Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2023 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Status | Berlaku |
Mengubah | PP No. 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian |
Uji Materi MK | Belum ada |
Tempat Penetapan | Jakarta |
Tanggal Penetapan | 06 Oktober 2023 |
Tanggal Pengundangan | 06 Oktober 2023 |
Tanggal Berlaku | 06 Oktober 2023 |
Sumber | LN 2023 (128), TLN (6893): 13 hlm.; jdih.setneg.go.id |
Kata Kunci | Peraturan Pemerintah, PP, Perubahan Kedua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, |
Bidang | Hukum Perburuhan, Hukum Ketenagakerjaan, |
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2023
TENTANG
PERUBAHAN KEDUAATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN
DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang dapat meningkatkan perlindungan terhadap pekerja/buruh dari risiko sosial ekonomi, baik pada saat bekerja maupun saat terjadi pemutuean atau pengakhiran hubungan kerja, telah dikembangkan jaminan sosial berupa program jaminan kehilangan pekerjaan yang bersifat asuransi sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2O22 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
b. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan dan meningkatlan pendayagunaan iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, perlu dilakukan rekomposisi terhadap iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian yang pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan Pasal 46E ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 40 Tahun 2O04 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggaati Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian
perlindungan terhadap peserta, perlu dilakukan
penyesuaian pengaturan terhadap kepesertaan,
pemberian manfaat pada dugaan kecelakaan kerja
dan dugaan penyakit akibat kerja, pelaporan, serta kegiatan promotif dan preventif dalam
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor
44 Tahun 2O15 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian;
Mengingat:
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; - Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); - Undang-Undang Nomor 24 Taht:n 2Oll tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); - Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2O15 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol5 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2Ol9 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2Of5 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6427);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan I€mbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6427), diubah sebagai berikut:
- Ketentuan ayat (21 Pasal 2 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Program JKK dan JKM diselenggarakan oleh
BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Program JKK dan JKM bagi Pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara yang berstatus calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah dengan perjaqiian kerja, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia, dan peserta didik Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
(2) Program JKK dan JKM bagi Pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara selain Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Peserta program JKK dan JKM terdiri atas:
a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada
penyelenggara negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Peserta penerima Upah yang bekerja pada
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara;
dan
c. Peserta bukan penerima Upah.
(2) Peserta penerima Upah yang bekerja pada
Pemberi Kerja selain penyelenggiara negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Pekerja pada perusahaan;
b, Pekerja pada orang perseorangan; dan
c. orang asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
(3) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana
dimalsud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Pemberi Kerja selain penyelenggara negara;
b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja
mandiri; dan
c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang
bukan penerima Upah.
Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1)
Pasal 16A
Iuran JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) direkomposisi untuk luran jaminan
kehilangan pekerjaan sebesar 0,14% (nol koma
empat belas persen), sehingga Iuran JKK untuk
setiap kelompok tingkat risiko menjadi:
a. tingkat risiko sangat rendah sebesar 0,10olo
(nol koma sepuluh persen) dari Upah
sebulan;
b, tingkat risiko rendah sebesar O,40% (nol
koma empat puluh persen) dari Upah
sebulan;
c. tingkat risiko sedang sebesar 0,75olo (nol
koma tujuh puluh lima persen) dari Upah
sebulan;
d. tingkat risiko tinggi sebesar 1,13% (satu
koma tiga. belas persen) dari Upah sebulan;
dan
e.tingkat…
SK No 191006A
LIK 0
-6-
4
(2t
e. tingkat risiko sangat tinggi sebesar 1,60%
(satu koma enam puluh persen) dari Upah
sebulan.
Besaran Iuran JKK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku untuk Peserta penerima Upah
yang wajib dan telah terdaftar sebagai Peserta
dalam program jaminan kehilangan pekerjaan.
Besaran Iuran JKK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) tidak direkomposisi dan
tetap berlaku bagi:
a. Peserta penerima Upah yang tidak terdaftar
sebagai Peserta dalam program jaminan
kehilangan pekerjaan; atau
b. Peserta penerima Upah yang masih
tertunggak Iurannya oleh Pemberi Kerja
selain penyelenggara negara sampai dengan
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
dan belum dibayarkan lunas kepada BPJS
Ketenagakerjaan.
(3)
Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 18A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18A
(1) Iuran JKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) direkomposisi untuk Iuran jaminan
kehilangan pekerjaan sebesar O,loolo (nol koma
sepuluh persen), sehingga Iuran JKM menjadi
O,2Oo/o (nol koma dua puluh persen) dari Upah
sebulan.
(21 Besaran Iuran JKM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku untuk Peserta penerima Upah
yang wajib dan telah terdaftar sebagai Peserta
dalam program jaminan kehilangan pekerjaan.
(3) Besaran Iuran JKM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) tidak direkomposisi dan
tetap berlaku bagi:
a. Peserta . . .
SK No 180392A
TiITIitrIlillrtrtrIlEEtrtr
-7 –
Peserta penerima Upah yang tidak terdaftar
sebagai Peserta dalam program jaminan
kehilangan pekerjaan; atau
Peserta penerima Upah yang masih
tertunggak Iurannya oleh Pemberi Kerja
selain penyelenggara negara sampai dengan
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
dan belum dibayarkan lunas kepada BPJS
Ketenagakerjaan.
Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 2 (dua)
pasal, yakni Pasal 25A dan Pasal 25El sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25A
(1) Pelayanan kesehatan untuk dugaan Kecelakaan
Kerja sebelum mendapatkan kesimpulan atau
penetapan status sebagai Kecelakaan Kerja atau
bukan Kecelakaan Kerja dijamin terlebih dahulu
oleh BPJS Ketenagakerjaan.
(21 Penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan
Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sampai dengan status dugaan
Kecelakaan Kerja disimpulkan atau ditetapkan
sebagai Kecelakaan Kerja.
(3) Penyimpulan atau penetapan status Kecelakaan
Ke{a atau bukan Kecelakaan Kerja dilakukan
paling lama 3O (tiga puluh) hari sejak laporan
tahap I diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan.
(41 Pelayanan kesehatan untuk Peserta atas dugaan
Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang bekerja sama atau yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Ketenagalerjaan
dan/ atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Dalam . . .
a.
b
5
SK No 180393 A
II
UK I
-8-
(5) Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
disimpulkan atau ditetapkan merupakan
Kecelakaan Kerja, semua biaya pelayanan
kesehatan menjadi manfaat JKK yang
dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan
Kecelakaan Kerja, semua biaya pelayanan
kesehatan ditanggung oleh Peserta, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, atau
penyelenggara jaminan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) sampai dengan ayat (6)
dikoordinasikan antara BPJS Ketenagakerjaan
dan Peserta, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan, atau penyelenggara jaminan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(8) Ketentuan mengenai tata cara penyimpulan atau
penetapan status Kecelakaan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 25El
(1) Pelayanan kesehatan untuk dugaan penyakit
akibat kerja sebelum mendapatkan kesimpulan
atau penetapan status sebagai penyakit akibat
kerja atau bukan penyakit akibat kerja dijamin
terlebih dahulu oleh BPJS Ketenagakerjaan.
SK No 180394A
(2) Penjaminan . . .
J
PRES’DEN
NEPUBUT INDONESIA
-9
(21 Penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan
penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sampai dengan status
dugaan penyakit akibat kerja disimpulkan atau
ditetapkan sebagai penyakit akibat kerja.
(3) Penyimpulan atau penetapan status penyakit
akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
laporan tahap I diterima oleh BPJS
Ketenagakerjaan.
(4) Pelayanan kesehatan untuk Peserta atas dugaan
penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang bekerja sama atau
yang tidak bekerja sarna dengan BPJS
Ketenagakerjaan dan/atau Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal dugaan penyakit akibat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
disimpulkan atau ditetapkan merupakan
penyakit akibat kerja, semua biaya pelayanan
kesehatan menjadi manfaat JKK yang
dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Dalam hal dugaan penyakit akibat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan
penyakit akibat kerja, semua biaya pelayanan
kesehatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(71 Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6)
dikoordinasikan antara BPJS Ketenagalerjaan
dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan.
(8) Ketentuan . . .
SK No 180395 A
II3
il
n
- 10-
6
(8) Ketentuan mengenai tata cara penyimpulan atau
penetapan status penyakit akibat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan I (satu)
pasal, yakni Pasal 43A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 43A
(1) Peserta, keluarga Peserta, serikat Pekerja/ serikat
buruh di tempat Pemberi Kerja, danlatau
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan berhak memberitahukan dugaan
Kecelakaan Kerja atau dugaan penyakit akibat
kerja yang dialami oleh Peserta penerima Upah
kepada Pemberi Kerja, BPJS Ketenagakerjaan,
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan,
dinas provinsi yang membidangi
unit Pengawas Ketenagakerj aan
setempat, atau satuan kerja pemerintah
pusat/ daerah yang membidangi kepegawaian.
(21 Pemberi Kerja, BPJS Ketenagakerjaan, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas
provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, unit
Pengawas Ketenagakerjaan setempat, atau
satuan kerja pemerintah pusat/daerah yang
membidangi kepegawaian yang menerima
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memastikan penjaminan pelayanan
kesehatan terlayani pada saat menerima
pemberitahuan.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Pemberi
Kerja untuk melaporkan Kecelakaan Kerja atau
penyakit akibat kerja.
SK No 180396A
(4) Dalam . . .
PRESIDET{
REPUEUK INDONEgIA - 11-
7
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 disampaikan
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan wajib berkoordinasi dengan BPJS
Ketenagakerjaan sebagai penjamin pertama
dengan tetap memastikan pelayanan kesehatan
diberikan oleh fasilitas kesehatan kepada
Peserta.
Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 44A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 44A
(1) Serikat Pekerja/ serikat buruh yang Peserta
bukan penerima Upah menjadi anggotanya,
wadah atau kelompok tertentu, danlatau
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan berhak memberitahukan dugaan
Kecelakaan Kerja atau dugaan penyakit akibat
kerja yang dialami oleh Peserta bukan penerima
Upah kepada BPJS Ketenagakerjaan, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas
provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, atau
unit Pengawas Ketenagakerjaan setempat.
(2) BPJS Ketenagakerjaan, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan, dinas provinsi yang
membidangi ketenagakerjaan, atau unit
Pengawas Ketenagakerjaan setempat yang
menerima pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan
penjaminan pelayanan kesehatan terlayani pada
saat menerima pemberitahuan.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Peserta
bukan penerima Upah dan/ atau keluarganya
untuk melaporkan Kecelakaan Kerja atau
penyakit akibat kerja.
(4) Dalam . . .
SK No 180397A
r=rr{JTf:If IilVrT.TIf+TA
-t2-
8
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 disampaikan
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan wajib berkoordinasi dengan BPJS
Ketenagakerjaan sebagai penjamin pertama
dengan tetap memastikan pelayanan kesehatan
diberikan oleh fasilitas kesehatan kepada
Peserta.
Ketentuan ayat (21 Pasa-l 50 diubah dan di antara ayat
(1) dan ayat (21 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
(la) sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib
melakukan upaya pencegahan melalui kegiatan
promotif dan preventif bekerja sama dengan
BPJS Ketenagakerjaan.
(1a) BPJS Ketenagakerjaan dapat melaksanakan
kegiatan promotif dan preventif bagi Peserta
bukan penerima Upah dan Pekerja migran
Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai kegiatan promotif dan
preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (1a) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
SK No 180398A
Agar
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
-13-
Agar setiap , orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan peraturan pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Repu6tk
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jalarta
pada tanlgal O Oktober iOZS
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 128
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARI,AT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Perrrndang-undangan dan
strasi Hukum,
ttd
SK No 177020A
ilvanna Djaman
REPUEUK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2023
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44
TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN
KECELAKAAN KER.IA DAN JAMINAN KEMATIAN
I. UMUM
Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang
bertqluan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial b”g:
seluruh rak5rat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal
yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena
menderita sakit, mengalami Kecelakaan Keqa, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Untuk mewujudkan komitmen sistem jaminan sosial dimaksud, telah
disahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tenlang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Dengan berlakunya kedua Undang-Undang tersebut, pelaksanaan sistem
jaminan sosial nasional harus terlaksana dalam bingkai perlindungan
sosial yang utuh untuk melindungi Peserta dari risiko sosial baik pada saat
bekerja maupun tidak bekerja.
Peraturan – – –
SK No 177021 A
NEPUELIK INDONESIA
-2
Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami risiko
Kecelakaan Kerja. Dampak dari Kecelakaan Kerja tersebut tentu akan
mengakibatkan Peserta kehilangan mata pencaharian sehingga berdampak
terhadap biaya hidup Peserta dan keluarganya. Namun demikian,
memperhatikan dinamika perlindungan jaminan sosial yang terjadi,
kehilangan mata pencaharian serta merta tidak hanya dimaknai sebagai
akibat Kecelakaan Kerja, akan tetapi terdapat situasi lainnya yang
mengakibatkan Peserta kehilangan mata pencaharian yaitu saat terjadi
pemutusan hubungan kerja atau pengakhiran hubungan kerja sebelum
berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan. Oleh karena itu untuk
memberikan kepastian jaminan sosial bagi Peserta yang kehilangan
pekerjaan dapat berjalan optimal, telah disahkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 ter:tar:g Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 lenlang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
yang salah satunya mengatur jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami
pemutusan hubungan kerja.
Bentuk jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami pemutusan
hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
yaitu berupa program jaminan kehilangan pekerjaan. Program ini
dilaksanakan dengan tidak menambah beban Iuran bagi Pekerja maupun
Pemberi Kerja yaitu dilakukan melalui rekomposisi Iuran program JKK dan
program JKM. Rekomposisi Iuran program dilakukan dengan mengalihkan
sebagian luran program JKK dan program JKM untuk pembayaran Iuran
program jaminan kehilangan pekerjaan, dengan tidak mengurangi manfaat
yang diterima oleh Peserta.
Selain hal sebagaimana dimaksud di atas, beberapa pengaturan lain
seperti cakupan kepesertaan, pemberian manfaat pada dugaan Kecelakaan
Kerja dan dugaan penyakit akibat kerja, pelaporan, serta kegiatan promotif
dan preventif dalam penyelenggaraan program JKK dan JKM juga perlu
dilakukan penyesuaian untuk meningkatkan perlindungan bagi Peserta.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka perlu dilakukan
penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perrierintah Nomor
82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Pekerja yang bekerja
pada penyelenggara negara selain Pekerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)” antara lain
pimpinan dan anggota lembaga nonstruktural.
Angka 2
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Pekerja yang tidak
termasuk huruf b yang bukan penerima
Upah’ antara lain peserta pelatihan kerja,
instruktur lembaga pelatihan kerja, peserta
magang, siswa kerja praktik, mahasiswa
kerja praktik atau peserta pendidikan
pengembangan bakat dan minat, tenaga
honorer, atau narapidana Yang
dipekerjakan dalam proses asimilasi pada
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
Angka 3
Pasal 16A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “direkomposisi” adalah
pengurangan besaran Iuran JKK dalam jumlah
tertentu untuk diperhitungkan sebagai
pembayaran Iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
Yang dimaksud dengan “jaminan kehilangan
pekerjaan” adalah jaminan sosial yang diberikan
kepada Pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang
tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan
kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 18A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “direkomposisi” adalah
pengurangan besaran Iuran JKM dalam jumlah
tertentu untuk diperhitungkan sebagai
pembayaran Iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 25A
Cukup jelas.
Pasal 25B
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 43A
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 44A
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6893
Sebelumnya
Peraturan Presiden No 63 Tahun 2023
Selanjutnya
Peraturan Presiden No 64 Tahun 2023
Ada pertanyaan tentang Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2023?
Silahkan komen dibawah ya.
Mau konsultasi terkait Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2023 diatas?
Silahkan jadwalkan meeting, klik hubungi kami.
Konsultan Hukum
Cari solusi?
Schedule A Meeting
Seneng bisa berbagi.
Pasti bermanfaat.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.