Independen atau 1 (satu)
    orang Komisaris Non Independen; atau
    b. dikecualikan, dalam hal terjadi kekosongan anggota
    Dewan Komisaris,
    terkait usulan penggantian dan/atau pengangkatan
    anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
    kepada RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
    (1) dan Pasal 41 ayat (1).
    Pasal 78
    (1) Keputusan rapat komite terlebih dahulu dilakukan
    berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
    (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengambilan
    keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
    (3) Hasil rapat komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
    didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -31-
    (4) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat komite
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan
    secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan
    perbedaan pendapat.
    Bagian Keenam
    Sanksi
    Pasal 79
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 62 ayat (2), ayat (4), Pasal 63 ayat (2), ayat
    (5), ayat (6), Pasal 64 ayat (1), ayat (5), Pasal 65 ayat (1),
    ayat (3) huruf a, ayat (5), Pasal 66 ayat (1), ayat (2), ayat
    (5), Pasal 67, Pasal 69 ayat (1), Pasal 70, Pasal 71 ayat
    (1), ayat (2), Pasal 72 ayat (1), Pasal 73, Pasal 74 ayat (2),
    Pasal 75 ayat (1), ayat (3), Pasal 78 ayat (3), dan/atau
    ayat (4), dikenai sanksi administratif berupa teguran
    tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 62 ayat (2), ayat (4), Pasal 63 ayat (2), ayat (5), ayat
    (6), Pasal 64 ayat (1), ayat (5), Pasal 65 ayat (1), ayat (3)
    huruf a, ayat (5), Pasal 66 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal
    67, Pasal 69 ayat (1), Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), ayat (2),
    Pasal 72 ayat (1), Pasal 73, Pasal 74 ayat (2), Pasal 75
    ayat (1), ayat (3), Pasal 78 ayat (3), dan/atau ayat (4),
    Bank dikenai sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau
    pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi
    administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB VI
    BENTURAN KEPENTINGAN
    Pasal 80
    (1) Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota
    komite Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat
    Eksekutif, dan pegawai Bank harus menghindari segala
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -32-
    bentuk benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas
    pengelolaan dan pengawasan Bank.
    (2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Direksi,
    anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota
    dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif dan pegawai
    Bank wajib mengungkapkan benturan kepentingan
    dalam setiap keputusan yang memenuhi kondisi adanya
    benturan kepentingan.
    (3) Selain mengungkapkan benturan kepentingan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota Direksi,
    anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota
    dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif, dan pegawai
    Bank dilarang mengambil tindakan yang berpotensi
    merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank.
    (4) Bank wajib memiliki kebijakan benturan kepentingan
    yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengurangi, dan
    mengelola adanya potensi benturan kepentingan yang
    mungkin timbul dalam Bank akibat dari pelaksanaan
    kegiatan usaha Bank, yang dituangkan dalam aturan.
    Pasal 81
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 80 ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4),
    dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 80 ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4), Bank dikenai
    sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau
    pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi
    administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB VII
    FUNGSI KEPATUHAN
    Pasal 82
    (1) Bank wajib memastikan kepatuhan terhadap ketentuan
    Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -33-
    perundang-undangan.
    (2) Untuk memastikan kepatuhan Bank sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Bank wajib memiliki direktur
    yang membawahkan fungsi kepatuhan dan membentuk
    satuan kerja kepatuhan.
    (3) Pelaksanaan tugas direktur yang membawahkan fungsi
    kepatuhan dan satuan kerja kepatuhan, serta
    pelaksanaan fungsi kepatuhan Bank terkait lainnya
    dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank
    umum.
    (4) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi
    administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank
    umum.
    (5) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB VIII
    FUNGSI AUDIT INTERN
    Pasal 83
    (1) Bank wajib memiliki fungsi audit intern.
    (2) Fungsi audit intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan oleh satuan kerja audit intern yang
    bertindak secara independen dan objektif.
    (3) Penerapan fungsi audit intern termasuk struktur,
    wewenang, dan tugas pokok satuan kerja audit intern
    serta aspek lain dalam penerapan fungsi audit intern
    dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern pada
    bank umum.
    (4) Dalam pelaksanaan fungsi audit intern, Bank wajib
    melakukan komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan
    paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
    (5) Bank wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa
    Keuangan tentang pelaksanaan fungsi audit intern, yang
    terdiri atas:
    a. laporan pengangkatan atau pemberhentian kepala
    satuan kerja audit internal;
    b. laporan khusus mengenai setiap temuan audit
    intern yang diperkirakan dapat membahayakan
    kelangsungan usaha Bank;
    c. laporan hasil kaji ulang pihak ekstern yang
    independen;
    d. laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit
    intern; dan
    e. laporan lain atas permintaan Otoritas Jasa
    Keuangan.
    (6) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -34-
    pada ayat (1), ayat (4) dan/atau ayat (5), dikenai sanksi
    administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern pada
    bank umum.
    (7) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (6), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB IX
    FUNGSI AUDIT EKSTERN
    Pasal 84
    (1) Dalam menyediakan informasi keuangan yang
    transparan dan berkualitas, Bank menggunakan
    penyelenggaraan fungsi audit ekstern oleh akuntan
    publik dan/atau kantor akuntan publik.
    (2) Penggunaan dan penunjukan akuntan publik dan/atau
    kantor akuntan publik pada Bank sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggunaan
    jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam
    kegiatan jasa keuangan.
    (3) Pelanggaran ketentuan penyelenggaraan fungsi audit
    ekstern oleh akuntan publik dan/atau kantor akuntan
    publik dikenakan sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggunaan
    jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam
    kegiatan jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB X
    PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
    Pasal 85
    (1) Bank wajib:
    a. menerapkan manajemen risiko dan sistem
    pengendalian intern yang tepat dan efektif;
    b. memiliki sistem peringatan dini atas risiko; dan
    c. melakukan evaluasi penerapan manajemen risiko
    secara berkala,
    yang disesuaikan dengan kompleksitas dan skala usaha
    Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata
    cara sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
    dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah
    dan unit usaha syariah.
    (2) Bank menerapkan tata kelola, manajemen risiko, dan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -35-
    kepatuhan secara terintegrasi dengan didukung:
    a. digitalisasi;
    b. inovasi teknologi; dan
    c. sistem dan prosedur yang diperlukan.
    (3) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    manajemen risiko bagi bank umum dan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen
    risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3), Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa
    larangan untuk menerbitkan produk Bank baru.
    (5) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dan ayat (4), Bank dan/atau pemegang saham
    pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa
    denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
    rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
    puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang
    dilakukan.
    Pasal 86
    (1) Bank wajib menerapkan program anti pencucian uang,
    pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan
    pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dalam
    melaksanakan kegiatan usaha, sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan program
    anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme,
    dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah
    massal di sektor jasa keuangan.
    (2) Penerapan program anti pencucian uang, pencegahan
    pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan
    proliferasi senjata pemusnah massal sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), mencakup pencegahan dan
    penanganan agar kegiatan usaha Bank tidak
    dimanfaatkan dalam aktivitas yang terkait dengan tindak
    pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pencegahan dan pemberantasan
    tindak pidana pencucian uang.
    (3) Bank yang melanggar ketentuan pada ayat (1) dikenai
    sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan program anti
    pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan
    pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah
    massal di sektor jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    Pasal 87
    (1) Dewan Komisaris dan Direksi wajib memastikan
    penerapan manajemen risiko telah mencakup country
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -36-
    risk dan transfer risk sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko
    bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
    syariah dan unit usaha syariah.
    (2) Dalam penerapan manajemen risiko terkait country risk
    dan transfer risk sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Direksi wajib paling sedikit:
    a. menyusun dan menetapkan strategi dalam
    mengelola country risk dan transfer risk sesuai
    dengan karakteristik dan kompleksitas bank;
    b. menetapkan limit risiko dan memantau kepatuhan
    terhadap limit eksposur country risk dan transfer
    risk;
    c. menyusun, menetapkan, dan memastikan
    penerapan kebijakan dan prosedur untuk
    mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
    mengendalikan risiko yang terkait dengan country
    risk dan transfer risk dalam kegiatan usaha bank;
    d. melakukan pemantauan terhadap perkembangan
    country risk dan transfer risk, dan menerapkan
    tindak lanjut yang memadai;
    e. melakukan pengendalian risiko kredit terhadap
    eksposur country risk dan transfer risk untuk
    masing-masing negara, yang mencakup eksposur
    intragrup, eksposur berdasarkan regional tertentu,
    eksposur berdasarkan individu, dan eksposur
    berdasarkan pihak lawan transaksi;
    f. memiliki dan mengembangkan sistem informasi
    manajemen untuk country risk dan transfer risk
    yang mampu menyediakan data secara akurat,
    lengkap, informatif, tepat waktu, dan dapat
    diandalkan sehingga dapat menyediakan laporan
    yang memadai;
    g. melakukan evaluasi dan pengujian (stress testing)
    secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
    (satu) tahun atau berdasarkan kondisi tertentu yang
    akan berpengaruh signifikan kepada Bank; dan
    h. memastikan pengendalian internal dan kaji ulang
    yang memadai atas country risk dan transfer risk.
    (3) Dalam penerapan manajemen risiko terkait country risk
    dan transfer risk sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Dewan Komisaris wajib melakukan paling sedikit:
    a. evaluasi strategi dan kebijakan terkait country risk
    dan transfer risk yang ditetapkan oleh Direksi; dan
    b. evaluasi pertanggungjawaban Direksi dan
    memberikan arahan perbaikan atas penerapan
    kebijakan terkait country risk dan transfer risk
    secara berkala.
    Pasal 88
    (1) Direksi wajib menyusun dan menyampaikan hasil
    identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
    country risk dan transfer risk dalam laporan profil risiko.
    (2) Dewan Komisaris melalui Komite Pemantau Risiko wajib
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -37-
    melakukan pengawasan terhadap penerapan manajemen
    risiko terkait country risk dan transfer risk yang
    dilakukan Bank termasuk pelaksanaan evaluasi dan
    pengujian (stress testing).
    Pasal 89
    (1) Direksi wajib paling sedikit:
    a. menyusun kebijakan dan prosedur untuk
    mengidentifikasi dan mengelola aset bermasalah,
    klasifikasi aset, perhitungan terkait penyisihan dan
    pencadangan, dan hapus buku aset;
    b. melakukan reviu secara berkala atas
    pengklasifikasian aset dan pencadangan untuk
    kredit dan/atau pembiayaan bermasalah, serta
    mengidentifikasi dan mengelola aset bermasalah
    secara memadai, termasuk pencadangan yang
    sejalan dengan risiko yang terjadi; dan
    c. melakukan reviu secara berkala terhadap
    pencadangan yang dibentuk agar sesuai dengan
    kondisi terkini,
    sesuai standar dan ketentuan peraturan perundang
    undangan.
    (2) Dewan Komisaris wajib secara aktif melakukan
    pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan aset
    bermasalah, penyisihan, dan pencadangan yang
    dilakukan Bank dalam pengelolaan risiko kredit.
    Pasal 90
    Bank yang melakukan kemitraan dalam kegiatan usaha wajib
    melaksanakan kemitraan sesuai prinsip kehati-hatian,
    manajemen risiko, dan pengelolaan Bank yang sehat.
    Pasal 91
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, dan/atau Pasal 90,
    dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, dan/atau Pasal 90, Bank
    dikenai sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -38-
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XI
    PEMBERIAN REMUNERASI
    Pasal 92
    (1) Bank wajib menerapkan tata kelola dalam pemberian
    remunerasi.
    (2) Bank wajib memiliki kebijakan remunerasi secara tertulis
    bagi Direksi, Dewan Komisaris, dewan pengawas syariah,
    dan pegawai Bank.
    (3) Bank dapat menunda pembayaran remunerasi yang
    bersifat variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik
    kembali remunerasi yang bersifat variabel yang sudah
    dibayarkan (clawback) dalam kondisi tertentu yang
    ditetapkan oleh Bank.
    (4) Dalam kondisi tertentu, Otoritas Jasa Keuangan
    berwenang untuk:
    a. melakukan kaji ulang terhadap besaran remunerasi
    yang bersifat variabel bagi Direksi, Dewan Komisaris,
    dewan pengawas syariah, dan/atau pegawai Bank;
    b. melakukan evaluasi terhadap pembayaran
    remunerasi yang bersifat variabel yang tidak sesuai
    dengan prinsip kewajaran dan keadilan; dan/atau
    c. memerintahkan Bank untuk melakukan
    penyesuaian kebijakan remunerasi yang bersifat
    variabel.
    (5) Ketentuan penerapan tata kelola dalam pemberian
    remunerasi dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
    dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank
    umum syariah dan unit usaha syariah.
    (6) Bank yang melanggar ketentuan pada ayat (1) dan ayat
    (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
    dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank
    umum syariah dan unit usaha syariah.
    (7) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (6):
    a. pihak utama Bank dapat dikenai sanksi
    administratif berupa larangan sebagai pihak utama
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penilaian kembali bagi pihak utama
    lembaga jasa keuangan; dan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -39-
    b. Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat
    dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
    miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang
    dilakukan.
    BAB XII
    PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT DAN
    PENYEDIAAN DANA BESAR
    Pasal 93
    (1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
    penyediaan dana paling sedikit dengan menerapkan
    penyebaran atau diversifikasi portofolio penyediaan dana
    yang diberikan.
    (2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) mengenai penyediaan dana kepada pihak terkait
    dan/atau penyediaan dana besar serta pengenaan sanksi
    administratif, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum
    pemberian kredit dan penyediaan dana besar bagi bank
    umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    batas maksimum penyaluran dana dan penyaluran dana
    besar bagi bank umum syariah.
    (3) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XIII
    INTEGRITAS PELAPORAN DAN SISTEM TEKNOLOGI
    INFORMASI
    Pasal 94
    (1) Bank wajib melaksanakan transparansi kondisi
    keuangan dan nonkeuangan kepada Pemangku
    Kepentingan, dengan paling sedikit:
    a. menyusun dan menyajikan laporan dengan tata
    cara, jenis, dan cakupan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai transparansi dan
    publikasi laporan bank; dan
    b. memiliki saluran penyebaran informasi yang dapat
    diandalkan oleh Pemangku Kepentingan.
    (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    transparansi dan publikasi laporan bank.
    Pasal 95
    (1) Bank wajib melaksanakan transparansi informasi
    mengenai produk dan penggunaan data konsumen
    dan/atau nasabah Bank dengan berpedoman sesuai
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -40-
    dengan:
    a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penyelenggaraan produk bank umum; dan
    b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor
    jasa keuangan.
    (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan:
    a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penyelenggaraan produk bank umum; dan/atau
    b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor
    jasa keuangan.
    Pasal 96
    (1) Bank wajib menyusun dan mempublikasikan laporan
    keberlanjutan.
    (2) Bank dalam menyusun dan mempublikasikan laporan
    keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    berpedoman sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan keuangan berkelanjutan
    bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan
    publik.
    (3) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan,
    emiten, dan perusahaan publik.
    Pasal 97
    (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan laporan
    terstruktur dan laporan tidak terstruktur kepada Otoritas
    Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai pelaporan bank umum melalui
    sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
    (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan
    bank umum melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
    Keuangan.
    Pasal 98
    Bank wajib memastikan keandalan penyusunan laporan
    keuangan dan informasi kinerja keuangan yang tidak diaudit
    oleh auditor ekstern.
    Pasal 99
    (1) Dalam penyelenggaraan teknologi informasi oleh Bank,
    wajib berpedoman sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penyelenggaraan teknologi informasi
    oleh bank umum.
    (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -41-
    Pasal 100
    Bank wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan
    pelaporan internal yang didukung oleh sistem informasi
    manajemen yang memadai untuk meningkatkan kualitas
    proses pengambilan keputusan oleh Direksi dan kualitas
    proses pengawasan oleh Dewan Komisaris.
    Pasal 101
    Bank dilarang memanfaatkan dan/atau menyalahgunakan
    rekayasa keuangan dan/atau rekayasa hukum untuk
    kepentingan Bank dan/atau pihak lain baik internal maupun
    eksternal Bank yang tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan
    Bank yang sehat.
    Pasal 102
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 98, Pasal 100 dan/atau Pasal 101, dikenai
    sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 98, Pasal 100 dan/atau Pasal 101, Bank dikenai
    sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 94 ayat (2), Pasal 95 ayat (2), Pasal 96 ayat (3),
    Pasal 97 ayat (2), Pasal 99 ayat (2), dan/atau ayat (3),
    Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat
    dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XIV
    RENCANA STRATEGIS BANK
    Pasal 103
    (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana
    strategis dalam bentuk:
    a. rencana korporasi; dan
    b. rencana bisnis,
    dengan tata cara sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai bank umum, Peraturan Otoritas
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -42-
    Jasa Keuangan mengenai bank umum syariah, dan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana
    bisnis bank.
    (2) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai bank
    umum, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    bank umum syariah, dan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai rencana bisnis bank.
    Pasal 104
    (1) Bank wajib melaksanakan rencana penanganan
    permasalahan keuangan dan/atau penguatan modal
    Bank yang dicantumkan dalam rencana bisnis
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) huruf b.
    (2) Bank menginformasikan rencana penanganan
    permasalahan keuangan dan/atau penguatan modal
    Bank kepada pemegang saham pengendali.
    (3) Pemegang saham pengendali wajib bertanggung jawab
    dan mendukung penguatan, penanganan, dan/atau
    penyelesaian permasalahan keuangan Bank serta
    menjaga keberlangsungan usaha Bank.
    (4) Bank dan/atau pemegang saham pengendali yang
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dan/atau ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa
    teguran tertulis.
    (5) Dalam hal Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
    pada ayat (4), dan tetap melanggar ketentuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3),
    Bank dikenai sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (6) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan/atau ayat (5),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    Pasal 105
    (1) Bank wajib menyusun, menyampaikan, dan
    mengimplementasikan rencana untuk mengatasi
    permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai rencana aksi pemulihan (recovery plan).
    (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), dikenai sanksi administratif sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana
    aksi pemulihan (recovery plan).
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -43-
    Pasal 106
    Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6),
    dan/atau Pasal 105 ayat (2), Bank dan/atau pemegang saham
    pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda
    paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XV
    ASPEK PEMEGANG SAHAM
    Pasal 107
    (1) Pemegang saham pengendali Bank dan pemegang saham
    pengendali terakhir Bank wajib memenuhi Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan
    perundang-undangan di sektor jasa keuangan, serta
    mendukung terlaksananya kegiatan usaha dan
    pengelolaan Bank yang sehat, berdaya saing serta sesuai
    prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
    (2) Pemegang saham Bank turut serta mendukung
    terlaksananya kegiatan usaha Bank yang sehat dan
    menjaga kesinambungan usaha Bank.
    Pasal 108
    (1) Bank wajib memiliki kebijakan dividen dan
    mengomunikasikan kebijakan dividen kepada pemegang
    saham.
    (2) Kebijakan dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    paling sedikit memuat:
    a. pertimbangan Bank dalam pembagian dividen;
    b. besaran dividen yang diberikan;
    c. mekanisme persetujuan usulan pembagian dividen;
    dan
    d. periode pengkinian kebijakan dividen.
    (3) Kebijakan dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    dapat memuat:
    a. kewenangan Bank untuk mengusulkan kepada
    RUPS terkait penundaan pembayaran dividen;
    b. menghentikan pembayaran dividen yang telah
    disetujui;
    c. menghentikan pembayaran dividen yang diangsur
    atau menghentikan pembayaran dividen secara
    bertahap; dan/atau
    d. menarik kembali pembayaran dividen kepada
    pemegang saham pengendali, dalam hal Bank
    mengalami permasalahan kondisi keuangan.
    (4) Rencana pembagian dividen didasarkan atas pemenuhan
    hak pemegang saham dengan mengutamakan
    kepentingan Bank dan dicantumkan dalam rencana
    bisnis Bank.
    (5) Dalam penetapan pembagian dividen kepada pemegang
    saham, Bank wajib mendasarkan atas berbagai
    pertimbangan dari aspek eksternal dan internal.
    (6) Perhitungan dividen wajib didasarkan atas kinerja
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -44-
    profitabilitas yang dihasilkan Bank dengan wajar.
    (7) Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk
    menginstruksikan dan/atau memerintahkan Bank
    untuk:
    a. menunda, membatasi, dan/atau melarang
    pembagian dividen Bank; dan/atau
    b. menyelenggarakan RUPS pembatalan terkait
    pembagian dividen Bank.
    (8) Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan
    mempertimbangkan:
    a. aspek eksternal dan internal sebagaimana dimaksud
    pada ayat (5); dan/atau
    b. kondisi Bank dalam upaya penguatan permodalan
    Bank dan/atau penanganan permasalahan Bank.
    Pasal 109
    (1) Bank memiliki kebijakan dan/atau prosedur untuk:
    a. memastikan perlakuan yang adil terhadap seluruh
    pemegang saham dan melindungi hak pemegang
    saham; dan
    b. memfasilitasi partisipasi pemegang saham dan
    Pemangku Kepentingan serta mengelola komunikasi
    dalam pelaksanaannya.
    (2) Aksi korporasi Bank berupa penggabungan, peleburan,
    pengambilalihan, integrasi, dan transaksi material lain
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan prosedur
    yang berlaku, dan memastikan transaksi terjadi secara
    transparan dan wajar serta melindungi hak pemegang
    saham dan kepentingan Bank.
    Pasal 110
    Tindakan pelepasan saham Bank yang dimiliki oleh anggota
    Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank,
    anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif,
    dan/atau pegawai Bank yang berasal dari program
    kepemilikan saham bagi manajemen dan/atau program
    kepemilikan saham bagi karyawan wajib dilaksanakan dengan
    memperhatikan Tata Kelola yang Baik pada Bank dan
    mempertimbangkan kondisi Bank.
    Pasal 111
    (1) Kegiatan penyertaan modal Bank pada perusahaan anak
    dan investee wajib dilaksanakan dengan memperhatikan
    Tata Kelola yang Baik pada Bank dan penerapan
    manajemen risiko.
    (2) Penerapan ketentuan mengenai penyertaan modal Bank
    serta pengenaan sanksi administratif, dilaksanakan
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai kegiatan penyertaan modal oleh bank umum.
    Pasal 112
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 107 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), ayat (5), ayat
    (6), dan/atau Pasal 110, dikenai sanksi administratif
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -45-
    berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 107 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), ayat (5), ayat (6),
    dan/atau Pasal 110, Bank dikenai sanksi administratif
    berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau Pasal 111 ayat (2),
    Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat
    dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XVI
    PENERAPAN STRATEGI ANTI FRAUD
    Pasal 113
    (1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko dan sistem
    pengendalian internal untuk meminimalkan terjadinya
    fraud.
    (2) Bank wajib menyusun dan menerapkan strategi anti
    fraud termasuk menerapkan sistem manajemen anti
    penyuapan, serta membentuk unit kerja atau fungsi yang
    bertugas menangani penerapan strategi anti fraud dalam
    organisasi Bank.
    (3) Penerapan ketentuan mengenai penerapan strategi anti
    fraud serta pengenaan sanksi administratif sehubungan
    pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dan/atau ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    strategi anti fraud pada bank umum.
    Pasal 114
    Pemegang saham pengendali Bank wajib mendukung
    pengembangan Bank yang sehat dan menjaga kesinambungan
    usaha Bank, paling sedikit dengan:
    a. mendukung dan melaksanakan upaya penguatan
    permodalan bank; dan
    b. tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
    Bank terpapar risiko.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -46-
    Pasal 115
    (1) Kebijakan perkreditan atau pembiayaan Bank yang
    dimiliki Bank secara tertulis paling sedikit wajib memuat
    seluruh aspek yang ditetapkan dalam pedoman
    penyusunan kebijakan perkreditan atau pembiayaan
    Bank.
    (2) Dalam penyaluran dan persetujuan kredit atau
    pembiayaan, Bank wajib menghindari tekanan pihak
    manapun dan memastikan penerapan kebijakan
    perkreditan atau pembiayaan Bank serta penerapan
    manajemen risiko dilaksanakan dengan konsisten, dan
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    (3) Keputusan kredit atau pembiayaan wajib didasarkan atas
    penerapan prinsip pemisahan fungsi (four eyes principle)
    antara fungsi bisnis dan risiko sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen
    risiko bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
    bank umum syariah dan unit usaha syariah.
    (4) Dalam pelaksanaan hapus buku kredit atau pembiayaan
    termasuk tindakan lain terkait penyelesaian kredit atau
    pembiayaan yang dilakukan Bank, Bank wajib
    menghindari tekanan pihak manapun dan dilakukan
    sesuai kebijakan perkreditan atau pembiayaan Bank,
    penerapan manajemen risiko, dan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (5) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4) dikenai
    sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyusunan dan
    pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan
    bank bagi bank umum dan/atau Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
    bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
    syariah dan unit usaha syariah.
    Pasal 116
    Proses pengadaan barang dan/atau jasa wajib dilaksanakan
    dengan memperhatikan Tata Kelola yang Baik pada Bank dan
    dengan prinsip paling sedikit efisien, efektif, transparan,
    terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel, terlepas dari benturan
    kepentingan, adanya pemisahan fungsi dan kewenangan
    dalam proses pengadaan, serta berpegang pada konsep harga
    terbaik.
    Pasal 117
    Pelaksanaan penganggaran dan pengeluaran biaya Bank wajib
    dilaksanakan dengan memperhatikan Tata Kelola yang Baik
    pada Bank dan didasarkan atas kebutuhan Bank.
    Pasal 118
    (1) Alokasi dan penggunaan dana tanggung jawab sosial dan
    lingkungan Bank wajib terlepas dari kepentingan pribadi
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -47-
    pihak manapun di internal Bank dan eksternal Bank.
    (2) Alokasi dan penggunaan dana tanggung jawab sosial dan
    lingkungan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
    dilakukan hanya untuk mendukung kegiatan penerapan
    keuangan berkelanjutan, serta dapat memberikan nilai
    tambah bagi Bank baik secara langsung maupun tidak
    langsung.
    Pasal 119
    Pemegang saham Bank, anggota Direksi, anggota Dewan
    Komisaris, anggota komite Bank, anggota dewan pengawas
    syariah, Pejabat Eksekutif, dan/atau pegawai Bank dilarang
    meminta, menerima, mengizinkan, dan/atau menyetujui
    untuk menerima imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan,
    uang, barang berharga, dan/atau segala sesuatu yang
    mempunyai nilai ekonomis atau manfaat lain, untuk
    keuntungan pribadi, keluarga, dan pihak lain, dalam
    pelaksanaan kegiatan usaha Bank dan kegiatan lain terkait
    dengan Bank.
    Pasal 120
    Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite
    Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif,
    dan/atau pegawai Bank wajib menolak dan/atau dilarang
    menerima suatu perintah atau permintaan dari pemegang
    saham Bank, pihak terafiliasi, dan/atau pihak lain untuk:
    a. melakukan tindakan yang terkait kegiatan usaha Bank
    dan/atau kegiatan lain yang tidak sesuai dengan
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank;
    b. melakukan tindak pidana dan/atau hal yang terindikasi
    tindak pidana; dan/atau
    c. melakukan tindakan dan hal yang dapat merugikan,
    berpotensi merugikan, dan/atau mengurangi keuntungan
    Bank.
    Pasal 121
    Pemegang saham Bank, pihak terafiliasi, dan/atau pihak lain
    dilarang meminta dan/atau memerintahkan anggota Direksi,
    anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota
    dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif, dan/atau
    pegawai Bank untuk:
    a. melakukan tindakan yang terkait kegiatan usaha Bank
    dan/atau kegiatan lain yang tidak sesuai dengan
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank;
    b. melakukan tindak pidana dan/atau hal yang terindikasi
    tindak pidana; dan/atau
    c. melakukan tindakan dan hal yang dapat merugikan,
    berpotensi merugikan, dan/atau mengurangi keuntungan
    Bank.
    Pasal 122
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 114, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal
    119, Pasal 120, dan/atau Pasal 121 dikenai sanksi
    administratif berupa teguran tertulis.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -48-
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 114, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,
    Pasal 120, dan/atau Pasal 121, Bank dikenai sanksi
    administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 113 ayat (3), dan/atau
    Pasal 115 ayat (5), Bank dan/atau pemegang saham
    pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa
    denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
    rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
    puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang
    dilakukan.
    (5) Pengenaan sanksi kepada Pejabat Eksekutif dan/atau
    pihak lain selain pihak utama Bank terhadap
    pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119,
    Pasal 120, dan/atau Pasal 121 juga dilaksanakan sesuai
    dengan kebijakan dan/atau prosedur internal Bank.
    BAB XVII
    PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN
    Pasal 123
    (1) Bank wajib menerapkan keuangan berkelanjutan dalam
    kegiatan usaha dan menyusun rencana aksi keuangan
    berkelanjutan.
    (2) Bank wajib memiliki dan mengalokasikan sebagian
    dananya sebagai dana tanggung jawab sosial dan
    lingkungan dalam mendukung kegiatan penerapan
    keuangan berkelanjutan.
    (3) Penerapan keuangan berkelanjutan serta pengenaan
    sanksi administratif terkait pelanggaran ketentuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penerapan keuangan berkelanjutan
    bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan
    publik.
    Pasal 124
    Bank wajib melaksanakan praktik bisnis dan strategi investasi
    dengan memperhatikan, menerapkan, dan mengintegrasikan
    nilai lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam mendukung
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -49-
    paling sedikit:
    a. ekosistem bisnis berkelanjutan;
    b. pengembangan produk;
    c. transaksi;
    d. jasa pembiayaan kegiatan berkelanjutan dan pembiayaan
    transisi;
    e. pengembangan program keuangan berkelanjutan serta
    pelaksanaan aktivitas operasional bank yang berwawasan
    lingkungan; dan
    f. pemberdayaan sosial dan masyarakat,
    dalam penerapan keuangan berkelanjutan.
    Pasal 125
    (1) Bank wajib menerapkan Tata Kelola yang Baik pada
    Bank dalam mengelola risiko terkait iklim.
    (2) Dalam pengelolaan risiko terkait iklim sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Bank paling sedikit:
    a. mengembangkan dan mengimplementasikan proses
    untuk memahami dan menilai potensi dampak risiko
    terkait iklim terhadap bisnis Bank dan
    memperhitungkan risiko tersebut pada strategi
    bisnis dan kerangka manajemen risiko;
    b. menetapkan peran dan tanggung jawab Direksi,
    Dewan Komisaris dan unit kerja pada Bank sesuai
    struktur organisasi, mekanisme koordinasi dalam
    pengelolaan risiko terkait iklim, dan pelaksanaan
    pengawasan secara efektif;
    c. memiliki kebijakan, prosedur, dan pengendalian
    yang tepat untuk manajemen risiko terkait iklim
    yang efektif; dan
    d. memperhitungkan risiko terkait iklim dalam
    kerangka pengendalian internal melalui 3 (tiga) lini
    pertahanan untuk memastikan identifikasi,
    pengukuran, dan mitigasi risiko terkait iklim
    dilakukan dengan tepat, komprehensif, dan efektif.
    Pasal 126
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 124, dan/atau Pasal 125 ayat (1), dikenai
    sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 124, dan/atau Pasal 125 ayat (1), Bank dikenai
    sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif
    berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -50-
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau Pasal 123 ayat (3),
    Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat
    dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XVIII
    TATA KELOLA DALAM KELOMPOK USAHA BANK
    Pasal 127
    (1) Bank sebagai perusahaan induk atau pelaksana
    perusahaan induk dalam kelompok usaha bank wajib
    melakukan koordinasi dan evaluasi secara berkala terkait
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank oleh Bank
    anggota kelompok usaha bank.
    (2) Koordinasi dan evaluasi secara berkala sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling sedikit 1 (satu)
    kali dalam 1 (satu) tahun.
    Pasal 128
    (1) Bank yang merupakan anggota kelompok usaha bank
    dapat melakukan sinergi perbankan dalam bentuk
    dukungan komite dari Bank sebagai perusahaan induk
    atau pelaksana perusahaan induk.
    (2) Sinergi perbankan dalam bentuk dukungan komite dari
    Bank perusahaan induk atau pelaksana perusahaan
    induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    (3) Bank anggota kelompok usaha bank yang memanfaatkan
    komite yang dimiliki oleh Bank sebagai perusahaan
    induk atau pelaksana perusahaan induk, wajib
    menyertakan paling sedikit 1 (satu) orang pegawai
    minimal setingkat Pejabat Eksekutif yang relevan, dalam
    setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
    Bank yang merupakan anggota kelompok usaha Bank
    yang bersangkutan.
    (4) Pelaksanaan sinergi dukungan komite dilengkapi dengan
    perjanjian kerja sama sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai bank umum atau Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai bank umum syariah.
    Pasal 129
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 127 ayat (1) dan/atau Pasal 128 ayat (3),
    dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai bank umum atau
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai bank umum
    syariah.
    (2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), Bank dan/atau pemegang saham pengendali
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -51-
    dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling
    sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XIX
    LAPORAN PELAKSANAAN TATA KELOLA DAN PENILAIAN
    PENERAPAN TATA KELOLA
    Bagian Kesatu
    Laporan Pelaksanaan Tata Kelola
    Pasal 130
    (1) Bank wajib menyusun laporan pelaksanaan tata kelola
    pada setiap akhir tahun buku.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai cakupan dan tata cara
    penyusunan laporan pelaksanaan tata kelola
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    Otoritas Jasa Keuangan.
    Pasal 131
    (1) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tata
    kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 kepada
    Otoritas Jasa Keuangan dan pemegang saham pengendali
    Bank paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku
    berakhir.
    (2) Laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) wajib dipublikasikan pada situs web Bank
    paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku
    berakhir.
    (3) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
    pelaksanaan tata kelola dan/atau mempublikasikan
    laporan pelaksanaan tata kelola pada situs web Bank
    apabila Bank menyampaikan dan/atau mempublikasikan
    laporan pelaksanaan tata kelola melampaui batas akhir
    waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dan/atau batas akhir waktu publikasi pada
    situs web Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    tetapi belum melampaui 1 (satu) bulan sejak batas akhir
    waktu penyampaian laporan pelaksanaan tata kelola
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
    pelaksanaan tata kelola dan/atau mempublikasikan
    laporan pelaksanaan tata kelola pada situs web Bank
    apabila Bank belum menyampaikan dan/atau
    mempublikasikan laporan pelaksanaan tata kelola dalam
    batas waktu keterlambatan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3).
    Bagian Kedua
    Penilaian Sendiri oleh Bank atas Penerapan Tata Kelola yang
    Baik pada Bank
    Pasal 132
    (1) Bank wajib melakukan penilaian sendiri atas penerapan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -52-
    Tata Kelola yang Baik pada Bank paling sedikit 2 (dua)
    kali dalam 1 (satu) tahun.
    (2) Hasil penilaian sendiri oleh Bank atas penerapan Tata
    Kelola yang Baik pada Bank sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
    laporan pelaksanaan tata kelola.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian sendiri atas
    penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    Otoritas Jasa Keuangan.
    Pasal 133
    (1) Dalam melakukan penilaian terhadap penerapan Tata
    Kelola yang Baik pada Bank sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 4, Otoritas Jasa Keuangan melakukan
    penilaian atau evaluasi terhadap hasil penilaian sendiri
    oleh Bank atas penerapan tata kelola sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1).
    (2) Berdasarkan hasil penilaian sendiri oleh Bank atau
    evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas
    Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk
    menyampaikan rencana tindak yang memuat langkah
    perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh Bank dengan
    target waktu tertentu.
    (3) Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat:
    a. meminta Bank untuk melakukan penyesuaian
    rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2); dan/atau
    b. melakukan pemeriksaan khusus terhadap hasil
    perbaikan penerapan tata kelola yang telah
    dilakukan oleh Bank.
    (4) Bank wajib menindaklanjuti permintaan penyesuaian
    rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf a dan hasil pemeriksaan khusus yang masih
    memerlukan perbaikan Bank sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) huruf b.
    Bagian Ketiga
    Penyampaian Laporan
    Pasal 134
    (1) Penyampaian laporan pelaksanaan tata kelola kepada
    Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 131 ayat (1) ditujukan kepada:
    a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
    Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi
    Bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi
    Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi
    Banten; atau
    b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
    Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang
    berkantor pusat di luar wilayah Provinsi Daerah
    Khusus Ibukota Jakarta atau Provinsi Banten,
    yang disampaikan secara daring melalui sistem pelaporan
    Otoritas Jasa Keuangan dengan tata cara sesuai dengan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -53-
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan
    bank umum melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
    Keuangan.
    (2) Dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
    belum tersedia atau terdapat keadaan kahar,
    penyampaian dilakukan melalui sistem persuratan
    Otoritas Jasa Keuangan.
    (3) Dalam hal sistem persuratan Otoritas Jasa Keuangan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat keadaan
    kahar, penyampaian dilakukan secara luring kepada
    Otoritas Jasa Keuangan.
    Bagian Keempat
    Sanksi
    Pasal 135
    (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 130 ayat (1), Pasal 131 ayat (1), ayat (2),
    Pasal 132 ayat (1), dan/atau Pasal 133 ayat (2), ayat (4)
    dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Bank yang terlambat memenuhi kewajiban penyampaian
    dan publikasi laporan pelaksanaan tata kelola
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1), ayat
    (2), dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar
    Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja dan
    paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
    (3) Bank yang telah dikenai sanksi administratif berupa
    denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib
    menyampaikan laporan pelaksanaan tata kelola kepada
    Otoritas Jasa Keuangan.
    (4) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 130 ayat (1), Pasal 131 ayat (1), ayat (2),
    Pasal 132 ayat (1), Pasal 133 ayat (2), ayat (4), dan/atau
    ayat (3), Bank dikenai sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank.
    (5) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau
    ayat (4), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi
    administratif berupa larangan sebagai pihak utama
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga
    jasa keuangan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -54-
    (6) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan/atau ayat (5), Bank
    dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai
    sanksi administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XX
    PENERAPAN TATA KELOLA YANG BAIK PADA BANK BAGI
    KCBLN
    Pasal 136
    KCBLN wajib menyesuaikan ketentuan penerapan Tata Kelola
    yang Baik pada Bank terhadap Bank berbentuk badan hukum
    perseroan terbatas, kecuali diatur khusus dalam Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan ini terhadap:
    a. pelaksanaan fungsi Direksi dan Dewan Komisaris dan
    pembentukan komite disesuaikan dengan
    pengorganisasian yang berlaku pada KCBLN; dan
    b. penyesuaian dilakukan dengan memenuhi seluruh
    cakupan yang diperlukan dalam penerapan Tata Kelola
    yang Baik pada Bank.
    Pasal 137
    (1) Direksi pada KCBLN dilarang merangkap jabatan sebagai
    anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau Pejabat
    Eksekutif pada:
    a. Bank;
    b. bank dan/atau KCBLN lain di luar Indonesia;
    c. perusahaan dan/atau lembaga lain di dalam
    dan/atau di luar negeri;
    d. pada bidang tugas fungsional pada lembaga
    keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan
    bank yang berkedudukan di dalam maupun di luar
    negeri; dan/atau
    e. pada jabatan lain yang dapat menimbulkan
    benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas
    sebagai anggota Direksi.
    (2) Tidak termasuk rangkap jabatan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dalam hal anggota Direksi pada KCBLN:
    a. melaksanakan tugas sebagai direktur pengganti
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
    huruf b; dan/atau
    b. menduduki jabatan pada organisasi atau lembaga
    nirlaba,
    sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan
    mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
    sebagai anggota Direksi pada KCBLN.
    Pasal 138
    (1) KCBLN yang melanggar ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 136 dan/atau Pasal 137 ayat (1),
    dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
    (2) Dalam hal KCBLN telah dikenai sanksi administratif
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -55-
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap
    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 136 dan/atau Pasal 137 ayat (1), KCBLN dikenai
    sanksi administratif berupa:
    a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru;
    b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu;
    c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha;
    d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau
    e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam
    penilaian tingkat kesehatan Bank
    (3) Dalam hal KCBLN telah dikenai sanksi administratif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2),
    Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif pada KCBLN dapat
    dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai
    pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama
    lembaga jasa keuangan.
    (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), KCBLN dapat dikenai
    sanksi administratif berupa denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
    BAB XXI
    KETENTUAN LAIN-LAIN
    Pasal 139
    (1) Pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
    Komisaris yang berasal dari pegawai atau pejabat pada
    lembaga yang melakukan fungsi pengaturan dan/atau
    pengawasan Bank dan/atau lembaga jasa keuangan lain
    dilakukan setelah yang bersangkutan telah berhenti
    secara efektif sebagai pegawai atau pejabat dan menjalani
    masa tunggu paling singkat 6 (enam) bulan.
    (2) Dalam hal terdapat benturan kepentingan atau potensi
    benturan kepentingan dari pegawai atau pejabat calon
    anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
    Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    sehubungan dengan pencalonan yang bersangkutan pada
    Bank, calon yang bersangkutan mengungkapkan
    benturan kepentingan dalam proses penilaian
    kemampuan dan kepatutan.
    (3) Dalam hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan
    terdapat benturan kepentingan atau potensi benturan
    kepentingan dari pegawai atau pejabat calon anggota
    Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan
    dengan pencalonan yang bersangkutan pada Bank,
    Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan
    tindakan pengawasan yang diperlukan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -56-
    BAB XXII
    KETENTUAN PERALIHAN
    Pasal 140
    Proses penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon
    Komisaris Independen yang telah diajukan kepada Otoritas
    Jasa Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan ini, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
    kepatutan bagi lembaga jasa keuangan.
    BAB XXIII
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 141
    Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
    berlaku:
    a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009
    tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
    Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 175,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    5085);
    b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    45/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola dalam
    Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 371,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    5811);
    c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
    Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5841);
    d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko
    bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5861);
    e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko
    bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
    Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5988);
    f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan
    Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan
    Bank bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2017 Nomor 148, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 6091);
    g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    46/POJK.03/2017 tentang Pelaksanaan Fungsi
    Kepatuhan Bank Umum (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2017 Nomor 152, Tambahan Lembaran
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -57-
    Negara Republik Indonesia Nomor 6095);
    h. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan
    Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten,
    dan Perusahaan Publik (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2017 Nomor 169, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 6103);
    i. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    59/POJK.03/2017 tentang Penerapan Tata Kelola dalam
    Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum Syariah dan
    Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2017 Nomor 278, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 6148);
    j. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian
    Kredit dan Penyediaan Dana Besar bagi Bank Umum
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018
    Nomor 253, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 6283) sebagaimana telah diubah
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    38/POJK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.03/2018
    tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan
    Penyediaan Dana Besar bagi Bank Umum (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 245,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    6438);
    k. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    1/POJK.03/2019 tentang Penerapan Fungsi Audit Intern
    pada Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2019 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 6308);
    l. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    37/POJK.03/2019 tentang Transparansi dan Publikasi
    Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2019 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 6441);
    m. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud
    bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2019 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 6439);
    n. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 163,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    6700);
    o. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    26/POJK.03/2021 tentang Batas Maksimum Penyaluran
    Dana dan Penyaluran Dana Besar bagi Bank Umum
    Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2021 Nomor 277, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 6746);
    p. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK -58-
    Informasi oleh Bank Umum (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2022 Nomor 5/OJK, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5/OJK);
    q. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    16/POJK.03/2022 tentang Bank Umum Syariah
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022
    Nomor 19/OJK, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 11/OJK);
    r. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023
    tentang Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2023 Nomor 20/OJK, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45/OJK);
    dan
    s. ketentuan pelaksanaan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan
    Tata Kelola bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2016 Nomor 286, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 5980) dan Peraturan
    Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang
    Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
    Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 175,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    5085),
    dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
    dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    ini.
    Pasal 142
    Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
    berlaku, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
    55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank
    Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
    Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 5980), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
    Pasal 143
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
    tanggal diundangkan.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.30/OJK
    -59-
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
    pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan
    penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 14 September 2023
    KETUA DEWAN KOMISIONER
    OTORITAS JASA KEUANGAN
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    MAHENDRA SIREGAR
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 14 September 2023
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA
    ttd.
    YASONNA H. LAOLY
    www.peraturan.go.id
    TAMBAHAN
    LEMBARAN NEGARA R.I
    No.53/OJK, 2023 KEUANGAN. OJK. Tata Kelola. Bank Umum.
    (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2023 Nomor 30/OJK)
    PENJELASAN
    ATAS
    PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
    REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 17 TAHUN 2023
    TENTANG
    PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM
    I. UMUM
    Peranan perbankan yang menjadi salah satu aspek penting dari
    sektor jasa keuangan, perlu untuk terus didukung dan diperkuat.
    Perbankan juga dituntut untuk terus selalu berdaya saing dan tanggap
    terhadap perubahan pada lingkungan eksternal dan internal yang
    semakin kompleks dan kompetitif disertai dengan tantangan-tantangan
    yang semakin luas.
    Penguatan penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank merupakan
    salah satu elemen utama untuk meningkatkan daya saing perbankan.
    Tata Kelola yang Baik pada Bank akan berpengaruh positif terhadap
    kinerja Bank. Seiring perkembangan aktivitas dan produk keuangan
    maupun adopsi perkembangan teknologi informasi, kerangka peraturan
    Tata Kelola yang Baik pada Bank serta dukungan penerapan manajemen
    risiko yang efektif juga perlu untuk terus dilakukan penyempurnaan,
    untuk memastikan risiko baru yang muncul dapat diantisipasi secara
    efektif dan memastikan Bank didukung dengan penerapan tata kelola
    yang andal serta menjalankan praktik usaha yang sehat. Pengalaman
    menunjukkan bahwa kegagalan dalam penerapan Tata Kelola yang Baik
    pada Bank seringkali menjadi salah satu penyebab utama kegagalan Bank
    untuk bertahan dalam persaingan bisnis, dan kegagalan Bank dalam
    skala yang masif tersebut dapat menyebabkan terjadinya krisis di sektor
    perbankan dan perekonomian.
    Sehubungan hal tersebut, Bank terus dituntut untuk beroperasi
    dengan penerapan tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan
    (governance, risk, and compliance atau GRC) yang andal dan terintegrasi
    dengan didukung digitalisasi dan inovasi teknologi, serta berwawasan
    lingkungan dan sosial (environment, social, and governance atau ESG),
    sehingga Bank mampu memenuhi peraturan perundang-undangan,
    standar, nilai-nilai etika, prinsip dan praktik yang berlaku umum,
    menjaga dan membangun fondasi penciptaan nilai serta mengoptimalkan
    capaian kinerja secara berkelanjutan, mengelola hak dan tanggung jawab,
    serta menjaga keseimbangan kepentingan pemegang saham dan seluruh
    pemangku kepentingan lain (stakeholders) dalam upaya untuk
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -2-
    berkontribusi lebih luas dalam menggerakkan perekonomian nasional.
    Dalam tatanan regulasi Otoritas Jasa Keuangan, perlu adanya
    keselarasan dan sinergi pengaturan terkait penerapan Tata Kelola yang
    Baik pada Bank, termasuk penerapan tata kelola yang diatur dalam suatu
    ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tersendiri, serta mengacu sebagaimana
    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain
    ketentuan mengenai perbankan (bank umum konvensional dan bank
    umum syariah) dan ketentuan mengenai pengembangan dan penguatan
    sektor keuangan. Oleh karena itu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
    juga menjadi payung pengaturan terkait penerapan tata kelola bagi Bank.
    Dengan demikian, penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank dalam
    setiap aktivitas usaha dan lines of defense Bank diharapkan akan
    memberikan kontribusi positif dalam mendukung penguatan dan daya
    saing Bank, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang
    inklusif dan berkelanjutan (sustainable), sehingga dapat mewujudkan
    masyarakat yang sejahtera, maju, dan bermartabat.
    Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mendukung penguatan
    aturan terkait dengan Tata Kelola yang Baik pada Bank, diperlukan
    pembaruan pengaturan mengenai Penerapan Tata Kelola bagi Bank
    Umum.
    II. PASAL DEMI PASAL
    Pasal 1
    Cukup jelas.
    Pasal 2
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Kegiatan lain yang dilakukan Bank antara lain pengadaan
    barang dan/atau jasa, proses rekrutmen pegawai, dan/atau
    penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan.
    Ayat (3)
    Huruf a
    Keterbukaan (transparency) mencakup keterbukaan dalam
    proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
    pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan dan
    mudah diakses oleh Pemangku Kepentingan.
    Huruf b
    Akuntabilitas (accountability) mencakup kejelasan fungsi
    dan pelaksanaan pertanggungjawaban.
    Huruf c
    Tanggung jawab (responsibility) mencakup kesesuaian
    pengelolaan dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan nilai etika serta standar, prinsip, dan
    praktik.
    Huruf d
    Independensi (independency) mencakup keadaan yang
    dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari
    benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
    pihak manapun yang tidak sesuai dengan ketentuan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -3-
    peraturan perundang-undangan dan nilai etika serta
    standar, prinsip, dan praktik.
    Huruf e
    Kewajaran (fairness) mencakup kesetaraan, keseimbangan,
    dan keadilan di dalam memenuhi hak Pemangku
    Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian,
    ketentuan peraturan perundang-undangan, dan nilai etika
    serta standar, prinsip, dan praktik.
    Ayat (4)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan “benturan kepentingan” adalah
    perbedaan antara kepentingan ekonomis Bank dan
    kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, anggota
    Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank,
    anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif,
    pegawai Bank, dan/atau pihak terkait dengan Bank.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Huruf g
    Cukup jelas.
    Huruf h
    Cukup jelas.
    Huruf i
    Cukup jelas.
    Huruf j
    Cukup jelas.
    Huruf k
    Cukup jelas.
    Huruf l
    Cukup jelas.
    Huruf m
    Cukup jelas.
    Huruf n
    Cukup jelas.
    Huruf o
    Cukup jelas.
    Huruf p
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 3
    Prosedur internal Bank antara lain berupa anggaran dasar, surat
    keputusan, manual, kebijakan atau pedoman Bank (standard
    operating procedure), piagam perusahaan, dokumen operasional
    Bank lain, yang disusun sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku dan sesuai dengan proses bisnis dan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -4-
    mekanisme persetujuan pada Bank.
    Pasal 4
    Cukup jelas.
    Pasal 5
    Cukup jelas.
    Pasal 6
    Ayat (1)
    Pemenuhan anggota Direksi lebih dari 3 (tiga) orang
    mempertimbangkan kompleksitas dan/atau skala usaha Bank.
    Ayat (2)
    Domisili anggota Direksi memperhatikan efisiensi dan efektivitas
    pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari anggota Direksi
    yang bersangkutan, antara lain terkait faktor lokasi.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” adalah lebih dari 50% (lima
    puluh persen).
    Pejabat eksekutif bank tidak termasuk pejabat eksekutif pada
    bank perekonomian rakyat dan bank perekonomian rakyat
    syariah.
    Ayat (4)
    Kondisi lain antara lain pada saat anggota Direksi yang telah
    habis masa jabatan belum ditetapkan penggantinya oleh RUPS,
    yang bersangkutan tetap dapat melaksanakan kewenangannya
    yang sama sampai dengan ditetapkan pengganti yang
    bersangkutan oleh RUPS.
    Pasal 7
    Ayat (1)
    Bank dapat menggunakan penamaan jabatan lain dari direktur
    utama misalnya presiden direktur.
    Ayat (2)
    Bank dapat menggunakan penamaan jabatan lain dari wakil
    direktur utama misalnya wakil presiden direktur.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali” adalah
    pemegang saham pengendali termasuk pemegang saham
    pengendali terakhir sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi
    pihak utama lembaga jasa keuangan.
    Penilaian independensi didasarkan pada keterkaitan yang
    bersangkutan pada kepengurusan, kepemilikan, dan/atau
    hubungan keuangan, serta hubungan keluarga dengan
    pemegang saham pengendali.
    Pasal 8
    Cukup jelas.
    Pasal 9
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -5-
    Ayat (2)
    Memperhatikan keberagaman antara lain latar belakang karier,
    pengalaman, riwayat pendidikan, dan gender.
    Ayat (3)
    Penetapan dimaksud bertujuan agar pelaksanaan kepengurusan
    Bank terlaksana dengan baik.
    Pasal 10
    Ayat (1)
    Pemberhentian anggota Direksi termasuk pemberhentian
    sementara anggota Direksi.
    Pembatasan kewenangan anggota Direksi yang diberhentikan
    sementara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Penilaian yang objektif terkait pengelolaan Bank antara lain
    terkait aspek kinerja, integritas, reputasi keuangan,
    dan/atau kompetensi.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 11
    Cukup jelas.
    Pasal 12
    Ayat (1)
    Tata cara pengunduran diri anggota Direksi sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan dan dicantumkan
    dalam anggaran dasar Bank.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “kondisi lain” adalah pengunduran diri
    anggota Direksi yang dimaksudkan untuk melepaskan tanggung
    jawab sebagai anggota Direksi dalam penanganan permasalahan
    Bank.
    Pasal 13
    Cukup jelas.
    Pasal 14
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -6-
    Huruf b
    Direktur pengganti (pelaksana tugas anggota Direksi atau
    plt) merupakan anggota Direksi yang ditetapkan untuk
    merangkap pelaksanaan pembidangan tugas anggota
    Direksi lain yang tidak dapat menjalankan tugasnya (antara
    lain berhalangan tetap (mengundurkan diri, diberhentikan,
    atau meninggal dunia) atau berhalangan sementara waktu
    (cuti, dinas, sakit, atau sebab lain)), untuk menjaga
    kelancaran tugas dan fungsi Direksi.
    Huruf c
    Direktur pengganti tidak dapat menjalankan tugasnya
    sehubungan cuti, dinas, sakit, atau sebab lain yang
    menyebabkan bersangkutan berhalangan sementara waktu,
    termasuk berhalangan tetap.
    Ayat (2)
    Contoh pengalihan pembidangan tugas anggota Direksi antara
    lain mengalihkan penugasan direktur yang membawahkan
    bisnis konsumer menjadi direktur yang membawahkan
    keuangan.
    Pengalihan pembidangan tugas anggota Direksi memperhatikan
    kompetensi yang bersangkutan terhadap bidang tugas yang
    baru.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan antara
    lain terkait kewenangan Dewan Komisaris untuk jangka waktu
    tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagai Direksi.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Pertimbangan tertentu antara lain keputusan Bank untuk
    melakukan perampingan atau efisiensi komposisi jabatan
    Direksi.
    Pasal 15
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “bank” adalah Bank, bank
    perekonomian rakyat, bank perekonomian rakyat syariah,
    dan bank lain di luar negeri.
    Huruf b
    Contoh bidang tugas fungsional antara lain penasihat
    (advisor), staf ahli, dan/atau tenaga ahli.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “perusahaan anak bukan bank
    yang dikendalikan oleh Bank” adalah perusahaan anak
    Bank yang tidak melakukan kegiatan usaha bank.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -7-
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Organisasi atau lembaga nirlaba termasuk keanggotaan
    dalam komite (task force) pada bidang tertentu di luar
    Bank.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 16
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan perusahaan lain antara lain perusahaan
    lain di luar Bank yang bersangkutan, seperti lembaga keuangan
    bank, lembaga keuangan bukan bank, atau perusahaan lainnya.
    Ayat (2)
    Akumulasi kepemilikan saham anggota Direksi akibat
    pemberian bonus dan/atau tantiem dibuktikan dengan
    keputusan RUPS dan/atau dokumen lain yang menetapkan hal
    tersebut.
    Ayat (3)
    Kepemilikan saham yang berasal dari pemberian bonus, tantiem,
    program kepemilikan saham bagi manajemen/ management
    share ownership program, dan/atau program kepemilikan
    saham bagi karyawan/employee share ownership program
    dibuktikan dengan keputusan RUPS dan/atau dokumen lain
    yang menetapkan hal tersebut.
    Pasal 17
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat (3).
    Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga sampai derajat kedua”
    adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal meliputi:
    a. orang tua kandung/tiri/angkat;
    b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istri;
    c. anak kandung/tiri/angkat;
    d. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat;
    e. cucu kandung/tiri/angkat;
    f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau
    istri;
    g. suami atau istri;
    h. mertua;
    i. besan;
    j. suami atau istri dari anak kandung/tiri/angkat;
    k. kakek atau nenek dari suami atau istri;
    l. suami atau istri dari cucu kandung/tiri/angkat; dan/atau
    m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau istri beserta
    suami atau istri.
    Pasal 18
    Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah pegawai Bank atau orang
    lain.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -8-
    Pasal 19
    Ayat (1)
    Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
    kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Memiliki integritas, antara lain:
  21. memiliki akhlak dan moral yang baik;
  22. memiliki komitmen untuk mematuhi ketentuan
    peraturan perundang-undangan termasuk ketentuan
    dan peraturan Bank serta mendukung kebijakan
    Otoritas Jasa Keuangan;
  23. memiliki komitmen terhadap pengembangan kegiatan
    usaha Bank yang sehat;
  24. tidak sedang menjalani konsekuensi hasil akhir dari
    penilaian kembali pihak utama dengan predikat tidak
    lulus dan/atau tidak termasuk dalam daftar tidak
    lulus; dan
  25. cakap melakukan perbuatan hukum.
    Huruf b
    Memiliki kompetensi, antara lain:
  26. memiliki pengetahuan dan/atau kompetensi (keahlian)
    yang memadai di bidang yang dibutuhkan dalam
    pengelolaan Bank dan relevan dengan jabatannya;
  27. melakukan pengelolaan strategis dalam rangka
    pengembangan Bank yang sehat, antara lain:
    a) menjalankan peran kepemimpinan dalam
    mencapai penciptaan nilai yang berkelanjutan
    (value creation) melalui upaya sebagai berikut:
    1) kompetitif dan visioner yang ditunjukkan
    dengan memiliki komitmen pada kinerja
    jangka panjang;
    2) memiliki sikap beretika dan bertanggung
    jawab dalam menjalankan kegiatan bisnis,
    operasional, dan layanan Bank;
    3) berkontribusi terhadap masyarakat dan
    lingkungan; dan
    4) memiliki kemampuan dalam beradaptasi,
    bertahan, dan bertumbuh;
    b) mengelola dan menjalankan rencana strategis
    Bank (jangka panjang, menengah, dan pendek)
    dengan inovasi dan pemanfaatan teknologi
    informasi terkini secara efektif, berdaya saing, dan
    mengedepankan prinsip kehati-hatian;
    c) menjalankan dan memimpin penerapan
    manajemen risiko dan sistem pengendalian
    internal secara efektif dan efisien yang selaras
    dengan visi, misi, dan strategi Bank serta
    mematuhi peraturan perundang-undangan dan
    standar yang berlaku;
    d) mendukung dan melaksanakan pengembangan
    kualitas sumber daya manusia Bank;
    e) memastikan akuntabilitas dan integritas sistem
    keuangan dan pelaporan, termasuk laporan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -9-
    keuangan berkelanjutan, secara tepat waktu dan
    akurat yang sesuai ketentuan dan standar yang
    berlaku; dan
    f) memastikan dukungan terhadap kewenangan dan
    perangkat pendukung dewan pengawas syariah
    agar dapat melaksanakan tugas dengan efektif;
    dan
  28. memiliki pengetahuan tentang Indonesia, terutama
    mengenai ekonomi, budaya, dan bahasa Indonesia,
    bagi anggota Direksi yang merupakan tenaga kerja
    asing sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai pemanfaatan tenaga kerja asing dan program
    alih pengetahuan di sektor perbankan.
    Huruf c
    Memiliki reputasi yang baik, antara lain:
  29. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
  30. tidak pernah dinyatakan pailit;
  31. tidak pernah menjadi anggota Direksi dan/atau
    anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
    menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit;
  32. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
    pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
    yang berkaitan dengan sektor keuangan;
  33. menyelenggarakan RUPS tahunan;
  34. pertanggungjawabannya sebagai anggota Direksi
    dan/atau anggota Dewan Komisaris selalu diterima
    oleh RUPS atau selalu memberikan
    pertanggungjawaban sebagai anggota Direksi dan/atau
    anggota Dewan Komisaris kepada RUPS;
  35. tidak pernah menyebabkan perusahaan yang
    memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari
    Otoritas Jasa Keuangan tidak memenuhi kewajiban
    menyampaikan laporan tahunan dan/atau laporan
    keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau
    laporan tahunan dan/atau laporan keuangan tidak
    disetujui dan/atau disahkan oleh RUPS;
  36. mendukung pelaksanaan pengelolaan Bank yang
    sehat; dan
  37. menjaga reputasi Bank.
    Pasal 20
    Cukup jelas.
    Pasal 21
    Tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan dikenal dengan istilah
    GRC atau governance, risk, and compliance.
    Pasal 22
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “satuan kerja audit intern” adalah
    satuan kerja audit intern sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern
    pada bank umum.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -10-
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan “satuan kerja manajemen risiko”
    adalah satuan kerja manajemen risiko sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    manajemen risiko bagi bank umum dan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
    bank umum syariah dan unit usaha syariah.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan “satuan kerja kepatuhan” adalah
    satuan kerja kepatuhan sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan
    bank umum.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 23
    Otoritas dan lembaga lain termasuk otoritas pengawasan sistem
    pembayaran, otoritas penjamin simpanan dan resolusi, otoritas
    pengawasan terhadap parent Bank, serta otoritas dan lembaga lain
    yang berwenang melakukan audit terhadap Bank.
    Pasal 24
    Cukup jelas.
    Pasal 25
    Cukup jelas.
    Pasal 26
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Termasuk dalam kategori proyek yang bersifat khusus
    antara lain proyek teknologi informasi atau pengembangan
    kehumasan (public relations) yang memiliki kriteria seperti
    adanya target waktu tertentu.
    Huruf b
    Kontrak kerja yang jelas paling sedikit mencakup ruang
    lingkup pekerjaan, hak dan tanggung jawab, dan jangka
    waktu pekerjaan, serta biaya.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Pasal 27
    Pengelolaan data dan informasi terkait Bank termasuk rahasia Bank,
    tukar menukar informasi antar bank, dan keterbukaan informasi,
    dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
    Huruf a
    Data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu
    diperlukan dalam kaitan tugas dan tanggung jawab Dewan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -11-
    Komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
    tugas dan tanggung jawab Direksi serta pengendalian terhadap
    pelaksanaan kebijakan Bank.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Pasal 28
    Ayat (1)
    Pedoman dan tata tertib kerja Direksi dikenal juga dengan
    piagam Direksi.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Pembidangan tugas Direksi termasuk mekanisme direktur
    pengganti.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Pengaturan rapat antara lain mengatur tentang agenda
    rapat, persyaratan kuorum, pengambilan keputusan, hak
    anggota dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam
    pengambilan keputusan, dan risalah rapat.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Huruf g
    Cukup jelas.
    Huruf h
    Pola hubungan kerja Direksi dan Dewan Komisaris antara
    lain melalui rapat antara Direksi dan Dewan Komisaris.
    Pasal 29
    Cukup jelas.
    Pasal 30
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan “rapat Direksi bersama Dewan
    Komisaris” adalah rapat Direksi bersama dengan Dewan
    Komisaris antara lain dalam rangka Direksi memohon arahan
    atau petunjuk, atau melaporkan jalan pengurusan Bank kepada
    Dewan Komisaris.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat
    (3).
    Pasal 31
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “kebijakan dan keputusan strategis”
    adalah keputusan Direksi yang dapat memengaruhi keuangan
    Bank secara signifikan dan/atau memiliki dampak yang
    berkesinambungan terhadap anggaran, sumber daya manusia,
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -12-
    struktur organisasi, dan/atau pihak ketiga.
    Yang dimaksud dengan “memperhatikan pengawasan sesuai
    tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris” adalah
    keikutsertaan Dewan Komisaris dalam pengambilan keputusan
    yang terbatas pada:
    a. penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur
    dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas
    maksimum pemberian kredit dan penyediaan dana besar
    bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai batas maksimum penyaluran dana dan
    penyaluran dana besar bagi bank umum syariah; dan
    b. hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar Bank atau
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 32
    Huruf a
    Perusahaan lain termasuk pemegang saham pengendali
    dan/atau pemegang saham pengendali terakhir Bank.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan “hubungan keuangan” adalah seseorang
    yang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau
    pinjaman dari:
  38. anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank;
  39. perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah
    anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Bank;
    dan/atau
  40. pemegang saham pengendali dan/atau pemegang saham
    pengendali terakhir Bank.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga sampai derajat
    kedua” lihat penjelasan Pasal 17.
    Pasal 33
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Tidak termasuk dalam pengertian keuntungan pribadi antara
    lain anggota Direksi sebagai nasabah Bank menerima
    penghasilan bunga atau imbalan secara wajar.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 34
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -13-
    Pasal 35
    Ayat (1)
    Pemenuhan anggota Dewan Komisaris lebih dari 3 (tiga) orang
    mempertimbangkan kompleksitas dan/atau skala usaha Bank.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Kondisi lain antara lain pada saat anggota Dewan Komisaris
    yang telah habis masa jabatan belum ditetapkan penggantinya
    oleh RUPS, yang bersangkutan tetap dapat melaksanakan
    kewenangannya yang sama sampai dengan ditetapkan pengganti
    yang bersangkutan oleh RUPS.
    Pasal 36
    Ayat (1)
    Bank dapat menggunakan penamaan jabatan lain dari komisaris
    utama, misalnya presiden komisaris.
    Ayat (2)
    Bank dapat menggunakan penamaan jabatan lain dari wakil
    komisaris utama, misalnya wakil presiden komisaris.
    Pasal 37
    Cukup jelas.
    Pasal 38
    Ayat (1)
    Keberadaan Komisaris Independen dimaksudkan untuk
    mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih
    obyektif dan menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan
    diantara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang
    saham minoritas dan Pemangku Kepentingan.
    Ayat (2)
    Contoh: jika jumlah anggota Dewan Komisaris 3 (tiga) orang,
    jumlah Komisaris Independen paling sedikit 2 (dua) orang.
    Pengaturan ini tidak melarang anggota Dewan Komisaris
    seluruhnya terdiri atas Komisaris Independen.
    Ayat (3)
    Pengetahuan di bidang perbankan dan pengalaman di bidang
    perbankan dan/atau bidang keuangan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
    kepatutan bagi lembaga jasa keuangan.
    Ayat (4)
    Pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat
    memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak
    independen merupakan pihak yang memiliki hubungan
    kontraktual dengan Bank, sehingga masa tunggu dimulai sejak
    berakhirnya hubungan kontraktual.
    Yang dimaksud dengan “masa tunggu” atau cooling off adalah
    tenggang waktu antara saat berakhirnya secara efektif jabatan
    yang bersangkutan sebagai anggota Direksi atau Pejabat
    Eksekutif atau hubungan lain dengan Bank, dengan
    pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai
    Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan. Dengan
    demikian, masa tunggu dilaksanakan di luar Bank yang
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -14-
    bersangkutan.
    Ayat (5)
    Contoh anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengawasan
    adalah direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan atau
    direktur yang membawahkan fungsi manajemen risiko.
    Contoh Pejabat Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan
    adalah Pejabat Eksekutif atau kepala satuan kerja yang
    membidangi audit intern, kepatuhan, dan manajemen risiko.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Tindakan pengawasan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan,
    antara lain:
    a. menetapkan masa tunggu lebih lama dari 6 (enam) bulan
    terhadap calon Komisaris Independen;
    b. menetapkan masa tunggu terhadap calon Komisaris Non
    Independen; dan/atau
    c. tidak menyetujui atau membatalkan pengangkatan
    Komisaris Independen dan/atau Komisaris Non Independen
    yang tidak mengungkapkan benturan kepentingan atau
    potensi benturan kepentingan dalam proses penilaian
    kemampuan dan kepatutan.
    Pasal 39
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “kelompok usaha bank” adalah
    kelompok usaha bank sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai konsolidasi bank umum.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 40
    Cukup jelas.
    Pasal 41
    Cukup jelas.
    Pasal 42
    Cukup jelas.
    Pasal 43
    Cukup jelas.
    Pasal 44
    Cukup jelas.
    Pasal 45
    Cukup jelas.
    Pasal 46
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -15-
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Contoh bidang tugas fungsional antara lain penasihat
    (advisor), staf ahli, dan/atau tenaga ahli.
    Huruf d
    Tugas dalam jabatan lain yang tidak menimbulkan
    benturan kepentingan dapat dilaksanakan sepanjang tidak
    mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang
    bersangkutan sebagai anggota Dewan Komisaris.
    Huruf e
    Tidak merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris
    dalam hal terdapat peraturan perundang-undangan yang
    dalam jabatannya seseorang dilarang untuk melakukan
    rangkap jabatan.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “perusahaan anak bukan bank
    yang dikendalikan oleh Bank” adalah perusahaan anak
    Bank yang tidak melakukan kegiatan usaha bank.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan “pemegang saham Bank yang
    berbentuk badan hukum” adalah pemegang saham
    pengendali yang berbentuk badan hukum sebagaimana
    dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai
    penilaian kemampuan dan kepatutan, termasuk
    pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau lembaga lain
    yang menjadi pemegang saham pengendali Bank.
    Termasuk dalam pengertian menjalankan tugas fungsional
    yaitu dalam hal fungsi yang bersangkutan pada Bank
    dan/atau kelompok usaha badan hukum pemegang saham
    Bank, termasuk perusahaan anak Bank, adalah untuk
    menjalankan fungsinya sebagai wakil dari pemegang saham
    Bank, seperti anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
    atau Pejabat Eksekutif.
    Huruf c
    Organisasi atau lembaga nirlaba termasuk keanggotaan
    dalam komite (task force) pada bidang tertentu di luar
    Bank.
    Ayat (3)
    Pertimbangan tertentu antara lain keahlian, pengalaman, dan
    nilai-nilai tambah lain yang dimiliki oleh anggota Dewan
    Komisaris yang diperlukan untuk mendukung strategi dan
    pengembangan Bank.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Yang dimaksud dengan “pejabat publik” adalah orang yang
    ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan
    tertentu pada badan publik.
    Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan
    badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
    penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
    bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
    dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -16-
    Pasal 47
    Lihat penjelasan Pasal 17.
    Pasal 48
    Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
    kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
    Huruf a
    Memiliki integritas, antara lain:
  41. memiliki akhlak dan moral yang baik;
  42. memiliki komitmen untuk mematuhi ketentuan peraturan
    perundang-undangan termasuk ketentuan dan peraturan
    Bank serta mendukung kebijakan Otoritas Jasa Keuangan;
  43. memiliki komitmen terhadap pengembangan kegiatan
    usaha Bank yang sehat;
  44. tidak sedang menjalani konsekuensi hasil akhir dari
    penilaian kembali pihak utama dengan predikat tidak lulus
    dan/atau tidak termasuk dalam daftar tidak lulus; dan
  45. cakap melakukan perbuatan hukum.
    Huruf b
    Memiliki kompetensi, antara lain:
  46. memiliki pengetahuan dan/atau kompetensi (keahlian) yang
    dapat digunakan dalam pengawasan Bank, termasuk
    terkait kebijakan pengurusan dan jalannya pengurusan
    serta memberi nasihat kepada Direksi;
  47. melakukan pengawasan Bank serta mengarahkan,
    memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
    strategis Bank sesuai regulasi, dalam rangka
    pengembangan Bank yang sehat, penerapan manajemen
    risiko dan sistem pengendalian internal yang efektif dan
    efisien serta mematuhi peraturan perundang-undangan dan
    standar yang berlaku;
  48. melakukan pengawasan terhadap penyusunan strategi
    bisnis dan pelaksanaan kegiatan usaha oleh Direksi agar
    adanya keselarasan aspek lingkungan, sosial, dan tata
    kelola; dan
  49. memiliki pengetahuan tentang Indonesia, terutama
    mengenai ekonomi, budaya, dan bahasa Indonesia, bagi
    anggota Dewan Komisaris yang merupakan tenaga kerja
    asing sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai pemanfaatan tenaga kerja asing dan program alih
    pengetahuan di sektor perbankan.
    Huruf c
    Memiliki reputasi yang baik, antara lain:
  50. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
  51. tidak pernah dinyatakan pailit;
  52. tidak pernah menjadi anggota Direksi dan/atau anggota
    Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
    suatu perusahaan dinyatakan pailit;
  53. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
    yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan
    dengan sektor keuangan;
  54. menyelenggarakan RUPS tahunan;
  55. pertanggungjawabannya sebagai anggota Direksi dan/atau
    anggota Dewan Komisaris selalu diterima oleh RUPS atau
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -17-
    selalu memberikan pertanggungjawaban sebagai anggota
    Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada RUPS;
  56. tidak pernah menyebabkan perusahaan yang memperoleh
    izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Otoritas Jasa
    Keuangan tidak memenuhi kewajiban menyampaikan
    laporan tahunan dan/atau laporan keuangan kepada
    Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau laporan tahunan
    dan/atau laporan keuangan tidak disetujui dan/atau
    disahkan oleh RUPS;
  57. mengawasi dan mendukung pelaksanaan pengelolaan Bank
    yang sehat; dan
  58. menjaga reputasi Bank.
    Pasal 49
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Pelaksanaan tugas dan kewenangan pengawasan lain dilakukan
    sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan
    RUPS.
    Ayat (6)
    Yang dimaksud dengan “kegiatan operasional” adalah kegiatan
    penyediaan dana, tresuri, penghimpunan dana, dan kegiatan
    operasional lainnya.
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Penetapan dalam anggaran dasar Bank mengenai hal-hal lain
    yang pengambilan keputusannya memerlukan keterlibatan
    Dewan Komisaris, diarahkan kepada hal-hal yang strategis dan
    memengaruhi kelangsungan usaha Bank.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 50
    Lihat penjelasan Pasal 23.
    Pasal 51
    Penyampaian pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan disampaikan
    oleh Dewan Komisaris kepada satuan kerja pengawasan Bank yang
    bersangkutan.
    Pasal 52
    Ayat (1)
    Pedoman dan tata tertib kerja Dewan Komisaris dikenal juga
    dengan piagam Dewan Komisaris.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -18-
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Pengaturan rapat antara lain mengatur tentang agenda
    rapat, persyaratan kuorum, pengambilan keputusan, hak
    anggota dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam
    pengambilan keputusan, dan risalah rapat.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Huruf g
    Pola hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi antara
    lain melalui rapat antara Dewan Komisaris dan Direksi.
    Pasal 53
    Cukup jelas.
    Pasal 54
    Kewajiban ini dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan informasi
    dan menghindari potensi insider information.
    Pasal 55
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan “rapat bersama Direksi” adalah rapat
    Dewan Komisaris bersama dengan Direksi antara lain dalam
    rangka Dewan Komisaris melakukan pengawasan atau
    memberikan petunjuk dan/atau arahan kepada Direksi.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat
    (3).
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Memanfaatkan teknologi informasi antara lain melalui media
    video konferensi atau sarana media tatap muka elektronik lain.
    Pasal 56
    Cukup jelas.
    Pasal 57
    Lihat penjelasan Pasal 32.
    Pasal 58
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -19-
    Ayat (2)
    Tidak termasuk dalam pengertian keuntungan pribadi antara lain
    anggota Dewan Komisaris sebagai nasabah Bank menerima
    penghasilan bunga atau imbalan secara wajar.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 59
    Cukup jelas.
    Pasal 60
    Cukup jelas.
    Pasal 61
    Cukup jelas.
    Pasal 62
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Komite manajemen risiko sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
    bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
    syariah dan unit usaha syariah.
    Bank membentuk komite manajemen aset dan kewajiban
    atau assets and liabilities management committee biasa
    dikenal dengan ALCO, untuk melengkapi komite
    manajemen risiko.
    Huruf b
    Komite kebijakan perkreditan atau pembiayaan sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
    perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum.
    Huruf c
    Komite kredit atau pembiayaan sesuai dengan Peraturan
    Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyusunan
    dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan
    bank bagi bank umum.
    Penerapan komite kredit atau pembiayaan dapat
    disesuaikan dengan model bisnis Bank. Sebagai contoh
    Bank mengimplementasikan penggunaan teknologi atau
    aplikasi credit scoring system/credit scoring model dalam
    melakukan penilaian risiko kredit atau pembiayaan.
    Huruf d
    Komite pengarah teknologi informasi sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum.
    Ayat (3)
    Komite lain antara lain:
    a. komite produk, dalam pengelolaan kebijakan dan
    pemantauan produk atau aktivitas Bank;
    b. komite manajemen kinerja, dalam pengelolaan kebijakan
    pemantauan anggaran dan pelaksanaan manajemen kinerja
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -20-
    Bank sehingga terdapat keselarasan perencanaan strategis,
    proses target setting dan penilaian kinerja; dan/atau
    c. komite sumber daya manusia, dalam pengelolaan kebijakan
    atau ketentuan dalam bidang sumber daya manusia.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 63
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Komite lain disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau
    kompleksitas Bank, antara lain komite pemantauan keuangan
    berkelanjutan.
    Perluasan cakupan pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan
    wewenang komite antara lain menambahkan risiko yang terkait
    dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab komite pemantau
    risiko, misalnya risiko terkait iklim, siber, teknologi informasi,
    outsourcing, dan perkembangan risiko lainnya di bidang
    perbankan.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 64
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Sertifikat kompetensi antara lain sertifikat di bidang manajemen
    risiko, akuntan publik, akuntan, dan auditor.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 65
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Huruf a
    Sertifikat manajemen risiko sebagaimana yang berlaku bagi
    Direksi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai pengembangan kualitas sumber daya manusia
    bank umum.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -21-
    Huruf b
    Sertifikat kompetensi antara lain sertifikat di bidang
    akuntansi, tresuri, corporate finance.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat
    (3).
    Pasal 66
    Cukup jelas.
    Pasal 67
    Cukup jelas.
    Pasal 68
    Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain Pihak Independen
    dengan keahlian tertentu, Pejabat Eksekutif, dewan pengawas
    syariah.
    Pasal 69
    Ayat (1)
    Pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat
    memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak
    independen lihat penjelasan Pasal 38 ayat (4).
    Yang dimaksud dengan “masa tunggu” atau cooling off adalah
    tenggang waktu antara saat berakhirnya secara efektif jabatan
    yang bersangkutan sebagai anggota Direksi atau Pejabat
    Eksekutif atau hubungan lain dengan Bank, dengan saat
    pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai Pihak
    Independen anggota komite.
    Ayat (2)
    Contoh anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengawasan
    adalah direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan atau
    direktur yang membawahkan fungsi manajemen risiko.
    Contoh Pejabat Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan
    adalah Pejabat Eksekutif atau kepala satuan kerja yang
    membidangi audit intern, kepatuhan, atau manajemen risiko.
    Pasal 70
    Ketua dari komite Dewan Komisaris hanya dapat menjabat sebagai
    ketua komite paling banyak pada 2 (dua) komite.
    Pasal 71
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Pemantauan tindak lanjut hasil audit dilakukan oleh
    satuan kerja audit intern.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -22-
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 72
    Cukup jelas.
    Pasal 73
    Cukup jelas.
    Pasal 74
    Ayat (1)
    Contoh kegiatan:
    a. melakukan akses terhadap data, dokumen, informasi Bank;
    b. melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak
    yang terkait dengan tugas komite; dan
    c. melaksanakan kewenangan lain yang diberikan Dewan
    Komisaris,
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan berintegritas antara lain tidak termasuk
    sebagai pihak yang dilarang menjadi pihak utama, tidak
    tercantum dalam daftar tidak lulus, dan tidak memiliki kredit
    atau pembiayaan macet, yang didukung dengan surat
    pernyataan pribadi.
    Yang dimaksud dengan “menjaga reputasi” adalah turut
    menjaga reputasi Bank dan menjaga reputasi pribadi.
    Pasal 75
    Ayat (1)
    Pedoman dan tata tertib kerja komite dikenal juga sebagai
    piagam komite.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 76
    Cukup jelas.
    Pasal 77
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat
    (3).
    Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan “mayoritas” lihat penjelasan Pasal 6 ayat
    (3).
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -23-
    Pasal 78
    Cukup jelas.
    Pasal 79
    Cukup jelas.
    Pasal 80
    Ayat (1)
    Ketentuan benturan kepentingan ini pada dasarnya
    dimaksudkan agar anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
    anggota komite Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat
    Eksekutif, dan pegawai Bank tidak ikut serta dalam
    pengambilan suatu keputusan pada situasi dan kondisi yang
    terdapat benturan kepentingan. Namun demikian, ketika
    keputusan tetap harus diambil maka pihak dimaksud harus
    mengutamakan kepentingan ekonomis Bank serta
    menghindarkan Bank dari kerugian yang mungkin timbul atau
    kemungkinan berkurangnya keuntungan Bank, dan
    mengungkapkan kondisi benturan kepentingan dalam setiap
    keputusan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Contoh benturan kepentingan yang berpotensi merugikan Bank
    atau mengurangi keuntungan Bank, antara lain pemberian
    perlakuan istimewa kepada pihak tertentu di luar prosedur dan
    ketentuan serta pemberian suku bunga yang tidak sesuai
    dengan prosedur dan ketentuan.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 81
    Cukup jelas.
    Pasal 82
    Cukup jelas.
    Pasal 83
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Contoh temuan audit intern yang diperkirakan dapat
    membahayakan kelangsungan usaha Bank antara lain
    terkait kondisi permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan
    rentabilitas, yang tidak memenuhi ketentuan yang
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -24-
    berlaku serta pengelolaan Bank yang tidak dilakukan
    berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan
    yang sehat.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Laporan lain atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan
    diperlukan untuk mendukung pelaksanaan fungsi
    pengawasan Otoritas Jasa Keuangan antara lain rencana
    pelaksanaan audit internal pada tahun berjalan, laporan
    tindak lanjut hasil audit eksternal dan/atau audit
    khusus/investigatif.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 84
    Cukup jelas.
    Pasal 85
    Ayat (1)
    Penerapan manajemen risiko antara lain pengawasan aktif oleh
    Direksi dan Dewan Komisaris, ketersediaan kebijakan dan
    prosedur serta pemenuhan kecukupan struktur organisasi,
    proses manajemen risiko dan fungsi manajemen risiko, sumber
    daya manusia, dan pengendalian intern.
    Dalam penerapan manajemen risiko, Bank mengidentifikasi,
    mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko termasuk
    perkembangan risiko terkini, antara lain country risk, teknologi
    informasi, outsourcing, siber, perubahan iklim, dan
    perkembangan risiko lainnya di bidang perbankan.
    Dalam penerapan manajemen risiko, Bank antara lain
    menerapkan standar yang berlaku. Contoh standar yang berlaku
    antara lain standar yang direkomendasikan oleh Basel
    Committee on Banking Supervision pada Bank for International
    Settlements.
    Ayat (2)
    Penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan dikenal
    dengan istilah penerapan governance, risk, and compliance atau
    GRC.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 86
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -25-
    Ayat (2)
    Contoh kegiatan usaha Bank yang dimanfaatkan dalam aktivitas
    yang terkait dengan tindak pidana antara lain pemanfaatan
    rekening perbankan untuk kegiatan perjudian termasuk
    perjudian online, penipuan online termasuk kegiatan investasi
    online fiktif, prostitusi online, dan kejahatan ekonomi lainnya.
    Kejahatan ekonomi merupakan kejahatan yang dilakukan
    karena motif ekonomi.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 87
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “country risk” adalah risiko yang timbul
    dari ketidakpastian karena memburuknya kondisi perekonomian
    suatu negara, kegagalan suatu negara dalam membayar utang,
    gejolak sosial politik dalam suatu negara, serta kebijakan suatu
    negara antara lain nasionalisasi atau pengambilalihan aset,
    kontrol nilai tukar dan/atau devaluasi nilai tukar.
    Yang dimaksud dengan “transfer risk” adalah potensi kerugian
    yang timbul karena pihak asing di luar negeri tidak dapat
    menyediakan atau tidak dapat memperoleh valuta asing untuk
    memenuhi kewajibannya karena terdapat pembatasan tertentu,
    seperti pembatasan aliran kas dan/atau modal oleh pemerintah
    suatu negara.
    Selain transfer risk, jenis risiko yang termasuk country risk
    antara lain sovereign risk dan macroeconomic risk.
    Ayat (2)
    Contoh penerapan manajemen risiko terkait dengan country risk
    dan transfer risk antara lain:
    a. kebijakan dan prosedur risiko kredit memuat metode atau
    persentase pencadangan yang dibentuk untuk masingmasing portofolio penyediaan dana atau untuk masingmasing negara;
    b. kebijakan dan prosedur country risk harus disesuaikan
    dengan profil risiko Bank, systemic importance, kondisi
    pasar, dan kondisi makroekonomi baik di negara Bank
    berada maupun di negara counterparty. Kebijakan dan
    prosedur dimaksud harus dapat menggambarkan
    pandangan Bank terhadap eksposur country risk secara
    komprehensif; dan
    c. identifikasi eksposur country risk mencakup eksposur
    untuk masing-masing negara termasuk intra-grup,
    eksposur berdasarkan regional tertentu termasuk eksposur
    berdasarkan individu, dan eksposur berdasarkan pihak
    lawan transaksi (counterparty).
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 88
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “laporan profil risiko” adalah laporan
    profil risiko sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -26-
    mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha
    syariah.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 89
    Ayat (1)
    Standar yang digunakan antara lain standar akuntansi
    keuangan dan standar penilaian.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 90
    Kemitraan dalam kegiatan usaha antara lain kolaborasi antara Bank
    dan:
    a. bank lain;
    b. institusi keuangan nonbank;
    c. institusi nonkeuangan, seperti perusahaan teknologi finansial
    atau fintech; dan
    d. pelaku usaha digital, seperti e-commerce, bigtech, start-up
    companies, ride-hailing, dan online media.
    Kemitraan dalam kegiatan usaha termasuk bentuk lain dalam upaya
    Bank untuk meningkatkan inovasi produk dan/atau kegiatan usaha.
    Pasal 91
    Cukup jelas.
    Pasal 92
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Kebijakan remunerasi termasuk memuat penetapan remunerasi
    terhadap anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang
    telah diangkat oleh RUPS sampai dengan yang bersangkutan
    disetujui dalam penilaian kemampuan dan kepatutan oleh
    Otoritas Jasa Keuangan.
    Ayat (3)
    Yang dimaksud dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh
    Bank antara lain Bank mengalami kerugian, terjadinya risiko
    yang berdampak negatif terhadap keuangan Bank, dan terjadi
    fraud yang dilakukan oleh pihak yang menjadi material risk
    takers yang merugikan Bank.
    Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan kondisi tertentu antara lain:
    a. status pengawasan Bank tidak dalam status pengawasan
    normal; dan/atau
    b. terdapat ketidakwajaran terhadap pemberian remunerasi
    yang bersifat variabel, misalnya tidak proporsional, tidak
    adil, berpotensi kecurangan, dan termasuk ketika terdapat
    pembayaran remunerasi yang tidak sesuai dengan kinerja
    dan risiko.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -27-
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 93
    Ayat (1)
    Penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana
    termasuk penetapan batas penyediaan dana serta penyediaan
    dana besar (large exposures) kepada pihak dan/atau kelompok
    usaha tertentu bertujuan untuk menghindari kegagalan usaha
    Bank sebagai akibat konsentrasi penyediaan dana dan
    meningkatkan independensi Direksi dan Dewan Komisaris Bank
    terhadap potensi intervensi dari pihak terkait.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 94
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Saluran penyebaran informasi antara lain situs web Bank,
    surat kabar, dan/atau media elektronik lain.
    Yang dimaksud dengan dapat diandalkan antara lain tepat
    waktu, relevan, berkualitas, dan memenuhi standar
    pengamanan yang dapat melindungi informasi.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 95
    Cukup jelas.
    Pasal 96
    Cukup jelas.
    Pasal 97
    Cukup jelas.
    Pasal 98
    Bank memastikan keandalan penyusunan laporan keuangan dan
    informasi kinerja keuangan yang tidak diaudit oleh auditor ekstern
    antara lain dengan memiliki sumber daya yang memadai dalam
    penyusunan laporan keuangan dan melaksanakan pengendalian
    internal yang efektif.
    Pasal 99
    Ayat (1)
    Penyelenggaraan teknologi informasi oleh Bank antara lain
    penerapan tata kelola teknologi informasi yang baik dalam
    penyelenggaraan teknologi informasi, penerapan manajemen
    risiko penyelenggaraan teknologi informasi, serta menjaga
    ketahanan dan keamanan siber.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -28-
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 100
    Cukup jelas.
    Pasal 101
    Rekayasa keuangan (financial engineering) merupakan tindakan yang
    antara lain dilakukan melalui pemanfaatan inovasi instrumen
    keuangan dan perkembangan teori keuangan dengan menggunakan
    pemodelan matematis untuk memecahkan permasalahan keuangan,
    menciptakan produk keuangan, melakukan keputusan tentang
    kegiatan usaha Bank (penghimpunan dana, penyaluran dana,
    kegiatan jasa) dan manajemen risiko, serta dalam upaya memperoleh
    keuntungan tertentu pada Bank maupun konglomerasi keuangan
    yang terkait dengan Bank.
    Contoh rekayasa keuangan (financial engineering) yang dilarang yaitu
    yang tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan Bank yang sehat
    antara lain pelanggaran terhadap standar akuntansi yang diterapkan
    dalam laporan keuangan Bank, tindakan spekulasi dan manipulasi
    keuangan, kredit fiktif atau topengan, Bank melakukan transaction
    splitting on group dalam penyaluran kredit, peningkatan transaksi
    menjelang pada periode tertentu atau akhir tahun, peningkatan
    pendapatan bank yang tidak wajar untuk membantu meningkatkan
    laba sehingga tercipta ilusi kinerja yang lebih baik dibandingkan
    sebelumnya, dan sebagainya.
    Rekayasa hukum (legal engineering) merupakan tindakan yang
    antara lain dilakukan melalui pemanfaatan celah sistem hukum yang
    dieksploitasi untuk memberikan manfaat termasuk manfaat hukum
    bagi Bank.
    Contoh rekayasa hukum (legal engineering) yang dilarang yaitu yang
    tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan Bank yang sehat yakni
    pemanfaatan celah regulasi yang memberikan keuntungan tertentu
    pada Bank dengan tidak sehat, antara lain terkait penerbitan produk
    Bank yang belum diatur dalam regulasi, penghindaran atau
    pengurangan beban pajak melalui berbagai praktik (antara lain
    transaksi intragroup yang melakukan transfer pricing, income
    shifting), ketidaksesuaian perizinan dengan aktivitas usaha Bank,
    manipulasi ketentuan, pemanfaatan grey area pada ketentuan yang
    ada maupun yang belum diatur dan dapat berimplikasi
    meningkatkan risiko Bank secara keseluruhan.
    Pihak internal Bank antara lain pemegang saham termasuk
    pemegang saham pengendali dan pemegang saham pengendali
    terakhir, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota dewan
    pengawas syariah, dan pegawai Bank.
    Pihak eksternal Bank antara lain vendor yang bekerja sama dengan
    Bank, konsultan, dan pihak lain di luar Bank.
    Pasal 102
    Cukup jelas.
    Pasal 103
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -29-
    Pasal 104
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Tanggung jawab pemegang saham pengendali antara lain
    melakukan penyetoran modal, dukungan agunan atau jaminan
    aset pemegang saham pengendali dalam upaya penanganan
    permasalahan permodalan Bank (personal guarantee atau
    corporate guarantee).
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 105
    Cukup jelas.
    Pasal 106
    Cukup jelas.
    Pasal 107
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali” dan
    “pemegang saham pengendali terakhir” adalah pemegang saham
    pengendali dan pemegang saham pengendali terakhir sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
    kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
    keuangan.
    Pemegang saham mendukung terlaksananya kegiatan usaha dan
    pengelolaan Bank yang sehat, berdaya saing serta sesuai prinsip
    kehati-hatian dan manajemen risiko, termasuk dengan tidak
    ikut serta dalam pengambilan keputusan operasional Bank bagi
    pemegang saham yang selain menjadi pengurus atau pegawai
    Bank (termasuk memengaruhi pengambilan keputusan
    operasional Bank) sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai bank umum.
    Ayat (2)
    Cukup jelas
    Pasal 108
    Ayat (1)
    Kebijakan dividen bertujuan agar pengelolaan hak pemegang
    saham dalam pelaksanaan pembagian dividen sesuai dengan
    Tata Kelola yang Baik pada Bank dan sesuai ketentuan, dengan
    tetap memperhatikan kepentingan Bank.
    Salah satu bentuk komunikasi kepada pemegang saham antara
    lain dengan mencantumkan kebijakan dividen dalam situs web
    Bank.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -30-
    Huruf b
    Besaran dividen yang diberikan termasuk rasio pembayaran
    dividen (dividend payout ratio).
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Pertimbangan eksternal, antara lain:
    a. kondisi dan prospek perekonomian (market wide);
    b. potensi risiko dari eksternal Bank; dan
    c. pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan,
    antara lain perpajakan.
    Pertimbangan internal, yakni terkait dengan Bank, antara lain:
    a. realisasi kinerja keuangan;
    b. rencana pertumbuhan bisnis;
    c. prospek profitabilitas yang akan datang;
    d. tingkat kesehatan;
    e. pemenuhan tingkat kecukupan permodalan;
    f. potensi risiko dari internal Bank; dan
    g. kebutuhan penguatan permodalan di masa depan.
    Ayat (6)
    Yang dimaksud dengan “profitabilitas yang dihasilkan Bank
    dengan wajar” adalah profitabilitas yang dihasilkan dari kegiatan
    usaha Bank yang normal, antara lain tidak memperhitungkan
    pendapatan atau laba dari pendapatan luar biasa (nonrecurring income) dan/atau laporan laba bersih yang lebih saji.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Ayat (8)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan “kondisi Bank dalam upaya penguatan
    permodalan Bank dan/atau penanganan permasalahan Bank”
    antara lain:
  59. pemenuhan penyediaan modal minimum;
  60. Bank masih dalam upaya pemenuhan modal inti minimum
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai konsolidasi bank umum; dan/atau
  61. status pengawasan Bank tidak dalam status pengawasan
    normal.
    Pemenuhan penyediaan modal minimum merupakan rasio
    kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau
    kurang dari rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang
    memperhitungkan penyediaan modal minimum sesuai profil
    risiko dan penambahan modal penyangga (buffer).
    Pasal 109
    Ayat (1)
    Kebijakan dan/atau prosedur dimaksud antara lain memuat:
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -31-
    a. kebijakan untuk mencegah terjadinya informasi orang
    dalam (insider trading) termasuk dalam transaksi yang
    melibatkan pribadi pegawai serta anggota Dewan Komisaris,
    anggota Direksi, dan anggota dewan pengawas syariah;
    b. transaksi yang dilakukan termasuk transaksi pihak berelasi
    yang disetujui dan dilaksanakan tidak mengandung
    benturan kepentingan dan melindungi kepentingan Bank
    dan pemegang saham; dan
    c. saluran penyebaran informasi dengan menyediakan akses
    yang setara, tepat waktu, dan mudah diakses (antara lain
    melalui sarana elektronik seperti melalui situs web Bank)
    untuk informasi yang relevan bagi pemegang saham, antara
    lain terkait penyampaian undangan rapat, seluruh
    informasi dan hasil RUPS, dan hasil pemungutan suara.
    Huruf a
    Hak pemegang saham antara lain memperoleh informasi
    material mengenai Bank secara teratur dan tepat waktu,
    memberikan suara dalam RUPS, memperoleh penyelesaian
    dalam hal pemegang saham tidak setuju terhadap aktivitas
    dan aksi korporasi Bank, dan memperoleh dividen sesuai
    kebijakan deviden dan keputusan RUPS.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 110
    Yang dimaksud dengan mempertimbangkan kondisi Bank antara lain
    tidak melakukan pelepasan saham yang akan membuat atau
    menambah risiko pada Bank dan/atau dimaksudkan untuk
    melepaskan kepemilikan saham agar terhindar dari kerugian
    sehubungan adanya potensi atau terjadinya permasalahan pada
    Bank.
    Pasal 111
    Ayat (1)
    Investee atau penerima penyertaan modal merupakan
    perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan modal.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 112
    Cukup jelas.
    Pasal 113
    Cukup jelas.
    Pasal 114
    Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali” adalah
    pemegang saham pengendali termasuk pemegang saham pengendali
    terakhir sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
    keuangan.
    Contoh tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan Bank
    terpapar risiko antara lain tidak melakukan tindakan penarikan dana
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -32-
    yang tidak terencana yang menimbulkan risiko likuiditas, tidak
    melakukan tindakan yang berdampak pada risiko reputasi Bank, dan
    sebagainya.
    Pasal 115
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan “pedoman penyusunan kebijakan
    perkreditan atau pembiayaan Bank” adalah pedoman
    penyusunan kebijakan perkreditan atau pembiayaan Bank
    sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
    kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan
    atau pembiayaan bank bagi bank umum.
    Kebijakan perkreditan atau pembiayaan Bank yang termasuk
    penyelesaian terhadap kredit atau pembiayaan yang tidak dapat
    ditagih sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
    mengenai kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
    perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum terkait
    kebijakan terhadap kredit atau pembiayaan bermasalah yang
    tidak dapat diselesaikan atau ditagih kembali setelah dilakukan
    upaya penyelesaian oleh Bank, juga mencakup dalam hal Bank
    melakukan hapus tagih atas sebagian maupun seluruh hutang
    atau kewajiban debitur, termasuk kebijakan paska hapus tagih,
    antara lain kebijakan dan prosedur Bank dalam hal terdapat
    pelunasan kredit atau pembiayaan hapus tagih oleh debitur
    hapus tagih.
    Ayat (2)
    Tekanan pihak manapun antara lain tekanan dari pihak internal
    maupun pihak eksternal Bank yang menyebabkan penyaluran
    kredit atau pembiayaan tidak memenuhi aspek kehati-hatian,
    tidak memenuhi prosedur dan kebijakan perkreditan atau
    pembiayaan, atau terjadinya pelanggaran ketentuan atau fraud,
    seperti kredit atau pembiayaan fiktif, topengan, kredit atau
    pembiayaan nominee.
    Pihak internal antara lain pemegang saham pengendali, Direksi,
    Dewan Komisaris dan/atau pegawai Bank.
    Contoh tindakan “memastikan penerapan kebijakan perkreditan
    atau pembiayaan Bank serta penerapan manajemen risiko
    dilaksanakan dengan konsisten, dan sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan” yaitu penilaian untuk
    pemberian kredit atau pembiayaan kepada setiap debitur
    termasuk debitur berupa badan usaha milik negara dan/atau
    daerah, dilakukan secara komprehensif serta tidak memberikan
    persyaratan dan penilaian yang berbeda dengan debitur lainnya.
    Kebijakan perkreditan atau pembiayaan sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban
    penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau
    pembiayaan bank bagi bank umum.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Penyelesaian kredit atau pembiayaan yang dilakukan Bank
    antara lain penjualan atau lelang agunan, cessie kredit.
    Contoh tindakan “menghindari tekanan pihak manapun dan
    dilakukan sesuai kebijakan perkreditan atau pembiayaan Bank,
    penerapan manajemen risiko, dan ketentuan peraturan
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -33-
    perundang-undangan” yaitu hapus buku kredit atau
    pembiayaan termasuk tindakan lain terkait penyelesaian kredit
    atau pembiayaan yang dilakukan Bank kepada setiap debitur
    termasuk debitur berupa badan usaha milik negara dan/atau
    daerah, dilakukan secara komprehensif serta tidak memberikan
    persyaratan dan penilaian yang berbeda dengan debitur lainnya.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 116
    Proses pengadaan barang dan/atau jasa antara lain proses
    perencanaan, verifikasi, dokumentasi, seleksi, pemberian penjelasan
    (aanwijizing), evaluasi penawaran, negosiasi, penetapan pemenang,
    pelaksanaan kontrak, serah terima barang dan/atau jasa, dan
    pembayaran.
    Pasal 117
    Cukup jelas.
    Pasal 118
    Ayat (1)
    Dana tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
    keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten,
    dan perusahaan publik.
    Pihak di internal Bank antara lain pemegang saham pengendali,
    Direksi, Dewan Komisaris, pegawai Bank.
    Pihak eksternal Bank antara lain vendor dan pihak lain di luar
    Bank.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 119
    Larangan terhadap pemegang saham Bank, anggota Direksi, anggota
    Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota dewan pengawas
    syariah, Pejabat Eksekutif, dan/atau pegawai Bank dalam rangka
    mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam
    memperoleh antara lain uang muka, bank garansi, atau fasilitas
    kredit atau penyaluran dana atau pembiayaan dari Bank, atau dalam
    rangka pembelian atau pendiskontoan oleh Bank atas surat wesel,
    surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya,
    atau dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk
    melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kredit atau
    penyaluran dana atau pembiayaan pada Bank, serta kegiatan lain
    yang melibatkan Bank.
    Yang dimaksud dengan “pegawai Bank” adalah semua pejabat dan
    karyawan Bank (tetap atau tidak tetap).
    Pasal 120
    Yang dimaksud dengan “pihak terafiliasi” adalah pihak terafiliasi
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
    perbankan dan perbankan syariah.
    Yang dimaksud dengan “pegawai Bank” lihat penjelasan Pasal 119.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -34-
    Pasal 121
    Lihat penjelasan Pasal 120.
    Pasal 122
    Cukup jelas.
    Pasal 123
    Cukup jelas.
    Pasal 124
    Nilai lingkungan, sosial dan tata kelola dikenal dengan istilah
    environmental, social, dan governance/ESG.
    Pasal 125
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    3 (tiga) lini pertahanan (three lines of defence) mencakup
    lini manajemen bisnis, lini manajemen risiko dan
    kepatuhan, dan lini audit internal.
    Pasal 126
    Cukup jelas.
    Pasal 127
    Ayat (1)
    Perusahaan induk atau pelaksana perusahaan induk sesuai
    dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai konsolidasi
    bank umum.
    Yang dimaksud dengan “kelompok usaha bank” lihat penjelasan
    Pasal 39 ayat (1).
    Koordinasi dan evaluasi dilakukan untuk:
    a. menjaga penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank bagi
    anggota kelompok usaha bank dilakukan dengan baik; dan
    b. melakukan tindakan yang diperlukan, baik preventif
    maupun korektif terhadap penerapan Tata Kelola yang Baik
    pada Bank oleh Bank anggota kelompok usaha bank.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 128
    Ayat (1)
    Sinergi perbankan dilakukan sesuai dengan Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai bank umum atau Peraturan Otoritas
    Jasa Keuangan mengenai bank umum syariah.
    Ayat (2)
    Sinergi perbankan dalam bentuk dukungan komite dapat
    dilakukan Bank antara lain:
    a. Komite pada Bank perusahaan induk atau pelaksana
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK
    -35-
    perusahaan induk juga bertindak sebagai komite pada
    Bank anggota kelompok usaha bank, jika tidak terdapat
    komite tersendiri pada Bank anggota kelompok usaha bank;
    atau
    b. Pegawai Bank minimal setingkat Pejabat Eksekutif pada
    Bank perusahaan induk atau pelaksana perusahaan induk
    ditugaskan menjadi anggota komite pada Bank anggota
    kelompok usaha bank, jika terdapat komite tersendiri pada
    Bank anggota kelompok usaha bank.
    Ayat (3)
    Keikutsertaan Pejabat Eksekutif dalam keputusan yang
    berkaitan dengan Bank anggota kelompok usaha Bank,
    bertujuan untuk memastikan kepentingan Bank anggota
    kelompok usaha Bank dapat terakomodir dan terlaksana dengan
    baik serta mendukung terlaksananya transfer of knowledge.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 129
    Cukup jelas.
    Pasal 130
    Cukup jelas.
    Pasal 131
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Publikasi laporan pelaksanaan tata kelola pada situs web Bank
    juga bertujuan untuk menyampaikan laporan pelaksanaan tata
    kelola kepada pemegang saham lain.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 132
    Ayat (1)
    Periode penilaian sendiri (self-assessment) adalah 2 (dua) kali
    dalam setahun mengacu pada periode penilaian tingkat
    kesehatan Bank Umum sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
    Keuangan mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 133
    Cukup jelas.
    Pasal 134
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    www.peraturan.go.id
    2023, No.53/OJK -36-
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan “sistem persuratan Otoritas Jasa
    Keuangan” adalah Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
    dengan alamat https://sipenaojk.ojk.go.id atau alamat lain yang
    ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.
    Keadaan kahar antara lain kegagalan sistem pelaporan Otoritas
    Jasa Keuangan.
    Ayat (3)
    Keadaan kahar antara lain kegagalan sistem persuratan Otoritas
    Jasa Keuangan.
    Pasal 135
    Cukup jelas.
    Pasal 136
    Pemberlakuan ketentuan yang sama antara KCBLN dan Bank selain
    KCBLN karena prinsip dan cakupan penerapan Tata Kelola yang Baik
    pada Bank bersifat universal bagi setiap jenis Bank.
    Pasal 137
    Cukup jelas.
    Pasal 138
    Cukup jelas.
    Pasal 139
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Tindakan pengawasan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan,
    antara lain:
    a. menetapkan masa tunggu lebih lama dari 6 (enam) bulan;
    dan/atau
    b. tidak menyetujui atau membatalkan pengangkatan sebagai
    anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang
    tidak mengungkapkan benturan kepentingan atau potensi
    benturan kepentingan dalam proses penilaian kemampuan
    dan kepatutan.
    Pasal 140
    Cukup jelas.
    Pasal 141
    Cukup jelas.
    Pasal 142
    Cukup jelas.
    Pasal 143
    Cukup jelas.
  1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik
    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
  3. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
    dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
    menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
  4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank umum konvensional dan bank perekonomian rakyat.
  5. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya
    disingkat BUK adalah jenis dari Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, tidak termasuk kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri.
  6. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam
    berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian
    syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang
    memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
    bidang syariah.
  7. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS
    adalah unit kerja dari kantor pusat BUK yang
    berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau
    unit yang melaksanakan kegiatan usaha
    berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
    kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan
    di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha
    secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
    induk dari kantor cabang pembantu syariah
    dan/atau unit syariah.
  8. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat
    GWM adalah giro wajib minimum dalam rupiah
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan
    Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum
    dalam rupiah dan valuta asing bagi BUK, bank
    umum syariah, dan UUS.
  9. Kesulitan Likuiditas adalah kesulitan likuiditas
    jangka pendek yang disebabkan oleh arus dana
    masuk yang lebih kecil dibandingkan arus dana
    keluar (mismatch) sehingga BUK tidak dapat
    memenuhi kewajiban GWM.
  10. Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek yang
    selanjutnya disingkat PLJP adalah pinjaman dari
    Bank Indonesia kepada BUK untuk mengatasi
    Kesulitan Likuiditas yang dialami oleh BUK.
  11. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
    disingkat SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan
    Bank Indonesia mengenai operasi moneter.
  12. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya
    disingkat SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia
    Syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
    Peraturan Bank Indonesia mengenai operasi
    moneter.
  13. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
    disingkat SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank
    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
    Peraturan Bank Indonesia mengenai operasi
    moneter.
    2023, No.29/BI
    -4-
    13a..Sekuritas Rupiah Bank Indonesia yang selanjutnya
    disingkat SRBI adalah Sekuritas Rupiah Bank
    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
    Peraturan Bank Indonesia mengenai operasi
    moneter.
  14. Sukuk Bank Indonesia yang selanjutnya disebut
    SukBI adalah Sukuk Bank Indonesia sebagaimana
    dimaksud dalam ketentuan Peraturan Bank
    Indonesia mengenai operasi moneter.
  15. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN
    adalah surat berharga yang berupa surat
    pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga
    dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia,
    sesuai dengan masa berlakunya, tidak termasuk
    SUN dalam mata uang valuta asing.
  16. Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya
    disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara,
    adalah surat berharga negara yang diterbitkan
    berdasarkan Prinsip Syariah, sebagai bukti atas
    bagian penyertaan terhadap aset SBSN tidak
    termasuk SBSN dalam mata uang valuta asing.
  17. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat
    SBN adalah SUN dan SBSN.
  18. Kredit adalah penyediaan dana atau tagihan yang
    dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
    persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
    antara BUK dan pihak lain yang mewajibkan pihak
    peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
    waktu tertentu dengan pemberian bunga.
  19. Aset Kredit adalah aset BUK berupa Kredit, tidak
    termasuk Kredit dalam mata uang valuta asing.
  20. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan
    yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
    persetujuan atau kesepakatan antara UUS dan
    pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
    dan/atau diberi fasilitas dana untuk
    mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
    tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
    bagi hasil, yang meliputi transaksi bagi hasil,
    transaksi sewa-menyewa, transaksi jual beli,
    transaksi pinjam- meminjam, dan transaksi sewamenyewa jasa sesuai dengan Prinsip Syariah.
  21. Aset Pembiayaan adalah aset UUS berupa
    Pembiayaan, tidak termasuk Pembiayaan dalam
    mata uang valuta asing.
  22. Di antara ayat (2) huruf b dan huruf c Pasal 3 disisipkan
    1 (satu) huruf yakni huruf b1, Pasal 3 ayat (2)
    ditambahkan 1 (satu) huruf yakni huruf f, Pasal 3 ayat
    (3) ditambahkan 1 (satu) huruf yakni huruf e, serta ayat
    (2) huruf d dan huruf e angka 3, ayat (3) huruf c dan
    huruf d angka 3, ayat (7), dan ayat (12) Pasal 3 diubah,
    sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
    2023, No.29/BI
    -5-
    Pasal 3
    (1) Agunan yang cukup sebagai jaminan PLJP
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf
    b berupa:
    a. surat berharga yang memiliki peringkat tinggi;
    b. surat berharga syariah yang memiliki peringkat
    tinggi yang dicatat dalam pembukuan UUS;
    c. Aset Kredit;
    d. Aset Pembiayaan yang dicatat dalam
    pembukuan UUS; dan
    e. aset tetap.
    (2) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a berupa:
    a. SBI;
    b. SDBI;
    b1. SRBI;
    c. SukBI;
    d. SBN;
    e. surat berharga yang diterbitkan oleh badan
    hukum lain yang memenuhi persyaratan:
  23. memiliki peringkat paling rendah
    peringkat investasi;
  24. aktif diperdagangkan; dan
  25. memiliki sisa jangka waktu yang
    ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
    f. surat berharga yang memiliki peringkat tinggi
    lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
    (3) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b berupa:
    a. SBIS;
    b. SukBI;
    c. SBSN;
    d. sukuk korporasi yang diterbitkan oleh badan
    hukum lain yang memenuhi persyaratan:
  26. memiliki peringkat paling rendah
    peringkat investasi;
  27. aktif diperdagangkan; dan
  28. memiliki sisa jangka waktu yang
    ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
    e. surat berharga syariah yang memiliki peringkat
    tinggi lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
    (4) Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf c dan/atau Aset Pembiayaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf d harus memenuhi
    persyaratan:
    a. kualitas tergolong lancar selama 12 (dua belas)
    bulan terakhir berturut-turut;
    b. dijamin dengan agunan tanah dan bangunan
    dan/atau tanah, kecuali Kredit pegawai atau
    pensiunan dan/atau Pembiayaan pegawai atau
    pensiunan;
    c. bukan merupakan Kredit dan/atau
    Pembiayaan kepada pihak terkait BUK;
    2023, No.29/BI
    -6-
    d. tidak pernah direstrukturisasi dalam waktu 2
    (dua) tahun terakhir;
    e. sisa jangka waktu jatuh waktu Kredit dan/atau
    Pembiayaan paling singkat 9 (sembilan) bulan
    sejak tanggal penandatanganan perjanjian
    pemberian PLJP;
    f. baki debit Kredit atau saldo pokok Pembiayaan
    tidak melebihi batas maksimum pemberian
    Kredit atau penyaluran dana pada saat
    diberikan dan tidak melebihi plafon Kredit atau
    Pembiayaan;
    g. memiliki perjanjian Kredit dan/atau akad
    Pembiayaan serta pengikatan agunan yang
    mempunyai kekuatan hukum; dan
    h. dalam perjanjian Kredit dan/atau akad
    Pembiayaan antara BUK dan debitur atau
    nasabah tercantum klausul bahwa Kredit
    dan/atau Pembiayaan dapat dialihkan kepada
    pihak lain.
    (5) Dalam hal Aset Kredit dan/atau Aset Pembiayaan
    yang memenuhi persyaratan tidak pernah
    direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
    (4) huruf d tidak mencukupi, BUK dapat
    menggunakan Aset Kredit dan/atau Aset
    Pembiayaan yang direstrukturisasi selama periode
    stimulus corona virus disease 2019 sebagai agunan
    dengan ketentuan:
    a. Aset Kredit dan/atau Aset Pembiayaan tidak
    pernah direstrukturisasi dalam 2 (dua) tahun
    terakhir di luar periode stimulus corona virus
    disease 2019; dan
    b. persyaratan Aset Kredit dan/atau Aset
    Pembiayaan lain sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,
    huruf f, huruf g, dan huruf h telah terpenuhi.
    (6) Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf e harus memenuhi persyaratan:
    a. jenis aset tetap berupa:
  29. tanah dan bangunan; dan/atau
  30. tanah;
    b. dimiliki oleh BUK; dan
    c. bukan merupakan properti terbengkalai.
    (7) Surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum
    lain yang memenuhi persyaratan hanya dapat
    digunakan sebagai agunan PLJP jika BUK tidak
    memiliki surat berharga yang diterbitkan Bank
    Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan
    pemerintah dalam jumlah yang cukup untuk
    menjadi agunan PLJP pada saat permohonan PLJP.
    (8) Aset Kredit dan/atau Aset Pembiayaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) hanya dapat
    digunakan sebagai agunan PLJP jika BUK tidak
    memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) dan ayat (3) yang memenuhi
    2023, No.29/BI
    -7-
    persyaratan agunan PLJP dalam jumlah yang cukup
    untuk menjadi agunan PLJP pada saat permohonan
    PLJP.
    (9) Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
    hanya dapat digunakan sebagai agunan PLJP jika
    BUK tidak memiliki surat berharga sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta Aset
    Kredit dan/atau Aset Pembiayaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) yang memenuhi
    persyaratan agunan PLJP dalam jumlah yang cukup
    pada saat permohonan PLJP.
    (10) Agunan PLJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    harus dilengkapi dengan dokumen pendukung.
    (11) BUK menjamin agunan PLJP sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi
    persyaratan agunan PLJP.
    (12) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis surat
    berharga, kriteria agunan, urutan penggunaan
    agunan, mekanisme pengagunan, jenis akad
    Pembiayaan yang dapat diagunkan, dan dokumen
    agunan diatur dalam Peraturan Anggota Dewan
    Gubernur.
  31. Di antara ayat (1) huruf c dan huruf d Pasal 6 disisipkan
    1 (satu) huruf yakni huruf c1, serta di antara ayat (2)
    huruf c dan huruf d Pasal 6 disisipkan 1 (satu) huruf
    yakni huruf c1, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai
    berikut:
    Pasal 6
    (1) Nilai surat berharga, Aset Kredit, Aset Pembiayaan,
    dan aset tetap yang digunakan sebagai agunan PLJP
    ditetapkan:
    a. SBI dihitung berdasarkan nilai jual SBI;
    b. SBIS dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS;
    c. SDBI dihitung berdasarkan nilai jual SDBI;
    c1. SRBI dihitung berdasarkan nilai jual SRBI;
    d. SukBI dihitung berdasarkan nilai jual SukBI;
    e. SBN dihitung berdasarkan nilai pasar SUN
    dan/atau nilai pasar SBSN;
    f. surat berharga yang diterbitkan oleh badan
    hukum lain dihitung berdasarkan nilai pasar
    surat berharga dimaksud;
    g. Aset Kredit atau Aset Pembiayaan dihitung
    berdasarkan nilai pasar Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan; dan
    h. aset tetap dihitung berdasarkan nilai pasar aset
    tetap.
    (2) Untuk mitigasi risiko penurunan nilai surat
    berharga, Aset Kredit, Aset Pembiayaan, dan aset
    tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka
    Bank Indonesia melakukan perhitungan:
    a. nilai agunan berupa SBI ditetapkan sebesar
    100% (seratus persen) dari plafon PLJP yang
    2023, No.29/BI
    -8-
    dihitung berdasarkan nilai jual SBI
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
    b. nilai agunan berupa SBIS ditetapkan sebesar
    100% (seratus persen) dari plafon PLJP yang
    dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
    c. nilai agunan berupa SDBI ditetapkan sebesar
    100% (seratus persen) dari plafon PLJP yang
    dihitung berdasarkan nilai jual SDBI
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
    c1. nilai agunan berupa SRBI ditetapkan
    sebesar 100% (seratus persen) dari plafon PLJP
    yang dihitung berdasarkan nilai jual SRBI
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c1;
    d. nilai agunan berupa SukBI ditetapkan sebesar
    100% (seratus persen) dari plafon PLJP yang
    dihitung berdasarkan nilai jual SukBI
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
    e. nilai agunan berupa SBN ditetapkan paling
    rendah sebesar 102% (seratus dua persen) dari
    plafon PLJP yang dihitung berdasarkan nilai
    pasar SBN sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf e;
    f. nilai agunan berupa surat berharga yang
    diterbitkan oleh badan hukum lain ditetapkan
    paling rendah sebesar 120% (seratus dua
    puluh persen) dari plafon PLJP yang dihitung
    berdasarkan nilai pasar surat berharga
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf f;
    g. nilai agunan berupa Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan ditetapkan:
  32. paling rendah sebesar 200% (dua ratus
    persen) dari plafon PLJP yang dijamin
    dengan Aset Kredit atau Aset Pembiayaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
    (4) yang dihitung dengan menggunakan
    nilai dasar perhitungan Aset Kredit atau
    Aset Pembiayaan; dan
  33. paling rendah sebesar 250% (dua ratus
    lima puluh persen) dari plafon PLJP yang
    dijamin dengan Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 3 ayat (5) yang dihitung dengan
    menggunakan nilai dasar perhitungan
    Aset Kredit atau Aset Pembiayaan;
    h. nilai dasar perhitungan Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
    huruf g meliputi:
  34. nilai terendah dari:
    a) nilai pasar Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan; atau
    b) nilai pasar agunan dari Aset Kredit
    atau Aset Pembiayaan berupa tanah
    2023, No.29/BI
    -9-
    dan bangunan dan/atau tanah yang
    telah disesuaikan berdasarkan posisi
    penilaian,
    untuk setiap individual Aset Kredit
    dan/atau Aset Pembiayaan yang dijamin
    dengan tanah dan bangunan dan/atau
    tanah; dan
  35. nilai pasar Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan untuk Aset Kredit atau Aset
    Pembiayaan berupa Aset Kredit pegawai
    atau pensiunan dan/atau Aset
    Pembiayaan pegawai atau pensiunan; dan
    i. nilai agunan berupa aset tetap ditetapkan
    paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen)
    dari plafon PLJP yang dihitung berdasarkan
    nilai pasar aset tetap sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf h.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai agunan dan
    tata cara perhitungan nilai agunan diatur dalam
    Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
    Pasal II
    Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
    Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
    Indonesia.
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 8 September 2023
    GUBERNUR BANK INDONESIA,
    ttd.
    PERRY WARJIYO
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 12 September 2023
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    YASONNA H. LAOLY
    TAMBAHAN
    LEMBARAN NEGARA R.I
    No.52/BI, 2023 KEUANGAN. BI. Pinjaman Likuiditas Jangka
    Pendek. Bank Umum Konvensional. Perubahan
    (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2023 Nomor 29/BI)
    PENJELASAN
    ATAS
    PERATURAN BANK INDONESIA
    NOMOR 10 TAHUN 2023
    TENTANG
    PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN
    2023 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK
    BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL
    I. UMUM
    Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank
    Indonesia melakukan upaya pengayaan surat berharga melalui penerbitan
    SRBI. SRBI memenuhi kriteria sebagai salah satu jenis surat berharga yang
    memiliki peringkat tinggi yang dapat digunakan sebagai agunan untuk PLJP.
    Sehubungan dengan penerbitan SRBI tersebut, Bank Indonesia perlu
    menyesuaikan cakupan agunan sebagai jaminan dalam pemberian PLJP yang
    berupa surat berharga yaitu dengan menambahkan SRBI sebagai agunan
    PLJP. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Bank
    Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek
    bagi Bank Umum Konvensional.
    II. PASAL DEMI PASAL
    Pasal I
    Angka 1
    Pasal 1
    Cukup jelas.
    Angka 2
    Pasal 3
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf b1
    Cukup jelas.
    2023, No.52/BI
    -2-
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    SBN yang dapat digunakan sebagai agunan PLJP
    yaitu SBN yang dapat diperdagangkan.
    Huruf e
    Yang dimaksud dengan “surat berharga yang
    diterbitkan oleh badan hukum lain” adalah
    obligasi korporasi dan sukuk korporasi yang
    diterbitkan oleh badan hukum Indonesia selain
    BUK yang mengajukan permohonan PLJP.
    Angka 1
    Peringkat investasi (investment grade)
    mengacu pada hasil penilaian lembaga
    pemeringkat yang diakui oleh OJK
    dengan memperhatikan ketentuan OJK
    mengenai lembaga pemeringkat dan
    peringkat yang diakui oleh OJK.
    Angka 2
    Cukup jelas.
    Angka 3
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan “sukuk korporasi yang
    diterbitkan oleh badan hukum lain” adalah sukuk
    korporasi yang diterbitkan oleh badan hukum
    Indonesia.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “kualitas tergolong
    lancar” adalah kualitas tergolong lancar
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
    Peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset
    Bank umum atau ketentuan Peraturan OJK
    mengenai penilaian kualitas aset bank umum
    syariah dan UUS.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan “Kredit pegawai atau
    pensiunan dan/atau Pembiayaan pegawai atau
    pensiunan” adalah Kredit atau Pembiayaan yang
    memenuhi kriteria meliputi:
  36. diberikan kepada pegawai atau pensiunan
    dari Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara
    2023, No.52/BI
    -3-
    Nasional Indonesia, anggota Kepolisian
    Negara Republik Indonesia, dan pegawai
    lembaga negara;
  37. pembayaran angsuran atau pelunasan Kredit
    atau Pembiayaan bersumber dari gaji atau
    pensiun berdasarkan surat kuasa memotong
    gaji atau pensiun kepada BUK pemberi
    Kredit atau Pembiayaan; dan
  38. pegawai atau pensiunan penerima Kredit
    atau Pembiayaan dijamin dengan asuransi
    jiwa dan khusus pensiunan ditambah
    dengan asuransi Kredit atau Pembiayaan
    dari perusahaan asuransi yang berstatus
    sebagai badan usaha milik negara atau
    perusahaan asuransi swasta yang memiliki
    peringkat paling rendah peringkat investasi
    dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh
    OJK dengan memperhatikan ketentuan OJK
    mengenai lembaga pemeringkat dan
    peringkat yang diakui OJK.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah
    pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam
    ketentuan Peraturan OJK mengenai batas
    maksimum pemberian Kredit dan penyediaan
    dana besar bagi Bank umum.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan “restrukturisasi” adalah
    restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam
    ketentuan Peraturan OJK mengenai penilaian
    kualitas aset Bank umum atau ketentuan
    Peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset
    bank umum syariah dan UUS.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Batas maksimum pemberian Kredit atau
    penyaluran dana mengacu pada ketentuan
    Peraturan OJK mengenai batas maksimum
    pemberian Kredit dan penyediaan dana besar bagi
    Bank umum.
    Huruf g
    Persyaratan memiliki pengikatan agunan yang
    mempunyai kekuatan hukum berlaku untuk Aset
    Kredit dan/atau Aset Pembiayaan yang dijamin
    dengan tanah dan bangunan dan/atau tanah.
    Huruf h
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan “periode stimulus corona
    virus disease 2019” adalah periode tanggal 16
    Maret 2020 sampai dengan tanggal 31 Maret
    2023 sebagaimana diatur dalam ketentuan
    Peraturan OJK mengenai stimulus perekonomian
    2023, No.52/BI
    -4-
    nasional sebagai kebijakan countercyclical
    dampak penyebaran corona virus disease 2019.
    Khusus periode stimulus corona virus disease
    2019 untuk sektor dan/atau daerah tertentu
    yakni tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan
    tanggal 31 Maret 2024 dengan memperhatikan
    Keputusan Dewan Komisioner OJK mengenai
    penetapan sektor penyediaan akomodasi dan
    penyediaan makan minum, sektor tekstil dan
    produk tekstil serta alas kaki, segmen usaha
    mikro, kecil, dan menengah, serta Provinsi Bali
    sebagai sektor dan daerah yang memerlukan
    perlakuan khusus terhadap Kredit atau
    Pembiayaan Bank.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Kepemilikan aset tetap oleh BUK didukung
    dengan dokumen kepemilikan yang sah.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan “properti terbengkalai”
    adalah properti terbengkalai sebagaimana diatur
    dalam ketentuan Peraturan OJK mengenai
    penilaian kualitas aset Bank umum.
    Ayat (7)
    Contoh surat berharga yang diterbitkan Bank
    Indonesia yaitu SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan SRBI.
    Contoh surat berharga yang diterbitkan pemerintah
    yaitu SBN.
    Ayat (8)
    Cukup jelas.
    Ayat (9)
    Cukup jelas.
    Ayat (10)
    Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara
    lain:
    a. dokumen Aset Kredit atau Aset Pembiayaan
    antara lain berupa perjanjian Kredit dan/atau
    akad Pembiayaan antara BUK dengan debitur
    atau UUS dengan nasabah, bukti pengikatan
    agunan, dan bukti kepemilikan atas aset yang
    menjadi agunan Kredit dan/atau Pembiayaan;
    dan
    b. bukti kepemilikan aset tetap.
    Ayat (11)
    Cukup jelas.
    Ayat (12)
    Cukup jelas.
    2023, No.52/BI
    -5-
    Angka 3
    Pasal 6
    Ayat (1)
    Huruf a
    Nilai jual SBI mengacu kepada harga yang
    tercantum di Bank Indonesia – scripless securities
    settlement system.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Nilai jual SDBI mengacu kepada harga yang
    tercantum di Bank Indonesia – scripless securities
    settlement system.
    Huruf c1
    Nilai jual SRBI mengacu kepada harga yang
    tercantum di Bank Indonesia – scripless securities
    settlement system.
    Huruf d
    Nilai jual SukBI mengacu kepada harga yang
    tercantum di Bank Indonesia – scripless securities
    settlement system.
    Huruf e
    Nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN
    mengacu kepada harga yang tercantum di Bank
    Indonesia – scripless securities settlement system.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Huruf g
    Cukup jelas.
    Huruf h
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal II
    Cukup jelas.

Sebelumnya
Peraturan OJK No 16 Tahun 2023

Selanjutnya
Peraturan OJK No 18 Tahun 2023


Ada pertanyaan tentang Peraturan OJK No 17 Tahun 2023?
Silahkan komen dibawah ya.

Mau konsultasi terkait Peraturan OJK No 17 Tahun 2023 diatas?
Silahkan jadwalkan meeting, klik hubungi kami.

Konsultan Hukum

Cari solusi?

Schedule A Meeting

Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.


Terbit

dalam

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan