Makalah: Analisis Buku III KUHPerdata

Makalah Analisis Buku III KUHPerdata ini membahas tentang pemahaman yang cukup komprehensif tentang perikatan yang lahir karena undang-undang, dengan fokus pada perbuatan melawan hukum. Format makalah ini sangat baik, memulai dengan latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, dan dilanjutkan dengan pembahasan yang sistematis.


Lahirnya Perikatan Karena Undang-Undang

Disusun Oleh:

1. Almira Qurrotul Aini 8111422269
2. Rizska Winnaya Nandhiati 8111422271
3. Veyrachma Nisya Arifanti 8111422285
4. Ananda Putra Puji Pradana 8111422303
5. Danendra Aryasatya Maheswara 8111422312
6. Tabita Rosi Puspitasari 8111422319
7. Bima Wahyu Aji 8111422320 

Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang
2023

Kata Pengantar 

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini dengan segala kemudahan dan kerja keras. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh team yang telah berkontribusi ide dan pikiran demi lahirnya makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sang Ayu Putu Rahayu, S.H., M.H. yang telah memberikan ilmu serta dan bimbingannya sehingga makalah dengan judul “Analisis Buku III KUH Perdata: Lahirnya Perikatan Karena Undang-Undang” bisa selesai disusun. 

Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu penambah gagasan dan pendapat yang bisa menjadi suatu bentuk pengetahuan baru. Kami juga menaruh harapan besar bahwa makalah ini bisa digunakan dengan baik dan semestinya. 

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan dalam penyusunannya, hal itu sepenuhnya karena kesalahan dan kekurangan kami. Oleh karena itu kami berharap atas kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi dan perbaikan demi kesempurnaan makalah maupun kinerja penulis. 

Semarang, 5 Maret 2023 
Hormat Kami, 
Penulis

Daftar Isi 

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penulisan
1.3. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perikatan yang lahir karena undang-undang A. Pengertian
B. Macam-macam perikatan yang lahir karena undang-undang
2.2. Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) 2.3. Macam-macam Perbuatan Melanggar Hukum
2.4. Contoh Kasus Perbuatan Melanggar Hukum
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Referensi

BAB I
PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang 

Dalam hukum perdata, istilah perikatan menjadi salah satu konsep utama yang harus dipahami. Perikatan merupakan suatu ikatan atau hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak yang menghasilkan kewajiban bagi salah satu atau keduanya untuk melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu kepada pihak yang lain.

Dalam praktiknya, terdapat berbagai keadaan yang dapat menimbulkan perikatan, baik melalui persetujuan antara kedua belah pihak maupun melalui undang-undang yang bersifat mengatur dan memaksa. 

Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menjelaskan mengenai lahirnya perikatan karena Undang-undang yang dapat terbentuk tanpa adanya persetujuan antara kedua belah pihak, termasuk melalui undang-undang yang bersifat mengatur dan memaksa. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa hal seperti pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu, tanggung jawab hukum, dan lain sebagainya. 

Sehingga dari yang disebutkan dalam Burgerlijk Wetboek atau BW pada pasal 1233 dengan bunyi “Tiap-tiap perikatan yang dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang” semakin menegaskan bahwasannya perikatan juga dapat lahir karena undang-undang.

Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai lahirnya perikatan karena undang-undang menjadi penting bagi praktisi hukum terutama dalam hal yang menyinggung mengenai perbuatan melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. 

1.2 Tujuan Penulisan 

Makalah ini bertujuan untuk membahas lebih dalam mengenai Lahirnya Perikatan karena Undang-Undang, khususnya dalam hal perbuatan melawan hukum dan undang-undang yang bersifat mengatur dan memaksa. Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah 

  1. Mengetahui bagaimana perikatan yang lahir karena undang-undang.
  2. Mengetahui macam dari perikatan yang lahir karena undang-undang.
  3. Mengetahui bagaimana perbuatan melawan hukum itu.
  4. Mengetahui bagaimana contoh dari perbuatan melawan hukum itu sendiri.

Dengan tujuan tersebut, diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pemahaman hukum perdata. 

1.3 Rumusan Masalah 

  1. Apa yang dapat dipahami dari perikatan yang lahir dari undang-undang?
  2. Mengapa bisa terjadi perbuatan melawan hukum? 
  3. Apa sajakah macam dari perikatan yang melawan hukum? 
  4. Bagaimana bentuk dan sikap dari perbuatan melawan hukum?

Baca Juga
Makalah Perikatan Lahir Karena Perjanjian
Makalah: Hukum Perdata Tentang Benda


BAB II
PEMBAHASAN 

2.1 Perikatan yang Lahir dari Undang-undang 

A. Pengertian 

Perikatan yang lahir dari Undang-undang dapat melahirkan perikatan antara orang/pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, tanpa orang-orang yang bersangkutan menghendakinya atau lebih tepat, tanpa memperhitungkan kehendak mereka.

Bahkan bisa saja terjadi, bahwa perikatan timbul tanpa orang-orang/para pihak melakukan suatu perbuatan tertentu; perikatan bisa lahir karena kedua pihak berada dalam keadaan tertentu atau mempunyai kedudukan tertentu (J. Satrio, 1999: 40)

B. Macam-macam perikatan yang lahir karena undang-undang 

Perikatan yang lahir karena undang-undang dibagi atas ; 

a. Perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri; 

  • Kematian, karena dengan meninggalnya seseorang maka akan timbul kewajiban bagi ahli warisnya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban almarhum. 
  • Kelahiran, seorang ibu tidak bisa menghendaki atas lahirnya bayi yang ada di kandungannya. Yang kemudian secara otomatis membuat dirinya terikat dengan bayi tersebut untuk kedepannya bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya selama masih dalam pengampuannya. 

b. Perikatan yang lahir karena perbuatan orang terbagi menjadi dua; 

  • Perbuatan manusia menurut hukum atau perbuatan yang halal: 
    • Zaakwarneming, dalam KUHPerdata pasal 1354-1358. 
    • Pembayaran tanpa hutang (onverschulddigde betaling) diatur dalam pasal 1359 s/d 1364 BW. 
  • Perbuatan melanggar hukum atau Onrechtmatige daad, dalam KUH Perdata Pasal 1365. 

Zaakwarneming adalah perbuatan sukarela yang dilakukan oleh seseorang (gestor) untuk mewakilkan urusan orang lain (dominus) dengan atau tanpa sepengetahuan dominus hingga dominus bisa melakukan urusannya sendiri.

Sebagaimana tertuang dalam KUHPerdata pasal 1354, “Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintahuntuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan Hal-hal mengenai Zaakwarneming tertuang dalam KUHPerdata pasal 1354-1358.

Contoh dari perbuatan Zaakwarneming adalah, Seorang A yang merupakan dominus meninggalkan kucingnya sendirian saat berliburan di luar kota selama satu minggu. Selama satu minggu tersebut, kucing dominus dijaga oleh tetangganya, yaitu B. Di posisi ini, B telah menjadi gestor dan dia bertanggungjawab atas kucing dominus hingga dominus mampu merawatnya sendiri. 

Onverschulddigde betaling adalah ketika seseorang membayar utang atas dugaan bahwa dia memiliki utang terhadap seseorang, sebab itu ia melakukan pembayaran. Pengertian onverschulddigde betaling dalam KUHPer pasal 1359 sendiri adalah “Tiap pembayaran mengandalkan adanya suatu utang; apa yang telah dibayar tanpa diwajibkan untuk itu, dapat dituntut kembali. Terhadap perikatan bebas, yang secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali.” 

Onrechtmatige daad memiliki arti perbuatan yang bertentang dengan hukum. Seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan bahwa, “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”, jadi dapat disimpulkan onrechtmatige daad adalah perbuatan yang membawa kerugian pada orang lain sehingga orang yang membawa kerugian tersebut harus ganti rugi. 

2.2 Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) 

Untuk perikatan yang timbul karena Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa, “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”. 

Pasal 1365 KUHPerdata tidak memuat perumusan perbuatan melanggar hukum, melainkan hanyalah mengatur syarat – syarat yang harus dipenuhi, bilamana seseorang yang menderita kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum oleh orang lain, hendak mengajukan tuntutan ganti kerugian di hadapan pengadilan. Oleh karena itu, pengertian perbuatan melanggar hukum diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi (M. A. Moegni Djojorijo, 1982: 17). 

Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah kekuasaannya.

Menurut Munir Fuady (Fuady : 2002, hal. 3) Perbuatan Melanggar Hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat. 

  1. Pengertian PMH Secara Sempit 
    Pengertian PMH secara sempit diartikan sebagai setiap tindakan yang melanggar hak subjektif seseorang yang diatur oleh undang – undang (wettelijkrecht) atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. 
  2. Pengertian PMH dalam arti luas 
    Seperti yang dikemukakan oleh J. M. Van Dunne dan Gr.van der Burght dalam disertasi Rosa Agustina (2003: 53) : 
    Melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Yurispruden memberi arti hak subyektif sebagai berikut: 
    • Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. 
    • Bertentangan dengan kaidah kesusilaan.
    • Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku. 

2.3 Macam-macam Perbuatan Melanggar Hukum 

  • Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
    Hak-hak yang dilanggar merupakan hak-hak yang dilindungi oleh hukum tidak hanya sebatas hak-hak pribadi melainkan juga hak-hak kekayaan, hak atas kebendaan, hak atas kehormatan dan hak nama baik. 
  • Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum.
    Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang baik hukum tertulis yaitu Undang-undang maupun hukum tidak tertulis (bertentangan dengan hak orang lain menurut Undang-undang). 
  • Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
    Yaitu dapat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui dan dipercaya sebagai hukum tidak tertulis, dimana apabila telah terjadi kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang mengalami kerugian tersebut dapat menuntut ganti rugi (pasal 1365 KUH Perdata). 
  • Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat. 
    Merupakan suatu perbuatan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar hukum tertulis, tetapi masih dapat dikatakan melanggar dalam pergaulan masyarakat. 

2.4 Contoh Kasus Perbuatan Melanggar Hukum 

Pada Putusan/195/pdt.g/2012/pn.sby, Penggugat mempunyai tanah seluas 1.170m2 sejak tahun 1991 dan tanah tersebut langsung diberikan batas di sekeliling tanahnya. Lalu pada tahun 2000an, Penggugat terkejut kalau tanah nya itu sudah tidak ada lagi pembatasnya dan terdapat bangunan-bangunan yang dihuni atau dikuasai oleh 30 orang Tergugat yang didirikan di atas tanah si Penggugat yang mana penempatan bangunan-bangunan itu tanpa seizin dari Penggugat. 

Bahwa mengenai perbuatan melanggar dan tuntutan ganti kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum adalah sebagaimana yang diatur oleh Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Sedangkan Pasal 1366 KUH Perdata berbunyi : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau karena kurang hati-hatinya”.

Sebagai akibat dari Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang dilakukan oleh Para Tergugat terhadap Penggugat dalam perkara ini telah menimbulkan kerugian baik kerugian materiil maupun immateriil bagi Penggugat.

Sehingga, sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata, maka Penggugat berhak untuk menuntut segala kerugian yang diderita tersebut kepada Para Tergugat secara tanggung renteng. 

Kerugian Materiil sejumlah 254 juta dan Kerugian Inmateriil yaitu Berupa terkurasnya tenaga, pikiran dan waktu yang berkepanjangan guna menghadapi masalah ini dengan nilai kerugian sebesar Rp 1.000.000.000, 

Dan dalam pertimbangan Hakim dijelaskan : 

a. Bahwa dalam perkembangannya menurut doktrin dan yurisprudensi bahwa suatu perbuatan merupakan perbuatan melanggar hukum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata apabila perbuatan tersebut memenuhi salah satu kriteria atau unsur sebagai berikut : 

  1. Perbuatan tersebut melanggar hak subyektif orang lain ; atau
  2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku ; atau 
  3. Melanggar kesusilaan; atau 
  4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan sesama warga.

b. Para Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena Para Tergugat yang dengan tanpa alas hak telah menempati, menguasai dan menggunakannya untuk tempat tinggal tidak berdasarkan alas hak yang sah sehingga mengakibatkan kerugian baik materiil maupun immateriil bagi Penggugat 

c. Bahwa dari pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat dan berkesimpulan bahwa Penggugat secara sah telah membeli tanah obyek sengketa, t pada tahun 1991, dengan luas tanah 1.170 M2 , sehingga jual beli antara Penggugat dan Tergugat tersebut yang didasarkan pada iktikad baik dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku haruslah dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas tanah sengketa aquo; sedang para tergugat yang telah menempati rumah sejak bertahun-tahun sampai sekarang dengan alasan sebagai pemilik yang beritikad baik dan tidak pernah dijual dipindahtangankan ke orang lain dan telah menguasainya selama 20 tahun yang telah menguasai tanah sengketa tidak berdasarkan alas hak yang sah telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Dan dapat disimpulkan dari Kasus Sengketa Tanah diatas bahwa adanya Perbuatan yang dilakukan 30 Tergugat yaitu menempatkan Tanah yang bukan kepemilikannya dan digunakan tanpa seijin Pemiliknya yaitu Penggugat, telah menimbulkan Kerugian bagi si Penggugat baik itu Kerugian Materiil dan Kerugian Inmateriil, maka dengan adanya Kerugian Tersebut bisa disimpulkan bahwa Perbuatan yang dilakukan oleh 30 Tergugat itu adalah PERBUATAN MELANGGAR HUKUM, sebagaimana dalam Pasal 1365 dan 1366 BW.

Dan pada Amar Putusannya Hakim pun menjatuhkan hukuman kepada 30 Tergugat dengan membayar kerugian sejumlah 17jt dan harus mengosongkan lahan si Penggugat dalam waktu 14 hari setelah adanya Putusan ini.


Baca Juga
Makalah Perusahaan Berbadan Hukum PT. Jasa Marga
Makalah Ketahanan Nasional


BAB III
PENUTUP 

3.1 KESIMPULAN 

Perikatan yang lahir dari Undang-Undang adalah perikatan yang tidak dikehendaki oleh orang atau pihak yang terlibat. Bahkan perikatan bisa timbul tanpa suatu perbuatan apapun, melainkan karena keadaan tertentu.

Perikatan yang lahir karena undang-undang dibagi atas perikatan yang lahir karena Undang-Undang itu sendiri dan perikatan yang lahir karena perbuatan orang.

Perikatan yang lahir karena perbuatan orang dibagi lagi menjadi perbuatan manusia menurut hukum atau perbuatan halal dan perbuatan melanggar hukum atau istilah lainnya Onrechtmatige daad. 

Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah perbuatan yang mewajibkan orang untuk melakukan ganti rugi atas perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain.

Macam-macam PMH antara lain; perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum, perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan dan perbuatan yang bertentangan dengan keharusan dalam masyarakat. 

3.2 SARAN 

Indonesia negara hukum dengan segala hal yang ada dan terjadi pasti memiliki muatan hukum tertentu.

Memahami hukum yang ada dan terkait dengan suatu permasalahan atau kasus tertentu menjadi hal dasar dan wajib untuk dilakukan. hal itu dilakukan agar lebih memahami maksud, jenis, tujuan, hukuman, dan bagaimana mekanismenya dari sebuah aturan yang ada. 

Seperti penjabaran yang ada dalam makalah ini yakni perjanjian yang lahir karena undang-undang dimana poin ini jika dijabarkan memiliki banyak turunan pemahaman yang jika diamati terkadang atau bahkan sering bersinggungan dengan kehidupan kita sehari-hari.

Memahami hukum yang ada menjadi saran dari kami agar kedepannya menjadi sebuah tanda kutip dan tanda tebal yang harus senantiasa diingat dan dikaji.

Referensi 

Putra, I. G. N. A. (2020). Lahirnya Perikatan karena Undang-Undang dalam Praktik Hukum di Indonesia. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 27(4), 539-554. 

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kansil, C.S.T., (2018). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 

Sulistianingsih, Dewi dkk. (2023). Buku Ajar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. 

Frisca. (2021). Apakah itu Perbuatan Melawan Hukum. Diakses pada 4 Maret 2023, dari lbhpengayoman.unpar.ac.id/apakah-itu-perbuatan-melawan-hukum/

Fitriawati, L. (2015). PERBUATAN MELAWAN HUKUM KARENA MEMANFAATKAN LAHAN HAK GUNA USAHA TANPA IZIN PEMEGANG HAK. (Tinjauan terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2055 L/Pdt/2013). Bachelor thesis. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO. Diakses dari repository.ump.ac.id/7366/3/LELA%20FITRIAWATI%20BAB%20II.pdf

Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2013). Putusan PN SURABAYA Nomor 195/Pdt.G/2012/PN.Sby. Diakses pada 6 Maret 2023, dari putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/b199c6a1e292968a7cb634dd678152ee.html


Terbit

dalam

oleh

Comments

Leave a Reply